Remisi Hukuman, Bukti Lemahnya Sanksi di Sistem Sekuler
![]() |
Oleh: Siti Rohmah, S. Ak (Pemerhati Kebijakan Publik)
Remisi adalah suatu pengurangan dalam masa menjalani pidana yang diberikan pada narapidana dan anak yang berkonflik dengan hukum. Remisi pun diberikan hanya kepada mereka yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pada Hari Raya Idul fitri 2025 dan Nyepi sebanyak 157.953 narapidana, termasuk 288 narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi khusus dari Kementrian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Sebagaimana tertuang dalam UU 22/2022 tentang Pemasyarakatan, PP 32/1999, dan Keppres 174/1999 tentang remisi yang bertujuan menghormati hak narapidana dan untuk mendorong mereka memperbaiki diri selama menjalani hukuman. Tempo. com, (21-03-2025).
Makin Subur Kriminalitas
Pemberian remisi hukuman merupakan sebuah langkah mundur hukum saat ini dalam memberikan efek jera bagi pelaku kriminalitas walaupun sesuai dengan undang-undang. Apalagi remisi untuk para koruptor yang membuat rakyat sengsara sungguh tak layak karena akan menghilangkan efek jera. Ketika pelaku kriminalitas atau koruptor selalu diberikan remisi hukuman maka akan selalu berkurang masa hukuman tersebut, padahal seharusnya dihukum dengan berat bukan malah dikurangi. Dengan demikian akan tumbuh subur kriminalitas dan koruptor.
Faktor utama penyebab kriminalitas saat ini salah satunya disebabkan oleh faktor ekonomi yang sulit. Tidak terpenuhinya kebutuhan primer setiap in dividu serta tidak adanya ketersediaan lapangan kerja yang cukup membuat pelaku kejahatan meningkat. Sistem ekonomi kapitalis membuat perekonomian timpang, sehingga yang kaya menjadi semakin kaya yang miskin jadi semakin miskin. Maka dari segi preventif sendiri sistem saat ini telah gagal dalam mencegah kriminalitas. Ditambah lagi sanksi hukuman yang tidak memberikan rasa kapok bagi pelaku dan adanya remisi hukuman makin membuat berulang pelaku kriminal kembali berbuat kejahatan.
Begitulah ketika kita menerapkan sistem sekuler yaitu ketika agama dipisahkan dari kehidupan sehingga tidak boleh mengatur terkait hukum dalam negara maka ketika membuat hukum pun hanya mengikuti hawa nafsu dan sesuai kepentingan. Dengan adanya remisi ini menunjukkan lemahnya sistem hukum di sistem sekuler. Sistem ini lemah dan rusak karena terbukti sulit menetapkan hukuman yang berat dan tidak memberikan efek jera karena berbenturan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Remisi bukan solusi sebaliknya hanya akan menjadi masalah pada masa yang akan datang.
Hukum Islam
Islam mewajibkan negara sebagai pelindung yang akan menjamin keamanan dan keadilan bagi rakyatnya. Negara akan fokus mencegah terjadinya kriminalitas di tengah masyarakat dengan melakukan langkah preventif.
Negara wajib memperhatikan ketakwaan Individu terjaga mulai dari lingkup keluarga maupun dalam masyarakat nya. Selanjutnya negara akan memastikan bahwa sektor ekonomi yang dikelola benar-benar menyejahterakan rakyat. Negara akan memastikan kebutuhan primer tercukupi bagi seluruh rakyatnya. Negara juga akan menjamin ketersediaan lapangan kerja untuk laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga dan memberikan tunjangan bagi yang tidak mampu bekerja baik yang disebabkan karena cacat atau pun sakit. Ketika ekonomi masyarakat terpenuhi maka kriminalitas pun dapat diminimalisir.
Ketika ada kasus kriminalitas yang terjadi negara akan memberikan sanksi hukum yang tegas bagi pelaku. Apalagi terhadap koruptor yang sangat merugikan masyarakat. Khalifah akan menghukum berat berupa ta'jir yang penetapan sanksi hukumannya diserahkan kepada qadi (hakim).
Maka, hanya dengan kembali menerapkan hukum yang telah diturunkan oleh sang Pencipta, hukum tersebut akan terasa keadilannya dan memberikan ketentraman. Dan tentunya segala masalah akan teratasi. Waallahu'alam bisshawab. []
Posting Komentar untuk "Remisi Hukuman, Bukti Lemahnya Sanksi di Sistem Sekuler"