Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ulama Pewaris Nabi Sebagai Garda Terdepan Menolak Imperialisme China Melalui OBOR


Oleh: Ummu Nahdan

One Belt One Road (OBOR) merupakan proyek yang digagas oleh pemerintah China untuk menghidupkan kembali jalur perdagangan sutra darat di masa lalu dan mengembangkan jalur perdagangan sutra maritim di kawasan baru.

Pengamat Ekonomi Arim Nasim menilai One Belt One Road (OBOR) yang kemudian berubah nama menjadi The Belt and Road Initiative (BRI) ini merupakan proyek kerjasama ekonomi dan pengembangan proyek infrastruktur dan berhasil merangkul 65 negara di Asia, Afrika, dan Eropa dengan total nilai kerjasama mencapai USD$ 4,4 triliun. Indonesia sebagai salah satu negara yang ditarget di Asia dan diperkirakan menerima total invertasi sebesar USD$ 69,256 juta.

Pemerintah Indonesia awalnya menolak proyek OBOR ini, tetapi kemudian di bulan April 2019 kemarin telah dimulai kerjasama dengan menyepakati 23 kesepakatan kerjasama di berbagai sektor. Walaupun sebagian kepala daeserah seperti Gubernur Sumatera Utara menolak proyek OBOR ini.

Proyek OBOR ini bertujuan tidak lain untuk meningkatkan dominasi Tiongkok dalam jaringan perdagangan global dan ekspansi militer yang berpusat di Beijing. Proyek ini tidak lepas dari penjajahan ekonomi melalui proyek infrastruktur. Proyek ini dibangun dengan utang dari China. Proyek ini akan menciptakan kolonialisme utang (debt colonialism) dan ini sudah terjadi. Terlebih lagi proyek dari China ini, semua peralatan dan sumber daya manusianya juga impor dari China sehingga rakyat Indonesia hanya jadi penonton saja.

Padahal proyek sejenis gagal di Sri Lanka. Sri Lanka tidak mampu membayar pinjaman sebesar USD$ 8 miliar (Rp 116 triliun). Karena tidak sanggup mambayar, Sri Lanka harus menyerahkan 70 persen saham kepemilikan Pelabuhan Hambantota serta memberikan hak pengelolaan kepada pemerintah Tiongkok selama 99 tahun. 

Tidak hanya di Sri Lanka, Zimbabwe menjadi contoh yang mengenaskan. Gagal membayar utang sebesar US$ 40 juta kepada China, sejak 1 Januari 2016, mata uangnya harus diganti menjadi Yuan. Berikutnya Nigeria dan juga Pakistan. Model pembiayaan infrastruktur melalui utang yang disertai perjanjian merugikan dalam jangka panjang. China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal negara mereka untuk pembangunan infrastruktur.

Utang luar negeri membuat negara pengutang tetap miskin karena terus menerus terjerat utang yang makin menumpuk dari waktu ke waktu. Utang luar negeri pada dasarnya merupakan senjata politik negara-negara kafir penjajah terhadap negara-negara lain, yang kebanyakan merupakan negeri-negeri Muslim. Akankah ini akan terulang di Indonesia?

Menyikapi fakta tersebut, para ulama di beberapa kota berkumpul membahas persoalan tersebut. Para ulama dari berbagai penjuru kota, dengan lantang menolak OBOR. Penolakan tersebut salah satunya datang dari para ulama sebagai garda terdepan negeri ini. Bertempat di aula Pondok Pesantren Darussalam Garut, Jawa Barat, sekitar 1.000 ulama menghadiri Multaqo Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah Nasional. Peserta terdiri dari perwakilan para tokoh Alim Ulama, Kiyai, Pengasuh Pondok Pesantren, serta Muhibbin dari seluruh Indonesia.

Dalam kegiatan tersebut, disampaikan pendapat para tokoh dan ulama tentang bahaya megaproyek OBOR China. Adapun dalam pandangan para ulama, megaproyek OBOR ini hanya membuat Indonesia buntung. Dan dapat berakhir dengan Indonesia yang menjadi jajahan baru bagi China. Di samping itu, adanya kekhawatiran para ulama dan tokoh terhadap ancaman ideology komunis yang pernah membantai kaum Muslimin di masa lalu akan terulang kembali. Apalagi penandatanganan kerjasama ini tampak dipaksakan, di tengah proses Pemilu 2019 yang belum selesai. Di mana terjadi baerbagai kecurangan yang tak kunjung tuntas.

Dari pertemuan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa para ulama sepakat menolak kerjasama Indonesia melalui proyek OBOR ini. Adanya pernyataan sikap keras dari para ulama yang menolak megaproyek OBOR China, tentunya membawa angina segar bagi umat. Dan sebagai sinyal bahwa ulama tetap menjadi garda terdepan menolak terhadap berbagai ketidakadilan dan kedzaliman yang mengancam umat. Di tengah upaya kriminalisasi yang kerap menimpa para ulama.

Ini juga membuktikan bahwa ulama tidak hanya sekedar menjadi penasihat dalam persoalan ibadah ritual atau tradisi keagamaan. Tetapi juga menjalankan peran utamanya dalam muhasabah lil hukmi (mengoreksi penguasa). Tujuannya tidak lain agar penguasa tidak menyalahgunakan kekuasaannya, sebagaimana yang terjadi saat ini.

Saat ini umat sangat membutuhkan kehadiran ulama untuk menjaga umat dari tindak kejahatan, pembodohan, dan penyesatan yang dilakukan oleh rezim curang. Mengoreksi penguasa agar sejalan dengan aturan Islam. Ulama juga berperan mengungkap semua niat jahat di balik semua sepak terjang kaum penjajah dan antek-anteknya. Menyingkap makar dan fitnah yang ada di tengah umat. Hal ini agar umat terjauh dari kejahatan musuh-musuh Islam.

Walhasil, proyek OBOR wajib ditolak. Indonesia harus menjadi negara mandiri. Kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dapat diwujudkan, syaratnya, penguasa negeri ini, dengan dukungan semua komponen umat, termasuk juga ulama, harus berani menerapkan Syariat Islam untuk mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat secara total, termasuk juga dalam masalah ekonomi. Hal ini tentu membutuhkan penyadaran di tengah-tengah masyarakat dan penguasa. Inilah PR kita bersama terlebih lagi para ulama.

Inilah jalan baru untuk Indonesia lebih baik, bukan terus-menerus mempertahankan kapitalisme-sekulerisme, tergantung kepada OBOR China, kerjasama berbagai bidang dengan AS, IMF, Bank Dunia, ADB, dan sejenisnya yang ternyata menjadi alat penjajahan. Wallahu a’lam bish-shawab. [vm]

Posting Komentar untuk "Ulama Pewaris Nabi Sebagai Garda Terdepan Menolak Imperialisme China Melalui OBOR"

close