[Jawab Soal] Mengenai Perkembangan Terakhir di Suriah
Mengapa setelah dua tahun konflik baru sekarang intervensi dipertimbangkan ?
Meskipun semua retorika AS dan Barat, tidak satupun dari mereka yang
serius akan melakukan penyingkiran Bashar al-Assad. Pembicaraan antara
beberapa kelompok pemberontak dan Barat selama 2 tahun terakhir apakah
itu pembicaraan Jenewa 1 maupun Jenewa 2 telah berpusat pada negosiasi
dengan rezim Bashar dan menerima kelanjutan rezim itu dalam berbagai
penyamarannya.
Akibatnya, pembicaraan ini telah memberikan Bashar al – Assad suatu
penutup untuk mengakhiri pemberontakan, dengan menggunakan alat apapun
yang dia perlukan untuk mencapai tujuannya. Namun al-Assad telah
kehilangan wilayah Utara negara, wilayah Selatan, wilayah pedesaan dan
baru-baru ini saja merebut kembali Provinsi Homs, yang sedang
diperjuangkan untuk dipertahankan. Kelompok oposisi telah merebut
wilayah Timur Damaskus dari tangan rezim – yang merupakan ibukota negara
dan markas rezim. Intervensi yang dilakukan oleh Hizbullah 6 bulan yang
lalu telah gagal membendung kemajuan kelompok-kelompok oposisi.
Kemungkinan intervensi oleh Barat akan dilakukan ketika kelompok-kelompok pejuang sudah hampir menggulingkan rezim Bashar.
Apakah penggunaan senjata kimia, benar-benar merupakan alasan untuk segera melakukan intervensi?
Senjata kimia digunakan meskipun bukan ciri utama dari pertempuran di
Suriah namun akhir-akhir ini menjadi hal yang biasa. Hal ini
dikarenakan al – Assad, sudah putus asa untuk mempertahankan cengkeraman
kekuasaannya, dan dipaksa mengambil tindakan yang menunjukkan rasa
putus asanya ini, pada saat pihak pejuang merangsek masuk ke Damaskus.
Dokumen-dokumen yang dimiliki Inggris mengenai penggunaan senjata
kimia oleh rezim tercatat telah digunakan 14 kali dalam berbagai
kesempatan yang berbeda, namun tidak ada ada negara manapun di Barat
yang mempermasalahkannya. Koran The Independent mengungkapkan pada
tanggal 2 September bahwa Inggris sendiri yang mengekspor gas saraf ke
Suriah, kurang dari setahun yang lalu. ‘Garis Merah’ yang ditetapkan
oleh Barack Obama mengenai penggunaan senjata kimia telah lebih
fleksibel daripada utang Amerika. Oleh karena itu, menggunakan senjata
kimia sebagai dalih invasi menimbulkan pertanyaan serius ‘kenapa baru
sekarang?
Penggunaan senjata kimia juga harus diletakkan ke dalam suatu
perspektif, sementara serangan kimia baru-baru ini menewaskan sekitar
1.500 orang, lebih dari 100.000 orang telah terbunuh dengan senjata
konvensional melalui pengepungan terhadap berbagai kota, serangan udara
yang tidak pandang bulu dan pembantaian oleh milisi negara. Barat telah
secara konsisten bersiap siaga baik dengan senjata pemusnah massal atau
dengan senjata konvensional.
Semua ini menunjukkan bahwa motif untuk melakukan intervensi pada saat ini pasti bukanlah karena serangan senjata kimia baru-baru ini.
Tentu saja serangan terhadap rezim al-Assad akan merupakan sesuatu yang baik?
Baik AS maupun Inggris telah berusaha keras untuk menjelaskan bahwa
setiap rencana serangan terhadap Suriah adalah terbatas dan tidak akan
mencakup pergantian rezim. Jay Carney, Sekretaris Pers Gedung Putih
mengatakan kepada wartawan pada tanggal 27 Agustus: ” Saya ingin
memperjelas bahwa opsi yang kita sedang pertimbangkan bukanlah tentang
pergantian rezim. Melainkan tentang tanggapan atas pelanggaran yang
jelas atas standar internasional yang melarang penggunaan senjata
kimia”. David Cameron, Perdana Menteri Inggris, membuka perdebatan
negara mengenai intervensi itu dengan mempertegas tujuan-tujuan Inggris,
dia mengatakan : ” Hal ini bukanlah tentang mendukung salah satu pihak
yang berkonflik, bukan tentang invasi, bukan tentang pergantian rezim
atau bekerja lebih erat dengan pihak oposisi. Hal ini adalah tentang
penggunaan senjata kimia berskala besar dan bagaimana tanggapan kita
terhadap kejahatan perang- bukan yang lain ”
Oleh karena itu intervensi Barat bukanlah tentang penyingkiran rezim
al-Assad. Lembaga untuk studi perang dalam suatu analisis taktisnya
berkomentar : “Kapal perang Angkatan Laut AS sudah dalam posisi untuk
menyerang Suriah dengan menggunakan berbagai Serangan Rudal Darat
Tomahawk jarak jauh (long-range TLAM-Tomahawk Land Attack Missiles).
Serangan semacam ini dapat menyebabkan berbagai tingkat kerusakan
terbatas pada kemampuan rezim Assad untuk menggunakan lebih banyak
senjata kimia atau melanjutkan operasi yang efektif terhadap kelompok
oposisi. Namun, hal ini tidak dapat menghentikan kemampuan militer atau
kimia senjata dari rezim Bashar, juga tidak menyebabkan menurunkan
kemampuannya bagi rezim untuk melakukan operasi. Serangan semacam ini
akan menjadi tidak efektif. ”
Dapatkah tentara Muslim melakukan campur tangan?
Turki dan Mesir memiliki kemampuan yang lebih dari cukup untuk menyingkirkan rezim al-Assad. Namun, mereka tetap hanya menjadi penonton, dan menolak menggunakan tentara mereka.
Bashar al – Assad dipaksa menggunakan pasukan garda republik dan
divisi lapis baja ke-4 karena sisa tentaranya sebagian besar adalah
kelompok Sunni dan tidak dapat dipercaya. Intervensi Mesir atau Turki
akan menghadapi pasukan yang berkekuatan antara 20.000 – 80.000
personil. Karena Turki berbagi perbatasan dengan Suriah, Turki tidak
memiliki jalur pasokan yang panjang dan bisa dengan cepat memasok
pasukan bila diperlukan. Angkatan bersenjata Turki yang besar dalam
ukuran akan segera memukul pertahanan al-Assad. Turki membuat sendiri
Kendaraan Lapis Baja Pengangkut Personnel Militer (Armoured Personnel
Carriers-APC) dan tank-tank, sementara Suriah tidak memiliki industri
pertahanan yang bisa dibanggakan. Suriah akan menderita dan berupaya
memasok dalam jumlah besar karena mereka sangat bergantung pada pasokan
luar untuk mengganti peralatan yang hancur, fasilitas produksi Turki
dapat terus menggelar APC dan tank jika diperlukan.
Suatu serangan darat yang dikombinasikan dengan serangan udara akan
menonaktifkan baterai Rudal Darat ke Udara (SAM-Surface-Air Missile)
milik Suriah. Turki mengembangkan sendiri kendaraan tidak berawak udara
yang bisa mengambil dan menguasai sistem pertahanan rudal Suriah.
Sementara Turki memiliki 800 pesawat tempur dimana 350 diantaranya
adalah pesawat tempur F15 fighting falcon yang mampu melakukan manuver
9g dan memiliki kecepatan lebih dari Mach 2, yang bukan merupakan
tandingan pesawat-pesawat MiG al-Assad dari era Uni Suviet yang dibuat
pada tahun 1960-an.
Suatu perbedaan penting antara
kemampuan tempur udara Suriah dan Turki adalah bahwa Turki memiliki
sistem pendukung yang modern bagi pesawat-pesawatnya yang terbang dan
hasilnya adalah proporsi tinggi dari pesawat-pesawat yang tersedia
untuk bisa beroperasi kapan saja.
Semua ini menunjukkan bahwa kemampuan militer adalah untuk mengakhiri krisis, namun kemauan politik yang tidak ada.
Siapa yang akan menggantikan Bashar al – Assad ?
Untuk saat ini ada tiga posisi skenario pasca – Assad. Posisi AS
adalah berupaya sekuat mungkin mempertahankan rezim al-Assad (termasuk
Bashar al – Assad jika mungkin) dengan beberapa wajah baru dalam
kepemimpinan. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta mengakui hal ini pada
tahun 2012 : “Saya pikir itu penting pada saat Assad hengkang – dan dia
akan hengkang – untuk mencoba menjaga stabilitas negara itu. Dan cara
terbaik untuk mempertahankan stabilitas adalah dengan mempertahankan
sebanyak mungkin militer, polisi, sebanyak yang bisa anda lakukan,
bersama dengan pasukan keamanan, dan berharap bahwa mereka akan
melakukan transisi ke suatu bentuk pemerintahan yang demokratis. Itulah
kuncinya. ”
Posisi Eropa atas kepemimpinan Suriah di masa depan adalah dengan
menggulingkan sama sekali rezim Ba’athis dan menggantinya dengan wajah
baru yang dengannya mereka telah bernegosiasi. Dalam upaya ini Prancis
dan Inggris mendirikan kelompok ‘Sahabat Suriah (Friends of Syria).
Kelompok ini menghabiskan lebih banyak waktu di London dan Paris,
daripada berjuang di Suriah. Kelompok ini membentuk pemerintahan
transisi dan memilih Ghassum Hitto sebagai pemimpin interim, namun
kelompok itu tidak memiliki basis di Suriah saat ini.
Kaum Muslim Suriah dan kelompok-kelompok pejuang utama telah menyatakan mereka tidak ingin bernegosiasi dengan rezim sama sekali dan bahwa kelompok-kelompok dimana pihak barat sedang bernegosiasi dengannya bukanlah mewakili rakyat Suriah karena mereka berada di pengasingan selama beberapa dekade. Dalam minggu-minggu kedua dan ketiga bulan Juni 2013, berita Al – Jazeera menayangkan serangkaian wawancara (dalam bahasa Arab) dengan para pemimpin kelompok bersenjata utama yang melawan rezim Al – Assad di Suriah. Mereka semua jelas menyatakan Islam akan memainkan perannya yang sentral setelah jatuhnya al-Assad.
Kemajuan apa yang dibuat dari kelompok-kelompok pejuang dalam menggulingkan al – Assad ?
Setelah 2 tahun dan enam bulan kelompok-kelompok pejuang menguasai
bagian utara negara dan rezim al-Assad sudah menyerah dan berusaha
merebut kembali wilayahnya. Banyak wilayah Selatan yang di bawah kendali
penantang Assad, namun pertempuran sengit terus berlanjut. Pusat negara
dari Provinsi Homs lewat Damaskus hingga ke pantai adalah tempat-tempat
dimana pertempuran terus berlanjut.
Masuknya Hizbullah dalam konflik dalam 6 bulan terakhir dan
intervensi Iran memastikan rezim al-Assad tidak runtuh. Namun, meskipun
rezim mendapat keuntungan di Damaskus kekuatan-kekuatan oposisi telah
melancarkan serangan besar, yang memasuki banyak wilayah yang dikuasai
pemerintah dan mendapatkan tanah baru. Banyak wilayah di Timur Damaskus
yang berada di bawah kendali pasukan pejuang dan pertempuran untuk
memperebutkan Damaskus Selatan terus berlanjut. Dengan pertempuran yang
sedang terjadi di ibukota negara, rasa putus asa al-Assad diungkapkan
dengan serangan kimia baru-baru ini yang ditargetkan pada wilayah
Ghoutia, yang merupakan pinggiran Damaskus Timur.
Kelompok pejuang saat ini menguasai lebih banyak wilayah dari tangan
al – Assad, namun wilayah kritis tetap dalam tangan rezim. Sungguh
ironis bahwa saat pasukan pejuang membuat kemajuan di Damaskus,
pembicaraan intervensi Barat berpusat pada pertanyaan kapan al-Assad
hengkang.
Bisakah Suriah menjadi negara Islam yang layak?
Sebagai sebuah negara, Suriah berada di jantung Timur Tengah dengan
perbatasan di Mediterania dan perbatasan dengan negara-negara kunci di
kawasan itu. Suriah menghasilkan sejumlah besar minyak dan gas namun
lokasi negara itu sangat strategis dalam hal transit energi.
Setelah pengolahan minyak, perekonomian Suriah didominasi oleh
pertanian. Suriah Utara mendapat air dari Sungai Efrat bagi sebagian
besar sejarah Suriah yang berhasil melakukan swasembada di bidang
pertanian. Sebagian besar ekspor negara adalah berbasis pertanian,
sebagian besar manufaktur didasarkan pada pengolahan hasil pertanian,
sebagian besar perdagangan adalah berbasis pertanian, dan banyak layanan
juga terkait dengan produksi pertanian.
Suriah memiliki sangat sedikit industri pertahanan yang bisa
dibanggakan, sehingga menjadikan negara itu bergantung pada pengadaan
senjata dan sistem militer dari asing.
Dengan mempertimbangkan semua hal ini, akan sangat sulit bagi Suriah
untuk bertahan sendiri sebagai negara Islam, namun jika bergabung dengan
negara di sekitarnya Suriah akan menjadi negara yang layak. Perlu
diingat sepanjang sejarah, bahwa perbatasan Suriah jauh lebih besar
daripada sekarang, wilayah al- Sham terdiri dari Palestina, Libanon,
Yordania, Israel dan sebagian wilayah Selatan Turki. (rz) [Adnan Khan (Hizbut Tahrir Inggris)]
Posting Komentar untuk "[Jawab Soal] Mengenai Perkembangan Terakhir di Suriah"