Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesejahteraan Tarif Tol, Hanyalah Ilusi di Sistem Saat Ini





Oleh: Hestiya Latifah (Mahasiswi, Aktivis Dakwah)


Jasamarga Transjawa Tol, anak perusahaan dari Jasamarga yang mengelola jalan tol Jakarta-Cikampek akan menaikkan tarif tol dalam waktu dekat. Akan tetapi, kenaikannya sangat signifikan terutama arus Jakarta-Kalihurip menuju Bandung.

(Cnbcindonesia.com, 4/3/2024)

Kabarnya, kenaikan tarif tol ini di mulai sejak 9 Maret 2024 lalu. Di mana perubahan tarif ini mengundang protes karena tarif yang ada saat ini dirasa kurang adil dan membuat masyarakat merasakan kenaikan tarif secara signifikan.

Sementara itu, alasan kenaikan tarif menurut operator karena pertimbangan inflasi untuk Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek dari periode September 2016 hingga Desember 2023 serta hitungan inflasi untuk segmen Jalan Layang MBZ mulai periode Oktober 2020 hingga Desember 2023.

(Cnbcindonesia.com, 9/3/2024)

Dampak kenaikan ini sangat luar biasa, salah satunya bagi perusahaan yang tentu akan meningkatkan kos operasional perusahaan logistik. Imbas kenaikan tarif tol juga jelas akan dirasakan masyarakat secara umum, khususnya pada berbagai harga barang yang akan mengalami peningkatan. Dapat dipastikan beban masyarakat semakin bertambah.

Faktanya, sadar atau tidak, kenaikan tarif tol memang sebuah agenda yang dilakukan secara berkala dua tahun sekali mengikuti laju inflasi dan diatur dalam UU 38/2004 tentang Jalan dan PP 15/2005 tentang Jalan Tol dengan perubahan terakhir pada PP 17/2021.

Di mana pemerintah maupun operator jalan tol menggunakan diksi yang sama, yakni “penyesuaian tarif”. Alasan mereka bahwa kenaikan tarif tol memang suatu kesengajaan yang dilakukan sebagai wujud kepastian pengembalian investasi sesuai dengan business plan. Siapa pun yang akan membangun jalan tol, sudah mengetahui tarif ini dari awal. Selain itu, sudah ada kepastian kenaikan tarif bagi investor, yakni setiap dua tahun akan ada penyesuaian sesuai inflasi.

Kapitalisme, Sumber Bertambahnya Beban Rakyat

Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, telah mengizinkan negara menyerahkan tanggung jawab tata kelola layanan publik kepada korporasi swasta/operator, termasuk pembangunan infrastruktur jalan umum. Inilah skema yang disebut Kerja sama Pemerintah dengan Swasta (KPS) atau Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Dengan adanya skema ini pemerintah melakukan pembangunan jalan tol di Indonesia, baik dalam pendanaan maupun pengambilan keputusannya yang kemudian jalan-jalan tol yang dibangun mengharuskan adanya pengembalian dana pembangunan jalan sekaligus keuntungan yang didapat, yaitu melalui penarikan tarif bagi siapa pun yang melintasi jalan tersebut hingga para operator/korporasi swasta itu mendapatkan keuntungan yang besar secara terus-menerus. 

Jelas bahwa yang dilakukan korporasi swasta/operator bukan pelayanan prima kepada rakyat, melainkan justru yang diberikan adalah pelayanan minimum. Berdalih ingin memberikan kemudahan, namun malah menyusahkan rakyat. Bahkan, operator jalan tol diberikan kekuatan secara regulasi oleh pemerintah untuk melakukan penyesuaian tarif tol yang merupakan penyesuaian tarif regular dan telah diatur dalam UU. Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi senjata agar dapat melanjutkan kenaikan tarif tol. 

Alhasil, peraturan itu menjadi legal dan tidak dapat dihindarkan oleh siapa pun maupun digugat. Kenaikan tarif tol menjadi penambahan beban hidup bagi rakyat dan rakyat tidak dapat berwenang dalam mengubah aturan yang telah dibuat dan disahkan. Hingga akhirnya, rakyat lagi yang menjadi korban.

Begitulah buruknya sistem kapitalisme, penyebab pemerintah hanya sibuk memikirkan kelangsungan bisnis para korporasi (operator). Bukannya memperhatikan rakyat yang membutuhkan infrastruktur jalan yang bebas biaya, negara justru malah memberikan berbagai kemudahan kepada operator jalan tol di dalam mencari keuntungan.

Maka selama sistem kapitalisme ini diberlakukan, selama itu pula tarif tol akan terus naik dan sudah pasti akan membuat rakyat semakin sengsara. Oleh karena itu, kelalaian negara ini harus dihentikan.

Islam Memastikan Kesejahteraan Rakyat

Berbeda dengan konsep Islam, yakni Khilafah, pembangunan infrastruktur jalan adalah bertujuan sebagai kemaslahatan publik yaitu bentuk realisasi tanggung jawab penguasa dalam pelayanan kepada publik. Tidak ada biaya yang harus dibebankan kepada publik alias gratis.

Tata kelola transportasi publik dalam Islam adalah tanggung jawab yang Allah bebankan kepada seorang khalifah (kepala negara). Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Untuk alasan apa pun, khalifah tidak dibenarkan menyerahkan tanggung jawab tata kelola pelayanan publik kepada swasta/korporasi, termasuk pengelolaan infrastruktur jalan umum.

Dikarenakan tujuan utama pembangunan infrastruktur adalah untuk kemaslahatan rakyat secara umum, bukan untuk kemaslahatan swasta atau pun korporasi, maka jalan umum tidak boleh dikelola swasta/korporasi yang mencari keuntungan dengan cara berbayar bagi yang melintasinya. Alhasil, orang yang tidak mampu membayar tidak boleh melintas di jalan tol. Hal semacam ini tidak boleh ada di dalam Khilafah.

Pada dasarnya, publik menginginkan jalan yang mudah dan cepat untuk mencapai tujuannya, agar segala aktivitas mereka dapat terlaksana dengan baik tanpa dibebani berbagai pembayaran yang memberatkan di dalam perjalanannya. Hal ini tidak mungkin terjadi di dalam sistem kapitalisme yang berfokus pada mencari keuntungan materi semata, bukan memberi kemudahan dan bukan melayani publik.

Dengan demikian, negara harus segera beralih dari sistem kehidupan kapitalisme yang selalu membuat kesusahan dan kerugian, ke sistem yang memberikan kemudahan dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat, yaitu sistem kehidupan Islam (Khilafah).

Wallahu 'alam bishawab. 

Posting Komentar untuk "Kesejahteraan Tarif Tol, Hanyalah Ilusi di Sistem Saat Ini"

close