Wakil Rakyat Benarkah Melayani Rakyat?


Oleh: Sri

Sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah dilantik untuk masa bakti periode 2024-2029. Selama lima tahun ke depan, para anggota dewan ini diharapkan mampu mewakili kepentingan rakyat luas, serta menjaga posisi independen tanpa terjebak dalam kepentingan partai politik (parpol), elite politik, atau kekuasaan eksekutif. Seharusnya, mereka tidak menjadikan kursi di Senayan sebagai sarana untuk meraup keuntungan pribadi atau memperkaya keluarga. Namun, realita menunjukkan adanya kerawanan terhadap konflik kepentingan akibat hubungan dekat antara DPR dan aktor-aktor politik lainnya. 

Selain itu, para anggota DPR RI periode ini tidak akan menerima fasilitas rumah dinas. Sebagai gantinya, mereka akan memperoleh tunjangan perumahan dengan kisaran antara Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Meskipun jumlah ini masih belum mencapai kesepakatan, hal ini menjadi salah satu bentuk kompensasi atas tugas mereka sebagai wakil rakyat. 

Sebagai wakil rakyat, DPR memegang peran penting dalam menyampaikan aspirasi rakyat dan menyusun Undang-Undang. Namun, adanya hubungan erat dengan berbagai kepentingan politik membuat independensi DPR sering kali dipertanyakan. Saat ini, situasi di parlemen menunjukkan bahwa hampir semua fraksi berada dalam satu koalisi, tanpa adanya oposisi yang kuat. Akibatnya, sulit menemukan suara kritis yang bisa benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat secara murni. Ketika semua pihak berada dalam satu barisan yang cenderung mengutamakan kepentingan oligarki, siapa yang akan membela rakyat kecil? Rakyat yang seharusnya menjadi prioritas justru sering kali terabaikan dalam kebijakan yang diambil.

Di sisi lain, mekanisme politik transaksional yang terjadi selama proses pemilihan anggota DPR semakin memperkuat masalah ini. Banyak anggota yang terpilih bukan karena kapasitas dan kompetensinya, melainkan karena kekayaan atau jabatan yang dimilikinya. Praktik ini berpotensi membuat mereka lebih memprioritaskan pengembalian modal politiknya ketimbang memperjuangkan kepentingan publik. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan DPR dalam menjalankan peran sebagai perwakilan rakyat.

Dalam perspektif Islam, konsep perwakilan rakyat berbeda melalui adanya Majelis Ummah. Majelis Ummah ini terdiri dari wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat karena mereka dipercaya sebagai representasi dari umat, bukan karena kekayaan atau status sosialnya. Dalam sistem ini, anggota Majelis Ummah memiliki tugas utama untuk menyampaikan aspirasi rakyat, namun mereka tidak memiliki wewenang untuk membuat atau menetapkan aturan hukum. Aturan dalam Islam tetap bersumber dari syariat, sehingga hukum yang diterapkan tidak bergantung pada kepentingan kelompok tertentu.

Model Majelis Ummah ini memungkinkan proses pengambilan keputusan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat karena fokus utamanya adalah pada representasi aspirasi umat. Dengan demikian, keputusan yang diambil lebih berlandaskan pada kebutuhan masyarakat, bukan kepentingan politik transaksional. 

Dalam menghadapi permasalahan seperti rendahnya keberpihakan wakil rakyat terhadap kepentingan masyarakat, penegakan hukum Islam dapat menjadi solusi yang relevan. Dengan menjadikan syariat sebagai sumber hukum, wakil rakyat dapat menjalankan tugas mereka tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik dan pribadi. Sistem ini mengutamakan keadilan dan kemaslahatan umat, sehingga rakyat dapat benar-benar merasakan kehadiran perwakilan yang mengedepankan kepentingan mereka. Penegakan hukum Islam bukan hanya tentang penerapan aturan, tetapi juga menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih adil dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat. []

Posting Komentar untuk "Wakil Rakyat Benarkah Melayani Rakyat? "