JKN, Kesehatan Gratis atau Prabayar?
Logo BPJS (Sumber : Istimewa) |
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) telah diberlakukan mulai 1 Januari 2014
oleh pemerintah, dengan JKN seluruh rakyat akan mendapat jaminan
kesehatan. JKN diklaim oleh pemerintah yang UU-nya disahkan oleh DPR
sebagai jalan bagi rakyat yang akan mendapat pelayanan kesehatan gratis.
Pelaksanaan JKN merupakan amanat dari UU No. 40 th. 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 th. 2011 tentang Badan
Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). UU SJSN Pasal 19 ayat 1 menegaskan:
Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Prinsip ekuitas artinya tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan. UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Hak rakyat justru diubah menjadi kewajiban rakyat.
Konsekuensinya, rakyat kehilangan haknya untuk mendapat jaminan kesehatan yang seharusnya wajib dipenuhi oleh negara. Fakta Lapangan Sejak diterapkan JKN oleh BPJS banyak fakta yang terjadi di lapangan ternyata kesehatan gratis untuk masyarakat belum terelesiasi. Realitanya justru sebaliknya, pelayanan penyelenggara JKN yang dikelola oleh BPJS memuculkan sejumlah persoalan dimasyarakat, sebagaimana di beritakan seorang purnawirawan tentara menjadi korban buruknya pelayanan BPJS, purnawirawan TNI berpangkat Mayor Jenderal dilaporkan ditolak berobat di sebuah rumah sakit karena Askes yang menjadi jaminan selama ini sudah tidak berlaku lagi. (http://www.shnews.co/, 08/01/14).
Purnawiran TNI saja ditolak berobat, bagaimana rakyat kecil ?, beberapa keluhan buruknya pelayanan BPJS juga disampaikan dari berbagai daerah. Salah seorang peserta BPJS di Makassar Sulawesi Selatan, Nikolaus Beni yang mengantar istrinya berobat, menyampaikan BPJS mulai terlihat menyusahkan rakyat karena pelayanannya kurang bagus di lapangan. Bahkan, obat-obatan yang selama ini ditanggung Askes malah sekarang tidak ditanggung lagi. Ia menyebutkan, semangat dari BPJS bertujuan membantu masyarakat, ternyata jauh dari harapan. (http://beritakotamakassar.com/, 04/01/14) Lain lagi yang terjadi di Kota Sorong, Ketua DKR Papua Barat, Alexander Sitanala Kepada SH, pada hari selasa (07/10/14) menyampaikan bahwa bahwa di Kota Sorong secara tidak langsung BPJS telah dijalankan.
Semua pelayanan kesehatan yang tadinya gratis sekarang sudah tidak lagi. Banyak keluarga-keluarga pasien disuruh membeli obat di apotek. Keluarga pasien mulai emosi dan marah karena tidak tahu tentang program BPJS. (http://hizbut-tahrir.or.id//, 10/01/14) Pemerintah bisa saja berargumen bahwa, pelaksanaan JKN baru dilaksanakan beberapa hari sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan adalah hal yang wajar, tapi menjadi pertanyaan kenapa kebijakan harus dipaksakan kalau seluruh aparatur serta sarananya belum siap dilapangan.
Ketika dikaji lebih dalam, ternyata JKN itu hanya propaganda, tapi realita sesungguhnya adalah asuransi kesehatan nasional bukan jaminan kesehatan nasional, tentu ini dua hal yang sangat berbeda bahkan berkebalikan. Bayar Dulu Sistem JKN ini tidak ada yang gratis, justru seluruh rakyat wajib membayar dahulu (prabayar), tiap bulan. Hanya peserta yang membayar premi yang akan dapat layanan kesehatan JKN. Itu wajib bagi seluruh rakyat sesuai prinsip kepesertaan wajib UU SJSN. Yakni seluruh penduduk wajib jadi peserta asuransi sosial kesehatan (JKN), dan tentu wajib membayar premi/iuran tiap bulan. Meskipun iuran untuk orang miskin dibayar oleh pemerintah dan mereka disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI), atas nama hak sosial rakyat itupun tentunya dari pajak rakyat. Jadi realitanya, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan sesama rakyat lainnya. Sehingga tidak ada yang gratis untuk rakyat. Justru rakyat wajib bayar iuran, baik layanan itu ia pakai atau tidak.
JKN lebih tepat disebut layanan kesehatan prabayar, persis seperti layanan telepon prabayar. Sebab setiap rakyat wajib bayar premi (iuran) tiap bulan, baik layanan itu dimanfaatkan bulan itu atau tidak. Jika tidak bayar maka tidak akan mendapat manfaat layanan kesehatan JKN. Besarnya iuran per bulan telah ditetapkan. Dalam Perpres ditetapkan nominal iuran PBI per jiwa Rp. 19.225, akan mendapat layanan rawat inap kelas 3.
Iuran PNS/TNI/Polri/pensiunan sebesar 5% per keluarga (2% dari pekerja dan 3% dari pemberi kerja) dan akan dapat layanan rawat inap kelas 1 untuk golongan III ke atas atau yang setara, dan rawat inap kelas 2 untuk di bawah golongan III. Untuk pekerja penerima upah selain PNS dan lainnya, iuran ditetapkan 4,5% per keluarga (0,5% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja) hingga 30 Juni 2015, dan menjadi 5% per keluarga (1% dari pekerja dan 4% dari pemberi kerja) mulai 1 Juli 2015. Mereka akan mendapat layanan rawat inap kelas 1 jika bergaji lebih dari dua kali pendapatan tidak kena pajak (sekitar Rp. 4 juta) dan rawat inap kelas 2 jika bergaji di bawahnya.
Jika pekerja bergaji Rp 2 juta, sampai 30 Juni 2015, ia harus membayar Rp. 10 ribu per keluarga (untuk 5 anggota keluarga), dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Dan mulai 1 Juli 2015, tiap pekerja harus membayar Rp. 20 ribu, dan pemberi kerja harus membayar Rp. 80 ribu untuk tiap pekerjanya. Jadi pemberi kerja tiap bulan harus membayar Rp. 80 ribu dikalikan jumlah pekerjanya. Sementara untuk pekerja bukan penerima upah (bekerja sendiri) atau bukan pekerja, iuran Rp. 25.500 per jiwa (layanan rawat inap kelas 3), Rp. 42.500 per jiwa (rawat inap kelas 2), dan Rp. 59.500 per jiwa (rawat inap kelas 1). Untuk satu keluarga tinggal dikalikan jumlah anggota keluarga. Jumlah itulah yang wajib dibayarkan tiap bulan.
Pemerintah yang harusnya jadi pelayan masyarakat, termasuk kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar, wajib menyediakannya secara gratis, demikianlah Sistem Islam (Khilafah) mencontohkan. Dana untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditetapkan syariah. Bisa dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, seperti hutan, bermacam tambang, migas, panas bumi, hasil laut dan kekayaan alam lainnya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat. Bukan justru membuat program JKN untuk memalak rakyat.(*) [Arman Kamaruddin (Aktivis Hibut Tahrir Indonesia Sulsel)]
*) Tulisan ini juga dimuat di TribunNews.Com
Posting Komentar untuk "JKN, Kesehatan Gratis atau Prabayar?"