Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jungkat Jungkit Permainan Media


Oleh : Taufik Setia Permana 
(pengamat politik ) 

Belakangan ini pemberitaan media masa semakin hari terlihat absurd. Masyarakat dijejali dengan pemberitaan yang penuh dengan lelucon. Mungkin kasus kopi sianida dan kanjeng Dimas menjadi contoh yang nyata dihadapan kita, dan pada akhirnya malah justru media masa semakin memburamkan fakta kebobrokan yang ada.

Pengaruh besar media masa dalam menggiring opini publik dimanfaatkan oleh para elit negeri ini. Sangat jelas, tujuan utamanya tidak lain hanya untuk memuluskan kepentingannya untuk mepertahankan ideologi kapitalisme yg semakin bercokol dinegeri ini.. Dominasi kapitalisme semakin membelokkan arah tujuan media masa. Dalam negeri, media masa dijadikan trend bisnis. Kita mengenal MNC Groub yang digawangi oleh pendiri Partai Perindo Hari Tanoe yang memiliki 20 jaringan telivisi lokal dan 22 jaringan radio. Mantan mernteri BUMN Dahlan Iskan memiliki 171 industri cetak serta menguasai pertelevisian negeri ini seperti ANTV dan tvOne.

Pada tahun 2005, Raja Media dunia Rupert Murdoch langsung beraksi cepat ketika pemerintah mengizinkan asing menguasai saham media massa 20%. Maka TV 7, Star TV, ANTV, Lativi , sahamnya dikuasai 20% secara langsung dan 30 % lebih secara tidak langsung. Selain TV umum juga, bisnis Pay TV (televisi kabel, terresterial, satelit) juga tak ketinggalan dicaplok asing.. Astro TV yang menjadi Raja TV Kabel di dunia – juga bermitra dengan Grup Lippo ( yang sudah dikuasai asing ) untuk mengembangkan Kabelvision. Semetara Indosiar dan SCTV merger. . Begitupula dengan Media Nusantara Citra (MNC) yang memiliki 3 stasiun televisi (RCTI, TPI, dan Global TV). . Hebatnya mereka sudah listing di bursa yang artinya asing dapat menguasai saham secara tidak langsung lewat bursa sampai 100%.

Yang mengejutkan adalah dibulan juni 2008, Republika yang merupakan Harian Umum , didirikan oleh Ikatan Cenderkiawan Muslim Indonesia (ICMI) akhirnya melepaskan sahamnya sebesar 20% kepada The Independent News Media Group (INM). Perusahaan ini dimiliki oleh konglomerat Yahudi , Sir Anthony O'Reilly, dan termasuk pendukung utama dari program Jewish Studies. Suatu program yang menebarkan paham dan semangat yahudi bagi para intelektual dimanapun berada. Setelah pengambil alihan saham itu , Gavin O’Reilly , salah satu putra dari Anthony O'Reilly masuk dalam jajaran Komisaris dan bergabung dengan KH. Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym dan lainnya, Keberadaan Gavin O Reilly akan bertindak sebagai watchdog, untuk memastikan republika tumbuh sebagai lembaga business yang mencetak laba bukan moral.

Di negeri dimana demokrasi menjadi dogma maka siapapun menikmati kebebasan untuk melakukan apa saja asalkan ada uang dan bayar pajak. Negara memberikan akses seluas mungkin untuk berkreasi dan berprestasi walau pada akhirnya spirit moral dan budaya menjadi absurd bila sudah menyangkut kepentingan modal. Ini sebuah realita dan juga sebuah pilihan bagi negeri kita sekarang. Tidak ada yang aneh bila akhirnya , pemodal berpikir tidak hanya sebatas meningkatkan akumulasi modal tapi juga menguasai emosi public dan mengarahkan emosi public sesuai tuntutan mereka agar public menjadi mesin pencetak uang dan sekaligus menjadi loyalis. Itulah yang dapat dicermati ketika tuntutan kebebasan Pers diundangkan dan akhirnya pemerintah memberikan konsesi bagi asing untuk menguasai business media massa. Walau jumlah saham dibatasi sebesar 20% dari total saham namun jelas sekali keberadaan 20% dengan power cash ditangan , mereka bukan hanya bertindak sebagai share holder tapi juga stakeholder untuk menjadi lending resource mengembangkan perusahaan yang berbasis LABA tentunya.

Ketika kekuatan modal masuk kemedia massa , maka fungsi Pers sebagai alat perjuangan rakyat menegakkan kebenaran akan menjadi ilusi. Media massa akan bergerak secara lambat namun pasti bermetamorfosa menjadi alat menciptakan laba. Fungsi social tentu akan terkubur atau termanifulasi dalam kreatifitas informasi tanpa ada unsur edukasi tentang moral dan akhlak mulia. Media Massa akan bergerak semakin liar ;menciptakan program acara atau berita yang mendulation moral kebangsaan , kesetiaan, kehormatan indentitas bangsa. (http://culas.blogspot.co.id/2008/07/media-massa.html)

Asas kepentingan menjadikan media massa tidak konsisten dalam pemberitaanya, unsur opini bertajuk materi dengan bumbu kedustaan sering sekali dipertontonkan. Situasi ini semakin diperburuk ketika media pers malah senang berkompromi dengan para elit negeri, hingga para jurnalis media masa hanya menjadi abdi para penguasa untuk merekayasa pemberitaan yang dikonsumsi oleh masyarakat. 

Benar faktanya media selalu memilih berita yang dianggap menguntungkan namun sungguh disayangkan jika pemberitaan hanya sebuah propaganda, pencitraan yang tidak lain hanya untuk mempertahankan ideologi kapitalis hingga mereka sendiri yang akan memburamkan kebenaran. Lihat bagaimana kasus penistaan agama oleh ahok, seolah-olah media menjadi penengah akan tetapi justru menjadi pihak dominan dalam pengadu domba umat muslim.

Semakin lihainya media masa dalam mempropaganda problema umat ini tidak jauh dengan dana segar para elit parpol. Mereka mampu menerkam lawan politik ataupun justru mendoktrin permasalahan. Isu terorisme yang dibenturkan dengan agama Islam dijadikanlah sumber keresahan ditengah-tengah masyarakat. Barat menggunakan industri media sekuler seperti AOL-Time Warner , The Walt Disney Co, Bertelsmann AG, Viacom, News Corporation, Vivendi Universal untuk memviralkan isu teroris yang distigmanisasi terhadap islam, sehingga media kroco-kroco yang menjadi komprador barat akan membebek. Jelas ini kedustaan besar...

Maka jika kita melihat dengan fakta yang ada kasus teroris menjadi ajang yang menarik diberitakan. Alasannya, selain menguntungkan sektor materi berita ini juga sebagai usaha untuk membendung munculnya ideologi baru. Ideologi Islam yang selama ini dikawatirkan banyak masyarakat terutama di Eropa menjadi hal yang disoroti. Usaha untuk menyudutkan Islam sering digencarkan untuk menyebarkan virus Islamophobia, hingga kita mengenal Charlie Hebdo yang sering membuat berita rasis.

Sesuai dengan perkataan Malcom “The media’s the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and make the guilty innocent, andthat’s power. Because they control the minds of masses”. Kekuasaan para elit menjadikan mereka mengubah arah media seabagai alat hegemoni ideologi. Amerika dan negara-negara pembenci islam mengeksploitasi sumber daya alam di negeri-negeri muslim, genosida yang korbannya tidak lain adalah muslim, dan pencitraan buruk terhadap Islam merupakan bukti kekawatiran mereka terhadap ideologi Islam.

Kesadaran terhadap kepentingan-kepentingan inilah yang harus diperhatikan. Media masa yang sudah tidak objektif sering sekali menjadi duri yang semakin membuat buta masyarakat. Sudah saatnya media masa objektif terhadap penilain sebuah permasalah dan sudah saatnya media masa menjadi media yang terdepan dalam memahamkan masyarakat. [VM]

Posting Komentar untuk "Jungkat Jungkit Permainan Media"

close