Petaka Cinta Pelajar, Potret Generasi Liberal

 



Oleh : Widya ummu El


Perkara cinta berakhir mengenaskan. Seorang siswi SMK ditemukan tewas di warung kopi yang sudah lama tutup. Korban dengan inisial VPR (16) diduga tewas oleh temannya sendiri yang berinisial AI (16). Kejadian ini terjadi di Perumahan Made Great Residence, Desa Made, Lamongan, Jawa Timur.

Kapolres Lamongan AKBP Bobby A Condroputra menjelaskan bahwa motif pelaku membunuh korban adalah karena cintanya yang tidak diterima lantaran korban sudah memiliki pacar. Kejadian ini membuat pelaku gelap mata dan langsung menjerat leher korban dengan kain kerudung, memukul, juga membenturkan kepala korban ke tembok hingga menimbulkan pendarahan yang berujung kematian.

"Tersangka dijerat pasal UU 80 ayat 3 nomor 35 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau pasal 340 KUHP atau pasal 338 KUHP dengan hukuman penjara selama 15 tahun," ucap Kasat Reskrim AKP Rizki Akbar Kurniadi. (Kompas.com 17/1/2025)

Pelajar yang diharapkan bisa menjadi generasi gemilang, malah dibutakan oleh perasaan hingga menghilangkan nyawa seseorang. Kasus seperti ini sudah sangat sering terjadi dan terus berulang hingga masa kini. Ini menandakan adanya problematika yang serius, baik dalam keluarga, lingkungan maupun negara.

Jika dilihat secara mendalam, kasus pembunuhan yang dilakukan remaja ini terjadi karena banyak faktor. Mulai dari lemahnya pengendalian emosi, pendidikan moral yang sangat minim, dan diabaikannya persoalan kesehatan mental (mental health) di kalangan remaja.

Sementara itu, baik di lingkungan nyata maupun sosial media, keduanya banyak beredar contoh yang tidak baik bagi anak-anak, bahkan konten yang mendukung tindak kemaksiatan dan kejahatan sangat mudah untuk diakses. Semua ini terjadi tidak lepas karena peran negara, karena negara-lah yang mempunyai wewenang menentukan seluruh kebijakan.

Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan tentu akan berdampak pada seluruh bidang kehidupan.

Sekularisme membuat kurikulum pendidikan hanya melingkup nilai akademis saja, sedangkan agama hanya dijadikan formalitas. Sehingga menjadikan para pelajar jauh dari kepribadian yang luhur dan minim adab.

Selain itu sistem kapitalisme membuat standar kebahagiaannya adalah materi atau tercapainya keinginan seseorang, tanpa melihat langkah yang ditempuh halal atau haram. Seseorang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, dan jika tidak mendapatkannya, ia akan melampiaskan emosinya dengan hawa nafsu dan gelap mata.

Disamping itu, peran negara dalam menyaring situs-situs pornografi, kekerasan, hiburan yang membuat lalai, termasuk gaya hidup hedonisme, pluralisme, dan liberalisasi pergaulan, tidak diberantas dengan maksimal. Akibatnya,  gaya hidup Barat tersebut sangat mudah diakses oleh anak-anak dibawah umur.

Kasus percintaan dikalangan remaja saat ini memang sangat mengkhawatirkan. Padahal jika kita lihat dengan kacamata Islam, aktivitas percintaan yang dilakukan sepasang manusia yang tidak terikat pernikahan termasuk perzinahan dan hukumnya adalah haram, bahkan termasuk ke dalam dosa besar walaupun hanya berdua-duaan.

Allah SWT. Berfirman :

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (TQS. Al-Isra : 32) 

Merasakan cinta adalah fitrah manusia. Tapi dalam Islam, dalam pemenuhan naluri ini ada tata caranya dan harus ditempuh dengan jalan yang Allah Ridhoi, yaitu melalui pernikahan.

Segalanya telah diatur dalam Islam. Karena Islam adalah agama yang komprehensif dan menyeluruh. Dengan sistem Islam, pendidikan tidak hanya terfokus pada nilai akademis saja, melainkan juga pembentukan akhlak yang mulia, pengendalian diri, dan pemahaman yang lurus terhadap hubungan antar manusia. 

Islam memiliki aturan yang jelas dalam mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lain, juga memiliki batasan dalam pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Aturan ini akan mencegah perilaku melewati batas dan timbulnya fitnah.

Inilah yang seharusnya dipegang oleh para remaja muslim dalam pergaulannya, bukan gaya hidup Barat yang serba liberal dengan asas kebebasan berperilaku (Hak Asasi).

Pun demikian dengan lingkungan sosial. Masyarakat harus membangun lingkungan yang suportif untuk membentuk kepribadian Islam, dengan ber-amar ma’ruf nahi munkar.

Dan yang paling terpenting adalah negara sebagai pembuat kebijakan, wajib menerapkan Islam secara keseluruhan. Negara harus bisa membentengi masyarakat terutama para remaja dari pemikiran asing yang tidak sesuai dengan Islam, sehingga akidah rakyat tetap terjaga. Juga diterapkannya sanksi sesuai syariat bagi para pelanggar hukum syara’. Dengan begitu akan terwujud negara yang mampu menjaga kemuliaan manusia, dan memiliki kepribadian Islam yang luhur.

Wallahu’alam bishsawab

Posting Komentar untuk "Petaka Cinta Pelajar, Potret Generasi Liberal"