Ramai-ramai Gadai SK, Mahalnya Biaya ‘Berkuasa’



Oleh: Thaifah Zhahirah (Pendidik dan Pegiat Literasi)

Menggadaikan Surat Keputusan (SK) menjadi fenomena yang lumrah setiap periode pengangkatan pejabat negara. Sejumlah Anggota DPRD di Subang ramai-ramai menggadai SK ke bank sebagai agunan atau jaminan untuk meminjam uang. Menurut Tatang Supriatna (Sekretaris Dewan Subang), setidaknya 10 dari 50 orang anggota DPRD Subang mengajukan pinjaman dengan nominal yang berbeda (rejabar.republika.co.id, 06/09/2024). Fakta yang sama juga terjadi di Jawa Timur. Pengamat politik Universitas Brawijaya (UB) Prof Anang Sujoko menilai langkah tersebut sebagai fenomena yang memprihatinkan. beban itu harus ditanggung karena mahalnya biaya proses demokrasi. Bukan hanya ratusan juta, bahkan diperkirakan melebihi angka Rp 1 miliar (detik.com, 07/09/2024).

Selain itu, diduga kebiasaan ini juga terikat dengan maraknya gaya hidup hedonisme yang menjangkiti para wakil rakyat dan keluarga mereka dalam sistem sekulerisme demokrasi yang saat ini diadopsi. Mulai dari kendaraan mewah, membeli barang-barang branded, hingga liburan ke luar negeri. Sehingga pendapatan yang tidak sesuai dengan pengeluaran memaksa mereka untuk mencari sumber lain, salah satunya dengan pinjaman.

Buntut panjang dari keadaan ini adalah terjebaknya para wakil rakyat dengan tindak pidana korupsi. Alih-alih bekerja mengurusi kepentingan masyarakat, justru mereka sibuk memperkaya diri. Menyalahgunakan jabatan demi kepentingan pribadi tidak segan kongkalikong dengan para oligarki. Tidak heran banyak regulasi yang dibuat yang justru hanya menguntungkan para pemilik modal, tidak peduli dengan jeritan pilu rakyat kecil yang kehidupannya semakin tercekik. 

Kelaparan, gizi buruk dan stunting, kesulitan mengakses kesehatan, pendidikan, dan sarana vital lainnya menjadi fenomena yang tidak sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Berbanding terbalik dengan keadaan para wakil rakyat yang justru bermewah-mewahan tanpa beban. Menganggap tugas mereka sudah tuntas karena sudah menjadi ‘wakil rakyat’ menikmati semua fasilitas tersebut.

Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggungjawaban. Landasan pelaksanaannya adalah akidah. Sehingga akan tumbuh rasa takut yang akan mencegah dari perilaku lalai dan menyalahi amanah. Dengan begitu maka tidak akan ada pejabat yang menduduki jabatannya untuk menambah pundi pribadi atau bekerja sama dengan pihak lain yang akan merugikan rakyat. Motivasi keimanan akan mewarnai setiap langkah yang ditempuh dan kebijakan yang diambil. Standar yang digunakan juga jelas yaitu hukum syara’.

Sepanjang sejarah penerapan Islam dalam kehidupan, dikenal banyak sekali sosok penguasa yang luar biasa. Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Aziz, adalah deretan penguasa yang telah menorehkan tinta emas dalam pengurusan rakyat dengan sepenuh hati dan berhasil memastikan kesejahteraan rakyat individu per individu. Dalam Islam juga terdapat wadah untuk menampung aspirasi rakyat yang dikenal dengan Majelis Umat. Lembaga ini berbeda dengan DPR yang ada dalam sistem demokrasi saat ini. Majelis Umat mewadahi aktivitas koreksi pada penguasa bukan lembaga meraih kekuasaan. Mereka adalah perpanjangan aspirasi umat yang dipilih karena kepercayaan, bukan pencitraan. Bukan juga amanah yang diperoleh dengan rebutan apalagi dengan mengorbankan biaya besar sampai berhutang. Kekuasaan tidak diberikan karena diminta, melainkan karena dinilai mampu mengembannya.

Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7146 dan Muslim no. 1652). []

Posting Komentar untuk "Ramai-ramai Gadai SK, Mahalnya Biaya ‘Berkuasa’"