Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lisan-lisan Terpilih

 
Saat melihat deretan pembicara dalam Muktamar Khilafah di Jakarta 2 Juni 2013, merinding rasanya. Betapa tidak, dengan kulit  warna yang berbeda, dengan bahasa yang berbeda pula, namun dari lisan mereka sama-sama menyerukan seruan Allah : Khilafah adalah Wajib, Khilafah Janji Allah dan Berita Gembira Rasulullah.

Sungguh Allah meletakkan seruan kepadaNya, jauh dan sangat  jauh dibandingkan seruan –seruan kepada yang lain dan mendudukkan perkataan orang yang menyeru kepadaNya tiada tertandingi dengan perkataan yang lain :

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”

(QS. Fushshilat : 33)

Siapapun orangnya, apakah dia dari Turki, Yaman, Suria, Palestine, Inggris, Belanda, Australia, Indonesia, Jepang, Malaysia, selama dia menyeru Kalimatullah, menyerukan syariah dan penerapannya secara kaaffah dalam bingkai Khilafah, dia mulia.

Namun, diri ini juga perlu mengingat, bahwa kalimat yang diemban oleh pengemban dakwah ini adalah Kalimatullah, kalimat dari Dzat yang Maha Suci. Oleh karenanya kalimat ini hanya layak diemban oleh orang-orang yang selalu mensucikan dirinya. Mungkin seseorang bisa menipu orang lain dengan banyak menyeru kebajikan, sedangkan dia lupa menasehati dan menghiasi dirinya dengan apa yang dia seru (tunduk dan taat kepada syariat Allah), namun sungguh dia tak akan bisa menipu dirinya dan Allah SWT.

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS. Al Baqarah : 44)

Sangat mengerikan jika  perilaku jauh dari apa yang diserukan, bukan hanya kegelisahan yang mendera diri tiap saat, namun Allah pun akan mencabut kelayakan kita sebagai pengemban risalahNya.  Dijauhkan dari jama’ah, dijauhkan dari nikmatnya berjuang. Na’audzubillahi min dzaalik.

Lisan ini tetap bisa berucap, masih bisa tersenyum, masih bisa berbantah, namun apalah artinya apabila kata-kata yang keluar dari lisan itu ringan dan sangat-sangat ringan bahkan tidak berarti di sisi Allah. Oleh karenanya benar-benar diri ini harus menangis sebagai bentuk kesadaran akan khilaf dan istighfar-mohon ampun kepada Allah SWT, di saat menyeru kebaikan di tengah umat namun masih banyak kelalaian yang dilakukan, baik sebagai suami bagi istri, istri bagi suami, orang tua dari anak, anak dari orang tua kita dan kewajiban lainnya.  Astaghfirullahal’adziim.

Semoga lisan ini terjaga senantiasa menyerukan Kalimatullah dan Allah melayakkan diri kita sebagai bagian barisan pengemban risalahNya hingga ajal menjemput…[Retno Sukmaningrum, M.T]
Retno Sukmaningrum, M.TRetno Sukmaningrum, M.T
Retno Sukmaningrum, M.T


Posting Komentar untuk "Lisan-lisan Terpilih"

close