Kewajiban Taat Kepada Pemimpin Kaum Muslimin
Terdapat hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk taat kepada pemimpin atau taat kepada penguasa,
dalam arti tetap setia di bawah kepemimpinannya, dan tetap melaksanakan
perintah-perintahnya. Kita hanya dibolehkan menyelisihi perintahnya
ketika perintah itu merupakan perbuatan maksiat kepada Allah, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq.” Meski begitu, kita tetap dilarang melawan atau melepaskan kesetiaan kita kepada pemimpin tersebut. Inilah kewajiban untuk taat kepada ulil amri.
Di antara hadits-hadits yang
memerintahkan ketaatan dan kesetiaan kepada pemimpin kaum muslimin meski
ia tidak adil antara lain adalah:
Dari Ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bagi
setiap muslim, wajib taat dan mendengar kepada pemimpin (penguasa) kaum
muslimin dalam hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai (dibenci)
kecuali jika diperintahkan dalam maksiat. Jika diperintahkan dalam hal
maksiat, maka boleh menerima perintah tersebut dan tidak boleh taat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari ‘Auf bin Malik radliyallahu ‘anhu, beliau berkata:”Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : “Sebaik-baik
pemimpin kamu adalah pemimpin yang kamu cintai dan ia pun mencintaimu.
Kamu mendoakannya, dan ia pun mendoakanmu. Adapun seburuk-buruk pemimpin
kamu adalah pemimpin yang kamu benci dan ia pun membencimu. Kamu
melaknatnya dan ia pun melaknatmu”. Kami (para shahabat) bertanya :
”Wahai Rasulullah, apakah kami boleh melawan mereka dengan pedang
(memberontak) atas hal itu ?”. Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam pun
menjawab : ”Jangan, selagi ia masih menegakkan shalat bersamamu” (dua
kali). Ketahuilah, barangsiapa yang dipimpin oleh seorang pemimpin,
kemudian ia melihat pemimpin tersebut melakukan kemaksiatan kepada
Allah, maka bencilah kemaksiatan tersebut, dan jangan melepaskan tangan
dari ketaatan kepadanya” (HR. Muslim)
Dari Ummu Salamah radliyallaahu ’anha bahwa Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Akan
diangkat para penguasa untuk kalian. Lalu engkau mengenalinya dan
kemudian engkau mengingkarinya (karena ia telah berbuat maksiat).
Barangsiapa yang benci, maka ia telah berlepas tangan. Barangsiapa yang
mengingkarinya, sungguh ia telah selamat. Akan tetapi, lain halnya
dengan orang yang ridla dan patuh terhadap pemimpin tersebut”. Para
shahabat bertanya : ”Wahai Rasulullah, apakah kami boleh memeranginya
?”. Beliau menjawab : ”Tidak, selama mereka mengerjakan shalat, yaitu
barangsiapa yang membenci dan mengingkari dengan hatinya” (HR. Muslim)
Hanya saja, pemimpin yang dimaksud di
sini bukan sembarang pemimpin yang memerintah kaum muslimin. Sebab, ada
hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummul Hushain radliyallahu ‘anha, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن أمر عليكم عبد مجدع حسبتها قالت أسود يقودكم بكتاب الله تعالى فاسمعوا له وأطيعوا
“meski kalian dipimpin oleh seorang budak dengan Kitabullah, maka taat dan dengarlah.”
Sementara itu, Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dengan redaksi:
يا أيها الناس اتقوا الله وان أمر عليكم عبد حبشي مجدع فاسمعوا له وأطيعوا ما أقام فيكم كتاب الله عز و جل
“Wahai manusia, bertakwalah kalian
kepada Allah sekalipun yang memerintah kalian adalah seorang budak
Habsyah yang pesek hidungnya, dengar dan taatlah selama dia menegakkan
Kitabullah Azza Wa jalla di tengah-tengah kalian.” Adz-Dzahabi dan
Syu’aib al-Arna’uth menyatakan bahwa hadits ini shahih.
Imam An Nawawi dalam syarah-nya menyatakan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan untuk mentaati ulil amri meski pun pada dirinya
terdapat kekurangan tersebut selama ia memimpin dengan kitabullah. Para
ulama berkata: maksudnya selama ia berpegang teguh kepada Islam dan
menyeru kepada kitabullah Ta’ala walau bagaimana pun keadaan diri
mereka, agama mereka dan akhlaq mereka.”
Dengan demikian, jika hadits-hadits di
atas dipahami bersama dengan hadits yang memerintahkan taat secara
mutlak kepada pemimpin, maka kita dapat mengakatan bahwa pemimpin yang
kita diperintahkan untuk tetap mentaatinya meski ia fajir adalah
pemimpin yang tetap mendasarkan pemerintahannya kepada Islam (yang dalam
hadits disimbolkan dengan kitabullah), dan tetap berkomitmen untuk
menegakkan syariat Islam meski di sana-sini mungkin ditemukan berbagai
pelanggaran dalam pemerintahannya maupun dalam diri pribadi mereka,
seperti sebagian dari para khalifah Bani Umayyah, Bani ‘Abbas dan Bani
‘Utsman.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi
pemimpin yang mencampakkan Islam dalam dalam kehidupan bernegara, tak
mau menjalankan pemerintahan di atas prinsip akidah Islam, tak mau
terikat kepada syariah Islam dalam hukum dan kebijakannya, dan tak
berniat menerapkan hukum-hukum Islam atas warga negaranya. Maka, jika
kita proyeksikan ke zaman kita sekarang, ketentuan taat kepada pemimpin
ini tak berlaku bagi mereka yang membangun pemerintahannya di atas
sekularisme, dan justru berhukum kepada perundangan yang digali dari
akal dan hawa nafsu manusia seraya melupakan dan mencampakkan syariat
Allah. Sebab, mencampakkan hukum Islam seraya tak mengimani
keshahihannya untuk diterapkan, kemudian justru berhukum kepada selain
hukum Islam merupakan kekufuran yang nyata sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Katsir ketika menafsirkan Surat al-Maidah ayat 50. Dengan demikian, kita telah membawa hal yang mutlak kepada yang muqayyad.
Dan dari ‘Ubadah bin ash-Shamit radliyallahu ‘anhu, beliau berkata:
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ
بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا
وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ
الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ « إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا
عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ »
“Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru
kami maka kami berbai’at kepada beliau, diantara yang beliau minta
kepada kami dalam bai’at itu adalah kesanggupan untuk mendengar dan taat
baik dalam keadaan ringan atau berat, dalam keadaan sulit atau mudah
dan ketika kami diperlakukan tidak adil dan agar kami tidak menggoyang
kepemimpinan seseorang, beliau bersabda: “…kecuali apabila kalian
melihat kekufuran yang nyata (kufur bawaah) dengan diiringi bukti yang jelas dari Allah.” (Muttafaq ‘Alaih dengan redaksi hadits riwayat Muslim.). [Titok Priastomo]
Posting Komentar untuk "Kewajiban Taat Kepada Pemimpin Kaum Muslimin"