Program Cegah Kawin Anak: Program Peningkatan Kualitas Remaja Ataukah Proyek Global Yang Merusak?


Oleh: Yulida Hasanah (Aktivis Muslimah Peduli Perempuan dan Generasi)

Indonesia kembali menggencarkan progam pencegahan pernikahan dini dengan nama ‘cegah kawin anak’. Melalui kementrian Agama, pemerintah mengkampanyekan ‘cegah kawin anak’ dengan alasan demi mendukung pembentukan generasi berkualitas. Menurut Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, Cecep Khairul Anwar program ini adalah bagian dari upaya mencapai bonus demografi dengan membina remaja yang berdaya saing, sehat dan terampil. (kemenag.go.id/20-9-2024)

Kemenag sebagai bagian dari pemerintah juga berkolaborasi dengan organisasi non pemerintah dan lembaga pendidikan dalam sosialisasi bahaya kawin anak. Melalui Seminar Cegah Kawin Anak yang dihadiri oleh ratusan pelajar dan sekolah yang ada di Semarang, Jawa tengah, menyampaikan bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk mencegah perkawinan anak. Dalam kesempatan ini, Kemenag juga meluncurkan program pembentukan aktor resolusi untuk menciptakan generasi berkualitas. Kemenag juga bekerjasama dengan guru, psikolog, dan LKKNU untuk mengoptimalkan program ini. 

Selain itu, Kemenag juga menyiapkan program pelatihan dan pendampingan bagi siswa terpilih, seperti Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS). Ini menjadi program pembekalan siswa dengan keterampilan kepemimpinan, pemecahan masalah, dan komunikasi yang baik. (kemenag.go.id/19-9-2024)

Apa yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kemenag tersebut menjelaskan pada kita bahwa maraknya kawin anak dianggap sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Terlebih kawin anak diasumsikan dekat dengan masalah putus sekolah, tingginya angka perceraian, maraknya KDRT, tingginya angka kematian ibu dan bayi, masalah stunting, dan hal-hal negatif lainnya. Sehingga perlu menyasar remaja sebagai agen untuk mencegah perkawinan anak.

Jelas anggapan tersebut tidak serta merta diterima sebagai anggapan yang benar. Butuh ada data yang objektif dan bisa dipertangunggjwabkan. Karena jika tidak, maka anggapan di atas hanyalah menjadi tuduhan yang serampangan bahkan membahayakan pola pikir generasi kita. Dan menjadi sangat ironis jika menjadikan kawin anak sebagai kambing hitam berbagai problem yang menimpa keluarga, perempuan dan generasi. Padahal generasi remaja hari ini justru sedang dihadapkan pada massifnya arus pornografi dan kebijakan pemerintah yang pro seks bebas di kalangan pelajar. Maka, bukan anggapan yang keliru jika hari ini menikah dini dihalangi dan ilegal, sedangkan seks bebas malah difasilitasi dan dilegalisasi.

Dari sini, seharusnya pemerintah tidak perlu repot-repot usaha sana sini untuk mencegah kawin anak atas nama demi melahirkan generasi berkualitas. Karena seharusnya yang difokuskan adalah pada masalah yang ada di hadapan mata kita dan menjadi sangat ‘urgent’ untuk disolusi, yakni mencegah anak dari pergaulan bebas. Sebab pandangan perkawinan anak versi pemerintah bukanlah ‘anak’ dalam kaca mata pandang syariat Islam. Di mana perkawinan usia baligh yang menurut pemerintah masih dianggap usia anak-anak, tetapi dalam pandangan syariat jelas sudah sah/legal, bukan perkara keharaman.

Program Cegah Kawin Anak, Proyek Global Yang Merusak!

Maka jelaslah, ketika syariat tidak mempermasalahkan kawin anak tetapi pemerintah begitu gencar mengkampanyekan cegah kawin anak. Tentu muncul pertanyaan dalam benak kita, demi apa dan untuk siapa sebenarnya program tersebut diperjuangkan?

Tidak bisa dipungkiri bahwa program pencegahan perkawinan sebenarnya adalah proyek global yang tertuang dalam amanat SDGs (Suistainable Development Goals) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di tingkat global sesuai kepentingan PBB. Termasuk di dalamnya adalah negeri-negeri muslim. 

Program tersebut berpijak pada pandangan hidup barat yang notabene bertentangan dengan pandangan hidup muslim. Di mana paradigma mereka adalah sekulerisme yang jelas bertentangan dengan syariat, bahkan menjauhkan syariat Islam dari kehidupan mereka. Secara tidak langsung, generasi muslim menggeser paradigmanya lalu berubah mengikuti cara pandang barat terkait pernikahan dini atau kawin anak ini. 

Di antara target yang harus dicapai adalah pengentasan stunting dan pencegahan pernikahan anak, yang dijadikan proyek nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Angka perkawinan anak ditargetkan turun dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. Tentu saja target ini akan berdampak pada berkurangnya angka kelahiran di dalam keluarga muslim, bahkan akan menghancurkan bangunan keluarga muslim. 

Membangun Paradigma Tentang Perkawinan Dengan Islam

Sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang melahirkan aturan kehidupan. Islam menjadi sumber yang pasti kebenarannya dan tidak pernah salah dalam memandang segala hal yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk memandang tentang perkawinan. 

Islam memiliki aturan rinci terkait perkawinan. Pertama, dalam Islam, tidak ada batasan usia untuk menikah/kawin. Artinya, di usia berapapun calon suami-istri, tidak menghalangi sahnya perkawinan. Maka masalah stunting, KDRT, perceraian itu terjadi bukan karena usia dininya, tetapi karena ketidaksiapan dalam memasuki perkawinan, termasuk kondisi kesejahteraan yang melingkupi pasangan, di mana mereka hidup dalam sistem eknonomi yang melahirkan kemiskinan.

Kedua, negara menjadikan media sebagai media edukasi bagi masyarakat, menjadikan masyarakat makin bertakwa. Bukan malah dibiarkan menyebarkan pornografi dan pornoaksi yang merusak generasi. 

Ketiga, penerapan syariat Islam secara kaffah mulai dari sistem pergaulan, ekonomi, politik dan sistem sanksi. Karena masalah yang menimpa keluarga muslim, generasi muslim dan kaum muslimah bermuara dari adanya negara yang tidak menerapkan syariat Islam secara sempurna.

Maka, biarkanlah proyek global ‘cegah kawin anak’ menjadi senjata makan tuan bagi Barat. Kita sebagai generasi Islam, tetaplah fokus memperjuangkan terwujudnya Islam dalam kehidupan kita. Islam diturunkan tak hanya untuk diyakini dalam hati dan diucapkan melalui lisan. Tetapi sebagai solusi yang butuh diterapkan sebagai aturan kehidupan. Sebab inilah satu-satunya jalan yang mendatangkan keberkahan dan rahmat Allah SWT. Wallaahua’lam. []

Posting Komentar untuk "Program Cegah Kawin Anak: Program Peningkatan Kualitas Remaja Ataukah Proyek Global Yang Merusak?"