Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Independence Day AS di Makassar, Simbol Hegemoni Atas Indonesia


Amerika Serikat bakal merayakan Independence Day ke-239 di Anjungan Pantai Losari, Jl Penghibur, Makassar, Senin-Rabu (25 – 27/5/2015) mendatang. Konsulat Jenderal Amerika Serikat bagian Politik- Ekonomi, Joanne I. Cossit mengatakan banyak perusahaan Amerika di Makassar sehingga duta besar memilih area ini sebagai lokasi pusat perayaan Independence day (www.tribun-timur.com, Rabu 18 Maret 2015)

Bukan suatu yang heboh, mengingat AS juga telah merayakan hari kemerdekaan di beberapa daerah. Tradisi peringatan The Fourth July di Indonesia mulai digagas era Dubes AS, Scot Marciel sejak 2012. Perayaan Independence Day ke-236 (Medan-2012), ke-237 (Manado-2013), dan ke-238 (Surabaya-2014). Perayaan Independence Day sejak tahun 1776. Perayaan Independence Day AS di Indonesia secara hukum internasional memang tidak melanggar. Bahkan hal ini digunakan untuk mempererat hubungan diplomatik dan budaya AS-Indonesia. Tak hanya Independence Day, AS juga memperingati Thanksgiving pada November 2014 di Banyuwangi Jawa Timur.

Meski demikian, rakyat Indonesia harus peka dan bertanya. Kenapa harus dirayakan di kota tertentu? Apakah hal ini akan membawa kebaikan? Ataukah ada udang di balik batu? Sikap kewaspadaan ini perlu dibangun bagi siapa pun untuk lebih mencermati setiap kebijakan negara asing. Lebih-lebih negara berpengaruh seperti AS. Jangan sampai rakyat ini dirugikan dan dijadikan tumbal kepentingan semata.

Makna Kemerdekaan Bagi AS

“Bangsa-bangsa koloni tidak ingin menghentikan kolonisasi, karena mereka sebenarnya merdeka”, demikianlah ucapan Benjamin Disraeli (politikus dan Mantan Perdana Menteri Britania Raya 1868). Kemerdekaan menjadi bahasa politik yang dipenuhi dengan istilah bermakna ganda. Selama dua abad terakhir, “kemerdekaan” sering dianggap sama dengan “kebebasan” yaitu istilah umum yang berkenaan dengan keadaan yang paling baik bagi seorang manusia. Berbagai perang kemerdekaan diperingati, hari kemerdekaan selalu dirayakan, dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan pun senantiasa dipuja-puja.

Para pendukung kemerdekaan selalu memuji kemerdekaan Amerika dari Inggris. Tokoh-tokoh penting perang kemerdekaan yang membebaskan Amerika dari penjajahan Inggris dianggap sebagai pahlawan tidak hanya oleh bangsa Amerika, tetapi juga oleh bangsa yang jauh dari Amerika. Kondisi bangsa-bangsa jajahan Inggris keadaannya sama dengan Amerika pada abad ke-18. Di mana pun, penjajahan selalu menghasilkan kesengsaraan yang serupa.

Sesungguhnya kekuatan yang melatar belakangi lahirnya Amerika Serikat adalah kekuatan bersifat ideologi. Para pemikir dan intelektual mereka secara serius berjuang untuk menyusun suatu sistem yang steril dari fanatisme keagamaan dan sosial sebagaimana yang terjadi di Eropa. Mereka membangun negara sekuler yang menjamin kebebasan seseorang dalam berdagang. Dan kapital menjadi dasar bagi negara.

Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat menyatakan dengan jelas sikap ideologis AS:

“Kami berpegang teguh pada kebenaran ini, yaitu bahwa manusia diciptakan dalam keadaan sederajat; bahwa mereka dianugerahi oleh penciptanya dengan hak-hak yang tidak dapat direbut; di antaranya adalah hak untuk hidup, hak untuk mendapat kebebasan, dan hak untuk memperoleh kebahagiaan. Untuk menjamin hak-hak tersebut, maka dibentuk suatu pemerintahan, yang kekuasaannya berasal dari kesepakatan orang-orang yang diperintah”

Jelaslah landasan sistem negara AS yaitu Sekularisme-Kapitalisme. Dengan sistem tersebut mereka berupaya menjadikan AS sebagai sebuah kekuatan utama di dunia. Landasan ideologis itulah yang mendorong AS saat ini bersikap demikian. Meski ideologi mereka (Kapitalisme-Sekular) merupakan ideologi yang salah dan keliru. Begitu pula perayaan Indpendence Day di negara manapun merupakan bentuk pengokohan AS sebagai negara berpengaruh. Terlebih AS ingin menancapkan pengaruhnya di wilayah strategis Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Hegemoni AS atas Dunia

AS dimanapun berada dipastikan ingin menjadi negara berpengaruh. Tak memperdulikan batas-batas dan etika politik internasional. Peristiwa penting apa pun di dunia ini, tak berlepas dari pengaruh AS dan negara yang mengikutinya. Secara mendasar politik luar negeri AS adalah imperialisme (penjajahan) dan menyebarluaskan ideologinya. Penjajahan dilakukan dengan beragam bentuk; meliputi ekonomi, politik, militer, pendidikan, budaya, dan lainnya. Grand strategy ini tidak pernah berubah. Kalaupun berubah hanya pada aplikasi pada level menegah atau bawah.

AS, sebagaimana halnya negara-negara kapitalis, dikuasai oleh para pemilik perusahaan monopoli dan para pengusaha. Mereka itulah yang memiliki pengaruh terhadap politik AS. Adapun politik luar negeri AS adalah politik orang kaya dan para pemilik perusahaan monopoli. Artinya, politik AS adalah politik imperialisme murni, yang tidak mengenal nilai- nilai luhur. Meskipun kadang-kadang politisi AS nampak lugu dan hampir-hampir dungu, namun mereka berpikir secara mendalam yang mengungguli kebanyakan politisi di dunia. Mereka memiliki kemampuan yang tinggi untuk berubah dengan cepat, kemudian membuat beraneka ragam strategi dan memecahkan masalah. Barangkali ambisi untuk menjajah, di samping pendidikan yang tinggi, berpengaruh terhadap aktivitas politik mereka. Para politisi AS menganggap seluruh dunia adalah ladang bercocok tanam milik mereka. Mereka memandang negara-negara besar lainnya tidak layak untuk mempunyai pengaruh, dan bahwa sekarang negara-negara besar itu harus mundur, keluar, dan rela terhadap keadaan dunia yang ada, yaitu adanya ketundukan terhadap dominasi pihak-pihak yang kuat.

Demokratisasi (termasuk HAM) dan liberalisme ekonomi menjadi dua pilar penting kebijakannya di luar negeri. Semangat AS menyebarluaskan dua pilar tersebut untuk semakin mengokohkan hegemoni di manapun. Intinya demi kepentingan dan keuntungan AS.

AS juga menguasai PBB dan juga segenap badan-badan dunia bentukan PBB. AS juga memiliki dana terbesar di Bank Dunia dan IMF, yang selanjutnya memiliki pengaruh politik yang luas yang menjadi bidang pekerjaan Bank Dunia dan IMF. Demikian pula AS berusaha memperkuat perdagangan dunia melalui politik globalisasi yang menjadi senjata WTO. WTO sebagai salah satu sarananya untuk mengintervensi pasar-pasar lokal dengan dalih tarif bea masuk bersama. Dengan demikian AS berupaya untuk melakukan liberalisasi perdagangan. Dan karena AS mempunyai kekuatan ekonomi yang besar, mempunyai perusahaan multinasional dan transnasional yang paling banyak, AS pun memanfaatkan kedok peraturan yang dikeluarkan oleh WTO untuk kepentingannya dalam rangka membuka pasar-pasar yang nyaris tertutup, atau sulit diintegrasikan dalam perekonomian global terbuka seperti yang dikehendaki.

Kemampuan-kemampuan militer, politik, dan ekonomi yang besar bagi AS ini, membuat AS mengintervensi seluruh negara yang ada di dunia ini. Hal itu juga membuat AS menjadi bagian politik lokal di setiap negara di dunia. Jadi, AS mencoba untuk mengelola politik hegemoni atas politik seluruh dunia tanpa kecuali. Tidak ada bedanya antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang, meskipun beberapa kali hegemoni itu telah gagal. Namun AS terus mencoba untuk melakukan hegemoni.

Di bidang pendidikan, peran AS tampak jelas dalam perubahan kurikulum yang sedemikian rupa agar sesuai dengan perspektif ideologinya. Maka, dapat dilihat negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Mesir, dan yang lainnya telah sibuk mengevaluasi kurikulumnya dengan dalih perkembangan dan penyesuaian dengan jaman. Arab Saudi telah mengubah salah satu materi agama terpenting di antara bab buku-buku sekolahnya, yaitu materi al-wala’ wal bara’. Yordania, Mesir, Kuwait, dan negara lainnya juga mengubah materi yang berkaitan dengan jihad dan perang melawan kaum kafir agresor, seperti kaum Yahudi dan Nasrani. Negara-negara tersebut juga mengubah ide-ide Islam yang dibenci AS. Kondisi semacam itu juga dialami di Indonesia. Melalui perubahan kurikulum berkiblat pada barat hingga pengiriman pelajar atau pendidik untuk melihat langsung AS. Ajaran jihad pun direduksi dari “berperang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat-Nya dan mengusir kafir penjajah” menjadi jihad melawan kebodohan dan kemiskinan. Yang terjadi saat ini, kurikulum bertumpu pada pemisahan agama dengan kehidupan. Serta berkiblat pada Barat atas nama modernisasi.

Di bidang media massa, AS telah mengeluarkan dana ratusan juta dolar AS untuk mempengaruhi media masa mayoritas di negeri-negeri kaum Muslim. AS mendirikan radio VOA dan stasiun televisi al-Harrah. Itu semua untuk menyebarkan racun-racun AS di setiap rumah di negeri-negeri Arab. Kondisi di Indonesia dilakukan dengan kerja sama beberapa TV lokal dengan TV AS. Tak lupa pula, orang media massa diundang langsung ke AS untuk melihat lebih dekat AS.

Di bidang pemikiran dan ideologi, AS mempersenjatai diri dengan pusat-pusat kajian untuk pemikiran, demokrasi dan pluralisme. AS juga mendirikan organisasi-organisasi HAM untuk mempropagandakan ide-ide kebebasan menurut konsep Barat dan metode AS. Berbagai organisasi dan pusat-pusat studi ini juga dibekali dengan film-film Hollywood dan produk sains dan teknologi mutakhir yang menguasai penyebaran sebagian besar saluran-saluran televisi Arab dan non-Arab. Kampus besar di Indonesia telah membuka American Corner dan Pusat Kebudayaan AS. Tujuannya ingin mengubah pandangan orang yang selama ini menganggap AS yang arogan menjadi wajah yang manis dan berkepribadian hebat.

Kepentingan di Asia Tenggara

Pengaruh AS di Asia Tenggara sudah dirasakan sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia. Kerakusan negara penjajah menjadikan mereka berebut pengaruh dan saling menelikung. Upaya kemerdekaan Indonesia sesungguhnya dibantu oleh AS dan Uni Soviet untuk mengusir Belanda. Kemudian mengajukan persoalan ini ke PBB dan PBB menyetujui kemerdekaan Indonesia. Meski kalah Belanda masih memiliki Irian Barat. AS terus berada di balik Indonesia dalam mengusir Belanda dari Irian Barat.

Setelah AS berhasil mengusir Belanda dari Indonesia. AS berupaya menggantikan posisi Belanda. Tetapi orang-orang Indonesia melawan AS selama bertahun-tahun lamanya. Mereka tidak mau ada satu penjajah pergi lalu digantikan oleh penjajah yang lain. AS pun segera membuat rekayasa untuk mempersulit Indonesia dan menyulut revolusi-revolusi untuk menentang Indonesia. AS juga mendiamkan usaha-usaha Inggris untuk menyusup ke Indonesia melalui agen-agennya. AS juga mendorong terjadinya migrasi orang-orang Cina ke Indonesia, sebagaimana AS juga telah mendorong masuknya komunisme ke Indonesia. Akibat rekayasa-rekayasa yang menyulitkan ini akhirnya penguasa Indonesia tunduk di bawah tekanan AS.

Indonesia lalu menerima bantuan-bantuan ekonomi dan militer dari AS. Maka jatuhlah Indonesia di bawah pengaruh AS dan menjadi salah satu pengikut AS sejak masa Soekarno. Setelah terjadinya kesepakatan dua negara adidaya (AS-Uni Soviet), kedudukan AS di Indonesia semakin kuat, sehingga hanya AS saja yang dominan di Indonesia, terutama dominasi di bidang militer dan ekonomi. Dan hal itu terus berlangsung hingga hari ini.

Kondisi saat ini dengan kasat mata dapat diamati secara mendalam bahwa cengkeraman AS di Indonesia begitu kuat. Di antaranya:

1- Keberadaan Kedutaan Besar dan Konsulat Jendral

Negara yang mempunyai kedutaan berarti mempunyai hubungan diplomatik, baik bilateral maupun multilateral. Tiap negara mempunyai kepentingan sendiri-sendiri terkait keberadaan kedubesnya di negara lain. Semua bergantung pada ideologi yang dianut negara tersebut.

Terkait dengan AS yang berideologi Kapitalisme. Misi diplomatik dan kedubes disesuaikan dengan tujuan utamanya. Ideologi kapitalisme ditopang dengan penjajahan dan keserakahan untuk menguasai negara lain. AS mempunyai lima tugas yang mengerucut terkait fungsi kedubes. Dua di antaranya adalah politik dan ekonomi. Cara beroperasi AS sangat unik sebagaimana sub-bagian di antara pegawai departemen negara. (Introduction: The Role of Embassies, Kishan S Rana dan Bipul Chatterejje). Di sisi lain Jhon Perkins menyampaikan bahwa “penyebab utama kami mendirikan kedutaan di seluruh dunia adaalah untuk melayani kepentingan kami sendiri yang selama paruh terakhir abad ke 20 dimaksudkan untuk menjadikan republik Amerika suatu kekuasaan global.”(Economic Hit Man, hlm 18).

Maka jelas sekali kedubes AS di suatu negeri berkepentingan untuk memonitor kondisi negara tempat keberadaan kedubes. Informasi baik rahasia maupun peristiwa penting senantiasa dilaporkan kedubes. Ibaratkan pisau bermata dua. Kedubes AS bisa menusuk ke luar dan ke dalam. Ke luar untuk mempertahankan hegemoni dan ke dalam untuk mempertahankan penjajahan dan menyiapkan pejabat boneka AS.

2- Liberalisasi Ekonomi

WTO (World Trade Organization), IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank) menjadi lembaga yang mengatur corak perekonomian dunia. Bahkan ketiga lembaga itu masuk ke negara berkembang (semisal Indonesia) untuk menawarkan bantuan berupa hibah dan hutang luar negeri. Sepintas tugas itu mulia, namun sesungguhnya menyesatkan dan menjerat negara berkembang.

Mereka pun mengelompokkan negara-negara di dunia berdasar kondisi ekonominya. Tak lain bertujuan untuk mencengkeram dan mengeruk kekayaan suatu negara. Sebagaimana IMF yang telah memberikan hutang ke Indonesia. Pada akhirnya Indonesia dipaksa untuk membuat UU liberal semisal UU SDA, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, UU Migas, dan UU liberal lainnya.

Akibat yang ditimbulkan subsidi dicabut, ekonomi berbasis pasar, munculnya pemodal besar yang menyaplok pemodal kecil, bebas masuknya orang dan barang dari negara lain. Tujuan dari itu semua untuk meliberalisasi ekonomi dan memuaskan kerakusan negara kapitalisme.

CAFTA (China Asean Free Trade Agreement) dan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) menjadi instrumen pada perdagangan bebas. Kondisi ini memaksa Indonesia tak bisa berbuat banyak untuk keluar dari jebakan-jebakan globalisasi perdagangan. Akibatnya kerugianlah yang sering dialami Indonesia. Bahkan Indonesia bagi negara kapitalis dijadikan sebagai pangsa pasar yang subur dengan jumlah warga negara yang banyak.

Ketika China sudah masuk dalam perdagangan di Indonesia, AS merasa terancam. Sebenarnya kedua negara (AS-China) sudah tahu sama tahu dan di hadapan publik berseteru hebat. Di sisi lain, mereka menyiapkan tindakan strategis untuk mendekati penguasa Indonesia. Pada Pemilihan Presiden di Indonesia, China dan AS berperan dalam membantu pembiayaan kampanye Capres-Cawapres. Biaya itu dikeluarkan pengusaha dari AS dan China.

Sebagaimana yang dialami Jokowi-JK. Ada beberapa pengusaha keturunan China di balik kesuksesan Jokowi menuju RI-1. Begitupula, Jokowi juga didatangi Mark Zuckeberg, pemilik Facebook. Serta beberapa waktu lalu ditemui dari pejabat Microsoft.

Stabilitas ekonomi Indonesia memang masih mengekor dan dipengaruhi oleh kepentingan kapitalis. Perdagangan global dalam liberalisme akan menjadikan Indonesia sebagai bual-bualan dan dipojokkan. Indonesia pun tak mampu berdiri dengan kaki sendiri.

3- Kerjasama Militer

Geostrategis Indonesia bagi AS merupakan hal penting untuk mengamankan kepentingannya di Indonesia dan Asia Tenggara. Untuk menjaga kepentingan AS didirikanlah beberapa pangkalan di Asia Tenggara dan Australia. Strategi militer AS di Indonesia memang tidak secara nyata, sebagaimana di Irak, Afghanistan, Suriah, dan Pakistan. Keberadaannya di Indonesia lebih pada kerja sama untuk mempererat hubungan antarmiliter AS-Indonesia. Sudah puluhan kali gabungan pasukan AS dan Indonesia melakukan latihan militer bersama.

Sebagaimana tahun 2012 pernah kedatangan tiga kapal perang AS (US CG WAESCHE, US Navy USS Vandegrift FFG-48 dan USS GPN LSD 42) bersandar di Dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. AS yang diwakili Konsulat Jenderal AS di Surabaya menegaskan bahwa kapal perang milik Angkatan Laut (AL) AS yang sandar di Dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, bukanlah keinginan AS, melainkan atas undangan militer Indonesia. Akan diadakan juga latihan militer bersama dengan sandi CARAT (Cooperation of Afloat Readiness and Training). Selain itu juga akan mengadakan bakti sosial bersama. (www.republika.co.id, 17/5/2012)

Situs resmi US Navy (www.navy.mil) merilis “Blue Ridge Builds Friendship with Indonesia 15/5/2012 NNS120515-03” menjelaskan bahwa Armada USS Blue Ridge ditugaskan untuk Armada Pasifik antiterorisme dan membina hubungan positif dengan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Selain itu juga ada bakti sosial dan interaksi dengan warga Indonesia.

Rilis yang lain (USNS Mercy Deploying for Pacific Partnership 2012 ‘Preparing in Calm to Respond in Crisis’ 26/4/2012 NNS120426-16) menjelaskan beberapa agenda untuk memperkuat hubungan AS dan negara yang dikunjungi. Hubungan juga dilakukan dengan bidang militer, organisasi, dan LSM yang ada di negara tersebut. Tujuan pentingnya adalah untuk mengatasi krisis dan bencana alam.

Sesungguhnya berbagai bentuk kebijakan US Navy berupa—bakti sosial, kerjasama militer, bantuan medis, latihan bersama—tidak terlepas dari misinya. “The mission of the Navy is to maintain, train and equip combat-ready Naval forces capable of winning wars, deterring aggression and maintaining freedom of the seas.” (misi Angkatan Laut adalah untuk memelihara, melatih dan melengkapi siap-tempur Angkatan Laut sehingga mampu memenangkan perang, menghalangi agresi dan memelihara kebebasan lautan (www.navy.mil)

Marinir RI latihan bersama Amerika di Karangtekok, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur mulai 19 Maret hingga 10 April 2015. Latihan kali ini memfokuskan pada permasalahan pertempuran di darat dan di laut. Dimulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. Selama latihan, marinir Indonesia dengan marinir AS akan saling bertukar pengetahuan, khususnya materi kemampuan intai amfibi, perang hutan dan sniper melalui metode teori hingga praktik. (www.visibaru.com, 19Maret 2015)

Kerjasama militer AS-Indonesia ini mulai membaik pasca-embargo beberapa tahun silam. Kerjasama ini sesungguhnya berbahaya bagi Indonesia. Pertama, AS selama ini memposisikan sebagai militer terkuat dengan peralatan dan alutistanya yang modern. AS ingin melihat kekuatan Indonesia seberapa besar kemampuannya. Jika suatu saat terjadi perselisihan, maka AS pun sudah mengetahui kelemahan Indonesia. Kedua, industri alutista sering dimanfaatkan AS untuk meraih pasar baru. Keberadaan konflik di beberapa negara sering dimanfaatkan untuk jual beli senjata. Sebagaimana Arab Saudi yang belanja senjata militer begitu tinggi. Ketiga, karena industri milter Indonesia belum bertujuan pada kondisi perang dapat mudah dimanfaatkan AS untuk menekan kembali dan memaksa embargo. Meski ada tawaran untuk hadiah alutista, tapi teknologi itu sudah ketinggalan jaman. Bahkan AS sudah membuat alutista yang lebih canggih. Embargo diberikan kepada suatu negara biasanya terkait kepentingan AS. Keempat, militer AS sudah dapat memetakan geografi dan topografi Indonesia. Di sisi lain militer digunakan untuk melindungi kepentingan MNC dan perusahaan AS. Tak jarang, intelijen militer sering menyusup dan mendorong gerakan separatisme di wilayah konflik Indonesia.

4- Multinasional AS

MNC (Multi National Corporate) atau perusahaan AS sudah lama beroperasi di Indonesia dari pulau Sumatera hingga Papua. Keberadaan Konsulat Jenderal di beberapa pulau mengindikasikan kepentingannya di sana. Semisal keberadaan Konjen di Medan, Sumatera Utara. Perusahaan AS pun mengeksploitasi SDA berupa migas. Begitu pula Konjen di Surabaya, Jawa Timur. Keberadaan Blok Cepu, Pembangunan Smelter Freepot di Gresik, Penambangan Minyak di Blok Madura, serta rencana eksplorasi di pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur.

Lain halnya di Papua. Meski tiada konjen, di sana bercokol MNC PT Freeport dalam eksplorasi emas, tembaga, dan mineral lainnya. Keberadaan MNC AS di Papua dimulai pada tahun 1960-an hingga sekarang menjadi bukti bahwa penguasa tak mampu menjaga SDA secara mandiri. Meski mengaku mendapat keuntungan dari pembagian hasil penambangan, tetap saja Indonesia selalu dirugikan. Konflik separatisme dan keberadaan OPM (organisasi Papua Merdeka) dimanfaatkan betul untuk membenturkan daerah (Papua) dengan pusat (Jakarta). Kondisi seperti itu dapat saja berujung pada separatisme dan disintegrasi.

Begitu pula yang terjadi di Makassar. Perusahaan AS berada di sana dan menjadi sentra ekonomi-perdagangan bagi AS. Hal yang biasa dilakukan AS adalah dengan mendekati pejabat daerah untuk memuluskan rencananya. Tawaran bantuan pembangunan, beasiswa pendidikan, dan lainnya adalah hal lumrah. Itu merupakan bujuk rayu AS untuk semakin mengokohkan kepentingannya di Asia Tenggara.

Harus diakui, Indonesia menjadi perebutan kepentingan ekonomi bagi China dan AS. Begitu juga Jepang dan negara korporasi lainnya. Karena itu, segala kebijakan terkait industri dan ekonomi lebih menguntungkan mereka dibanding Indonesia. Aturan yang ada pun cenderung melindungi korporasi. Jadilah negeri ini negara korporasi yang dibangun dari kepentingan pemilik modal.

5- GWOT melalui IS-ISIS

Menteri Luar Negeri AS di masa Clinton, Medelein Albright telah menyatakan keadaan tersebut dengan berkata, “Sesungguhnya AS adalah satu bangsa yang telah dipastikan menjadi penanggung jawab dunia. AS siap untuk melakukan apa saja kapanpun dia kehendaki. Hendaklah semua pihak mengetahui bahwa kami melakukan apa yang kami inginkan dan mengubah apa yang kami kehendaki. Tidak ada hambatan-hambatan yang menghadang jalan kami, karena dunia adalah milik kami, dunia adalah milik orang-orang Amerika.”

Kesombongan itu pula yang menjadikan AS sebagai polisi dunia pasca keruntuhan WTC 11 September 2001. Gelombang istilah terorisme mulai digencarkan. Muncullah ajakan AS ke seluruh dunia dengan tema besar (GWOT) ”Global War on Terrorism”. Sasaran bidik awal yaitu jelas, Al Qoidah yang dianggap sebagai representasi bagian kekerasan dari Islam. Meski berulang kali AS menyatakan bahwa mereka memerangi teroris bukan Islam. Faktanya umat Islam selalu menjadi korban. Kemunculan Islamophobia dan pelabelan teroris pada umat Islam terjadi di seluruh belahan dunia. Bahkan istilah “Khilafah” yang bermakna negara yang menyatukan politik umat Islam dijadikan bahan lelucon serta kriminalisasi.

AS lupa bahwa apa yang selama ini dilakukan dengan mengintervensi militer negeri kaum muslim baik legal ataupun ilegal, merupakan hal yang sah. Bukan bagian dari terorisme. Padahal lagi-lagi dunia melihat dengan kasat mata. Pasukan AS membunuh wanita, anak-anak, warga sipil dengan jumlah korban yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa AS akan menggunakan istilah terorisme untuk kepentingan politiknya. Israel yang berulang kali membunuh rakyat Palestina, tak pernah disebut terorisme oleh AS. Aneh, bukan?

Wilayah Asia Tenggara yang mayoritas memeluk Islam, khususnya Indonesia dan Malaysia, menjadi ancaman bagi kepentingan AS. AS sadar bahwa Islam politik yang muncul di Indonesia dan Malaysia akan menjadi kuburan bagi AS. Karena itulah, segala cara dilakukan AS untuk membendung gerakan Islam Politik dengan pendekatan kasar hingga lunak. Bisa melalui penerbitan UU Anti Terorisme hingga pembentukan badan detasemen khusus penangkap terorisme. Semisal di Indonesia ada Densus 88 yang bekerja di lapangan. Sementara itu, BNPT (Badan Nasional Pencegahan Terorisme) bekerja untuk pembinaan dan kerja sama dalam pencegahan kemunculan radikalisme Islam.

Akhirnya, yang terjadi di Indonesia adalah terorisasi khilafah dan kriminalisasi. Masyarakat dibuat heboh dan takut dengan simbol Islam. Peristiwa maraknya ISIS dan WNI yang hijrah ke Suriah dimanfaatkan betul untuk mengelola GWOT dan menyuburkan kepentingan pihak keamanan. Umat Islam yang di dalam jiwanya terdapat Islam coba dijauhkan agar meletakkan Islam pada ranah ritual. Bukan pada negara atau pengaturan hidup. Sungguh tindakan tak beradab bagi orang-orang yang masih mempunyai akal.

Panglima TNI Jendral Moeldoko mengatakan pemerintah Indonesia melihat Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sebagai ancaman besar dunia, dan Jakarta berkeinginan meningkatkan kerjasama dengan Washington untuk menghadapi kelompok radikal ini di Asia Tenggara. Secara personal Jenderal Moeldoko meminta Kepala Kerjasama Militer AS Jendral Martin E Dempsey untuk mengizinkan pejabat tinggi TNI ikut berpartisipasi sebagai peninjau dalam Gugus Tugas anti-ISIS di Washington. Selain itu, Moeldoko juga menyarankan agar Jakarta lebih mengedepankan keinginan untuk menjadi partner lebih dekat dengan AS seperti dalam menghadapi isu China.(dilansir The Washington Times 19/12/2014 dan detik.com).

Tampaknya isu ISIS di Indonesia masih akan dijadikan mainstream untuk menghadang laju kerinduan umat pada Islam ideologis. Islam yang dijadikan sebagai standar dalam pengaturan hidup dan hukum negara. Upaya kriminalisasi dan adu domba dijadikan untuk memecah belah umat. Akhirnya umat Islam terpecah dengan sebutan ‘moderat’ dan ‘ekstrim-radikal’. Pada ujungnya, sering terjadi fitnah tak berdasar hingga sikap takfiri (saling mengafirkan). Umat pun tak punya pilihan selain mereka diam dan melihat fenomena ganjil ini.

Memposisikan AS

Umat Islam seharusnya memiliki kepekaan politik dan mengetahui tingkah polah negara-negara asing. Manuver AS seharusnya sudah bisa terbaca dan tidak mudah mengecohkan umat Islam. Wajah manis yang ditampakkan sesungguhnya hanya topeng. AS yang nyata-nyata memerangi kaum muslim baik dengan hard poweratau soft power tergolong negara muhariban fi’lan.

Sikap yang tegas seharusnya ditunjukkan umat Islam di Indonesia adalah perang dan melawan. Tidak sepatutnya tunduk dan menghamba kepada AS. Sikap seperti ini bisa saja muncul jika kepala negara mempunyai keberanian politik dan tidak takut pada negara kafir. Hal itu dikarenakan pijakan kuatnya adalah aqidah Islam. Indonesia pun harus jelas memposisikan, mana negara musuh dan mana negara kawan.

Cengkeraman AS dalam penjelasan di atas sudah cukup untuk membelalakkan mata bagi siapa pun. Termasuk kalangan tokoh umat, militer, dan mayoritas umat Islam. karena itu, saat ini tidaklah pada tempatnya ikut serta merayakan Independence Day AS. Independen Day AS di Losari Makassar sesungguhnya simbol hegemoni AS atas Indonesia. Umat Islam sudah semestinya menghapuskan pemujaan manusia terhadap orang dan kepentingan AS. Justru seharusnya, umat pun membongkar dan menghinakannya. Negara kufur merupakan negara yang rusak dan terbelakang. Lebih dari itu, negara kafir tersebut menentang aturan-aturan Islam.

Sekalipun negara-negara penjajah tidak lagi hadir dengan seragamnya militer di negeri ini, namun tugas umat ini masih sangat sulit dan jauh dari sempurnna. Hal yang seharusnya diserukan adalah untuk kembali bersama kepada pangkuan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. Tentunya ini akan mengakhiri belenggu ekonomi, politik, kebudayaan negara penjajah yang berlandas pada ideologi kapitalisme. Saatnya umat ini dan komponen bangsa bersatu padu dalam visi dan misi global menegakan Khilafah yang akan melindungi harta dan jiwa umat dari serangan penjajah. [Lajnah Siyasiyah HTI DPD Sulselbar] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Independence Day AS di Makassar, Simbol Hegemoni Atas Indonesia"

close