Kapitalisme adalah Kematian
Oleh : Ainun Dawaun Nufus (MHTI Kab. Kediri)
“Sistem ekonomi Islam dalam bingkai Khilafah adalah solusi terbaik dari kegagalan sistem ekonomi sosialis dan kapitalis untuk memberikan rasa keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran seluruh umat manusia. Sistem ekonomi Islam selalu menomorsatukan kebutuhan dan pemberdayaan masyarakat secara riil –-bukan sekedar pertumbuhan ekonomi saja-– sebagai isu utama yang memerlukan jalan keluar dan penerapan kebijakan. Sistem Islam memiliki latar belakang pemikiran yang berbeda tentang ekonomi, sehingga jalur pengembangan ekonominya pun berbeda dari Kapitalisme” Umar Syarifudin LS DPD HTI Kota Kediri.
Ada sekitar 1400-an bank yang ada di dunia ini secara perlahan bangkrut menyusul pasca krisis keuangan global pada 2008 lalu. Ada beberapa bank yang bisa bertahan setelah memilih merger. Tapi celakanya, krisis tersebut kemudian jadi momentum keuntungan bagi 6 bank besar di Amerika. Ternyata, dari krisis keuangan 2008 yang diuntungkan adalah bank dan lembaga keuangan global besar.
Laporan LA Times September 2013 lalu menyatakan: “Just before the financial crisis hit(krisis keuangan global 2008):
“Well Fargo & Co had $609 billion in assets. Now it has $1.4 trillion. Bank of America Corp had $1.7 trillion in assets. That’s up to $2.1 trillion. And the assets of JP Morgan Chase & Co, the nation’s biggest bank, have ballooned to $2.4 trillion from $1.8 trillion." Itu belum termasuk catatan bank-bank lainnya.
Belajar dari data-data krisis pada 2008 lalu, besar kemungkinan jika terjadi krisis keuangan global 2017 juga akan menguntungkan bank-bank besar di AS, sehingga aset mereka akan lebih besar lagi. Alhasil, yang kaya makin kaya, yang besar makin besar.
Dengan begitu, negara-negara kecil seperti Indonesia akan sangat rawan untuk tetap di bawah pengaruh dan kendali bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan global tersebut, dengan menggunakan tangan IMF, Bank Dunia, maupun lembaga-lembaga donor asing lainnya. Sehingga mereka bisa memaksakan kehendaknya lepas kita suka atau tidak suka.
Sistem ekonomi kapitalisme membuat Negara manapun lemah dan hancur. Dalam sejarah ekonomi, krisis sering terjadi di mana-mana, melanda hampir semua negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Roy Davies dan Glyn Davies , 1996 dalam buku The History of Money From Ancient Time to Present Day menguraikan sejarah secara kronologis dan komprehensif, dimana sepanjang abad 20 telah terjadi 20 kali krisis ekonomi besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi jutaan umat manusia.
Editorial The New York Times 20/9-08 dengan sangat keras mengecam sistem kapitalisme liberal yang diterapkan regim Bush sebagai sumber malapetaka ini. Menurut editorial itu, rakyat AS harus diberitahu kebenaran yang fundamental bahwa krisis yang sekarang menerpa AS terjadi sebagai hasil sebuah kesengajaan dan kegagalan sistemik dari pemerintah untuk mengatur dan memonitor aktivitas bankir, kreditor, pengelola dana (hedge funds), asuransi dan pemain pasar lainnya. Kegagalan pengaturan ini, pada masanya didasari pada kepercayaan suci dari pemerintahan Bush bahwa pasar dengan tangan silumannya bekerja dengan sangat baik ketika ia dibiarkan bekerja sendiri, mengatur diri sendiri dan mengawasi dirinya sendiri. Negeri ini sekarang harus membayar mahal harga khayalan itu. Maka berbagai penjaminan, penalangan yang sekarang dilakukan pemerintah hanya langkah pertama, setelah itu yang harus dilakukan adalah bekerja keras untuk membuat regulasi yang dibutuhkan oleh sebuah sistem keuangan yang terpercaya.
Regulasi adalah sebuah kata yang sangat dimusuhi oleh kaum kapitalis. Sejak krisis 1998, Indonesia melalui pemaksaan IMF dan Bank Dunia dan dibantu kelompok “ Mafia Berkeley” menerapkan sistem kapitalisme liberal di Indonesia. Sejak itu berbagai regulasi dihabisi : Bulog dibubarkan, Pertamina dikempeskan, impor dibebaskan, sehingga banyak rakyat yang mati kelaparan. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, sekarang menjadi surga bagi perusahaan asing. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijual kepada asing.
Kita dapat mengetahui betapa timpangnya perbandingan sektor non riil dan sektor riil, jauh dari harapan ekspektasi pertumbuhan ekonomi. Betapa pula pertumbuhan ekonomi versi kapitalisme hanya merupakan pertumbuhan semu, bukan pertumbuhan sebenarnya.
Lebih “runyam” lagi, dengan desakan globalisasi dan liberalisasi yang kita terima secara taken for granted itu, pemanfaatan dana-dana untuk spekulasi dalam kegiatan pasar modal dan uang semakin intensif. Dengan begitu, semakin terbuka sektor moneternya (pasar uang dan pasar modal) suatu negara, akan semakin tinggi resiko perekonomiannya terhadap segala gejolak ekonomi eksternal.
Inilah yang terjadi di Indonesia. Dampak yang tidak menguntungkan dari kondisi tersbut adalah ketergantungan ekonomi negara-negara berkembang terhadap permainan pihak asing. Kondisi ini diperparah oleh ketentuan-ketentuan WTO yang telah menjerumuskan negara-negara berkembang ke dalam situasi ketergantungan pada kekuatan ekonomi asing.
Bersamaan dengan itu, maraknya fenomena kegiatan ekonomi dan bisnis spekulatif (terutama di dunia pasar modal, pasar valuta asing) membuat dunia dibayangi “hantu” bubble economy, yaitu gelembung ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya namun tak diimbangi oleh sektor riil. Bahkan sektor riil amat jauh ketinggalan- sehingga sewaktu-waktu akan meletus.
Dengan demikian, kita dapat membayangkan rapuhnya jaringan keuangan dan perdagangan sistem Kapitalisme yang saat ini telah menggurita di seluruh dunia. Dasar-dasar sistem keuangan dan perdagangannya lebih banyak dipenuhi oleh angan-angan dan khayalan. Ini terbukti dengan makin menggelembungnya sektor non riil ratusan kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor riil. Jaringan keuangan dan perdagangan mereka bagaikan jaring laba-laba, sangat rapuh dan kehancurannya adalah sesuatu yang niscaya tinggal menunggu waktu. [VM]
Posting Komentar untuk "Kapitalisme adalah Kematian"