Korban Longsor Purworejo Butuh Solusi Praktis, Bukan Janji Manis


Hujan deras kembali mengguyur kota Pramuka tanggal 22 Juli 2016 malam. Terlihat warga bergegas keluar dengan menggunakan payung maupun jas hujannya, diselingi dengan suara gemercik air hujan dan riuh obrolan warga. Ya warga Desa Donorati dan Desa Caok, kabupaten Purworejo salah satu wilayah yang telah terkena longsor satu bulan yang lalu bukan hanya untuk mandi air hujan, tetapi masih waspada dan berhati-hati jika sewaktu-waktu terjadi longsor kembali. Keadaan yang tidak kondusi diselingi mencekam seperti ini sudah dirasakan warga dari 37 titik longsor di Kabupaten Purworejo jika terjadi hujan di malam hari.

Pagi 23 Juli 2016 tim bantuan dan investigasi dari LDK KMM STKS Bandung beserta Dewan Syuro yang terdiri dari 3 orang, yaitu Fauzi, Syaroful, dan Agil dibantu oleh tim Posko Qodho Mashalih Musibah Hizbut Tahrir DPD II Purworejo terdiri dari 2 orang yaitu Ust.Handika dan Ust.Dika melakukan investigasi langsung di masyarakat guna mencari tahu kondisi terkini setelah satu bulan berlalu pasca bencana. Sebelumnya banyak berdatangan warga yang berobat ke Posko DPD II pelayanan harus terus diberikan mengingat kondisi masyarakat yang masih masuk dalam ranah traumatik bencana.

Desa Caok Kecamatan Laono Kabupaten Purworejo merupakan salah satu desa terparah yang terkena bencana tanah longsor setidaknya 11 orang meninggal dan di Desa Donorati 12 orang meningga akibat bencana tersebut. lokasi longsor di kecamatan Laono sendiri terdapat 4 titik, di Caok 1 titik dan di Donorati 3 titik. Namun titik terbesar terdapat di Donorati dan Caok paling ujung. Dari hasil pengamatan yang dilakukan kawasan bencana longsor belum tertata dengan rapi dan diratakan, masih banyak bebatuan hingga tanah yang menggunung. Diketahui pula tanah wilayah kabupaten Purworejo terkenal dengan tanah gambut yang dipenuhi dengan akar serabut, jika terjadi hujan maka sangat basah dan mudah longsor, airpun mudah turun melalui celah-celah tanah. Hal ini sangat mengkhwatirkan jika tidak segera ditangani karena longsor susulan dapat terjadi kapanpun.

Ust. Handika tim dari Posko Hizbut Tahrir DPD II menjelaskan kepada kami bahwa tanah longsor menimpa rumah dan pohon bambu di daerah yang cukup terjal maka sangat mungkin jika tanah longsoran masih belum padat, terdapat pula celah dan rongga yang dapat menyebabkan air masuk hingga terjadinya longsor kembali. Maka perataan daerah longsor di 37 titik harus segera dilakukan. Sayangnya pemerintah khususnya dinas pekerjaan umum terkait hanya mampu menurunkan satu beko (Traktor kecil) guna evakuasi lahan bencana, meskipun disamping itu bantuan kebutuhan pokok berlimpah ruah hingga warga yang tidak terkena bencana pun mendapatkan nya (Maaf : tidak tepat sasaran).

Bupati Purworejo, Agus Bastian, telah menetapkan tanggap bencana selama 30 hari hingga 18 Juli 2016. Dari tim Qodho Mashalih Musibah Hizbut Tahrir kami juga mendapatkan informasi bahwasannya masih ada 3 orang korban yang belum ditemukan, tepatnya 1 di Desa caok dan 2 di Desa Donorati. Disayangkan pencarian kini telah disudahi karena korban tidak kunjung ditemukan selama 1 bulan. Tim melanjutkan penggalian informasi kepada pos perbekalan dan pusat komando sementara di daerah bencana Kabupaten Purworejo. Pak Muh penjaga pos perbekalan mengatakan bahwasannya perataan tanah longsoran dijanjikan oleh pemerintah setelah 100 hari pasca bencana untuk mengatasi adanya zat yang terkandung dalam mayat akibat longsoran dan dapat membahayakan, maka menunggu 100 hari supaya zat-zat itu hilang karena hujan juga panas agar menguap. Hal ini menyebabkan pertanyaan besar dalam hati warga dimana realitas ini ditabrakkan dengan keadaan masyarakat yang masih tinggal di daerah tersebut dan belum direlokasi hingga menimbulkan kewas-wasan tersendiri jika terjadi longsor kembali. Pak Muh menambahkan khususnya untuk pemberi bantuan dana agar langsung memberikan bantuan kepada keluarga korban bersangkutan agar lebih terarah dan tepat sasaran saat ini.

Dari Rapat panitia relokasi rumah yang terkena bencana kami dapatkan informasi bahwa relokasi baru dilakukan hari rabu 20 juli 2016. Padahal bencana terjadi sabtu 25 juni 2016. Pemerintah lumayan lambat dalam menangani kasus tersebut. Meskipun terkendala dengan hal-hal adminsitrasi atau pencarian lahan, maka pemerintah harusnya sudah siap dan tanggap mengingat bencana longsor di kabupaten Purworejo bukan hanya terjadi di tahun 2016 namun sudah terjadi di tahun 1985 dan sudah terdapat retakan yang panjangnya kurang lebih 100 meter. Kemudian longsor kembali ditahun 1995 yang memakan 1 korban jiwa, juga terdapat retakan di atas bukit yang sama dengan panjang kurang lebih 100 meter. Kemudian retakan itu longsor di tahun 2016 ini. Memang tidak terdapat korban jiwa karena longsoran ini bukan lokasi utama longsor. Hingga Kini juga sudah terdapat retakan dengan panjang kurang lebih 200 meter. Sumber ini kami dapatkan dari salah satu warga desa Donorati dan tim satgas bencana. Maka sudah selayaknya pemerintah lebih sigap dari kasus sebelumnya.

Pemerintah harus bertindak cepat guna merumuskan kebijakan preventif hingga kebijakan kuratif, baik itu mengingatkan kembali terhadap qadha Allah SWT. dan kembali kepada Islam. Hingga sigap dalam melihat segala kondisi ancaman yang terjadi agar bencana tidak terulang oleh kesalahan manusia yang lalai. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak saja didasarkan kepada pertimbangan rasional, tetapi juga oleh nash syariah. Dengan kebijakan seperti ini, inshaAllah masalah tanah longsor bisa ditangani dengan cepat, tuntas dan baik. Semua itu akan berjalan jika dengan baik pula jika Syariat Islam diterapkan secara kaffah. [VM]

Dikirim oleh : Fauzi Ihsan Jabir

Posting Komentar untuk "Korban Longsor Purworejo Butuh Solusi Praktis, Bukan Janji Manis"