Selamatkan Papua Harga Mati!
Oleh : Fauzi Ihsan Jabir – Syabab HTI Kota Bandung (Praktisi Politik)
“Ya benar, kami punya datanya. Besarnya kemungkinan mencapai 900 ton cadangan emas disana. Itu artinya lebih besar dari cadangan emas yang kini dimiliki Indonesia.” Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan saat menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com soal kabar adanya cadangan emas yang belum tersentuh di Bumi Cendrawasih Papua.
Diplomasi terus dilakukan oleh Amerika kepada papua salah satunya Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Roberth O Blake menyebut bahwa Papua sangat penting bagi Amerika. Karena itu, pihaknya melakukan kunjungan kerja di Bumi Cenderawasih itu.“Dubes AS mengatakan kepada kami bahwa Papua itu penting bagi Amerika, makanya dia merasa penting untuk berkunjung ke tanah Papua,” kata Ketua Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Yuliano Languwuyo di Kota Jayapura, Papua, Rabu (20/1).
Yuliano mengutip penjelasan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, yang mengatakan perusahaan Freeport dan BP memberikan pelatihan tentang apa itu HAM kepada TNI dan polisi. Dengan harapan, mereka punya perspektif soal HAM sehingga dalam penanganan pengamanan tidak menggunakan cara-cara kekerasan.Mengenai berbagai kekerasan yang terjadi di Papua, dia mengatakan, Dubes Blake mengaku tahu soal kekerasan yang terjadi di Papua.Sejumlah tokoh Papua bertemu dengan Dubes AS Robert Blake yang dikemas dalam acara makan malam bersama di Restoran Yougwa, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Selasa (19/1) malam.
jalur politik dan internasionalisasi isu Papua juga gencar dilakukan. Babak baru internasionalisasi itu dimulai ketika Benny Wenda membuka kantor organisasi Free West Papua di Oxfort Inggris pada April 2013; diikuti pembukaan kantor di Belanda, Australia dan negara Melanesia; lalu pembukaan kantor ULMWP di Vanuatu dan Solomon Island; kemudian klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena. Semua itu merupakan bagian dari internasionalisasi isu Papua. Kampanye yang selalu diangkat adalah pelanggaran HAM, penindasan dan ketidakadilan yang diderita rakyat Papua; juga terus disuarakan bahwa integrasi Papua ke Indonesia tidak sah.
Tak hanya itu, Menlu AS Hillary Clinton memberikan desakan kepada Indonesia, Rabu (22/4) waktu AS, Papua perlu didukung dalam usahanya mendapat otonomi yang luas, dan adanya perlindungan hak asasi bagi warganya. Hillary mengatakan, pemerintahan Presiden Barack Obama akan membahas soal ini dengan pemerintah Indonesia. Belum ada tanggapan dari pemerintah Indonesia terkait seruan ini.
Intervensi guna disentegrasi juga telah nampak nyata yaitu keterlibatan anggota parlemen Inggris di Papua dengan memfasilitasi konferensi International Parliamentary for West Papua (IPWP) untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan bentuk intervensi asing terhadap kedaulatan RI.Pendapat tersebut disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/8/2011). “Meskipun belum menjadi langkah resmi pemerintah Inggris, hal ini merupakan fakta nyata adanya campur tangan asing di Indonesia,” ujarnya.
Yahudi Israel mulai juga merengsek masuk mulai dari bendera dan aksesori cat ala biru putih menghiasi tolikara. Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) berada di balik maraknya bendera Israel tersebut. GIDI menginstruksikan warga Tolikara untuk mengecat rumah dan kiosnya dengan bendera Israel. Jika tidak mau, warga dikenakan denda Rp 500 ribu.“Kami didenda Rp 500 ribu jika tidak cat kios, itu kami punya kios,” kata Agil Paweloi, seorang pedagang asal Bone seperti dikutip Republika, Jum’at (24/7/2015). Israel selama ini menggunakan “diplomasi media”, budaya dan pariwisata. Israel banyak mengundang wartawan dan tokoh-tokoh Indonesia ke Israel dengan kedok jurnalisme, budaya dan promosi pariwisata. Tanggal 28 Maret 2016, PM Israel Benyamin Netanyahu menerima kunjungan delegasi wartawan Indonesia. Mereka adalah Heri Trianto (Bisnis Indonesia), Abdul Rokhim (Jawa Pos), Yustinus Tomi Aryanto (Tempo), James Luhulima (Kompas) dan Margareta (MetroTV). Kunjungan itu atas undangan dan inisiatif dari Kementerian Luar Negeri Israel.
Israel secara cerdik memanfaatkan wartawan dari negara Muslim terbesar sebagai alat diplomasi. Pertemuan itu memang tak bisa lantas membuka hubungan diplomatik Indonesia-Israel. Namun bagi Israel, kehadiran wartawan Indonesia di Israel merupakan sebuah kemenangan diplomasi.Menegaskan kembali, meski tidak punya hubungan diplomatik, Israel dan Indonesia menjalin kontak rahasia. Hal itu diungkap Wakil Menteri Luar Negeri Israel, Tzipi Hotovely. Wakil Menlu Israel itu bahkan membeberkan, ada kunjungan rahasia oleh pejabat Israel baru-baru ini ke Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim. Kunjungan rahasia itu, kata Hotovely, sebagai upaya untuk mengatur kunjungan Menlu Indonesia, Retno LP Marsudi Maret lalu ke Israel.
Lucunya wapres malah berkata “Ya, mungkin itu mereka tidak ngerti bahwa itu bendera orang. Emangnya ngerti itu lambang israel?” ungkap pria berusia 73 tahun ini menjelaskan. Pada 1 Desember 2014, sekitar 300 mahasiswa asal Papua melakukan unjuk rasa di Bundaran HI Jakarta menyuarakan “Papua Merdeka”.Pemerintah juga membiarkan kelompok-kelompok LSM liberal asing maupun lokal—termasuk pihak Gereja—gencar menyerukan pemisahan Papua. Hasil sidang sinode GKI (Gereja Kristen Indonesia) Oktober 2011 mengeluarkan pesan: mendorong “Hak Menentukan Nasib Sendiri” orang Papua. Free West Papua dengan tokohnya Benny Wenda membuka kantor di Oxford Inggris pada April 2013 silam. Hal serupa juga dilakukan saat separatis Papua itu membuka kantor di Australia dan Belanda. Tak ada tindakan tegas dan upaya secara nyata oleh pemerintah melihat semua kejadian itu mereka disibukkan mengurusi isu teroris yg jelas menohok umat islam dan pemerintah malah bekerjasama makin erat dengan negara-negara imperialis itu.
Ikut-ikut campur dapur rumah orang karena dirasa tidak cukup dengan dapurnya sendiri sudah menjadi hal wajib bagi imperialis busuk demi meraup keuntungan dan penyebaran ideologinya. Papua mengalami konflik sosial yang berlarut – larut, disebabkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang sudah berlangsung cukup lama. 52 tahun Papua (baca; Irian Barat) masuk ke dekapan Republik Indonesia, namun rasanya tak ada jalan terang untuk Papua. Hal ini berawal dari semangat 3G (Gold, Glory dan Gospel) yang dibawa oleh negara – negara Kapitalisme penjajah, melalui tangan – tangan jahat misionaris. Dengan topeng penyebaran agama, mereka masuk ke tanah Papua setelah mendapatkan kemurahan hati sultan di Tidore. Ini indikasi bahwa kerusuhan-kerusuhan di Papua selama ini melibatkan AS dan Eropa, dengan menggunakan aktivis pro kemerdekaan (dengan ILWP yang dideklarasikan 5 Mei 2009 di Eropa). Konflik di sana juga melibatkan AS dan Eropa untuk memperebutkan kekayaan alamnya yang kaya raya.Targetnya Papua merdeka lalu dijajah oleh AS dan Eropa untuk menjadi sumber ekonomi nasionalnya.
Problematika Papua kini sudah mencapai tahapan kronis. Upaya penjajahan negara – negara asing di Bumi Papua diperkuat dengan undang – undang yang pro kapitalis, Undang – undang penjajahan ini sudah digodok sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini membuktikan system demokrasi yang diterapkan sejak awal kemerdekaan, tidak punya rencana untuk mensejahterakan rakyatnya, melainkan hanya sebagai alat Kapitalisme dalam menjajah dan mengeruk kekayaan Indonesia.
Upaya asing untuk memisahkan Papua dilakukan dengan cara apapun mulai dari diplomasi, intervensi, dan fitnah busuk disentegrasi. Kembali saya katakan rezim terlena oleh isu-isu lain yang justru tidak penting untuk terus dibahas atau memang sengaja terlena. Karena atas nama keadilan ekonomi dan demokrasi, HAM, dan etno-nasionalism (menentukan nasib sendiri) bukan tidak mungkin Papua menuntut referendum. Pasalnya para penggiat ini melihat kelemahan msyarakat papua yang jauh dari kata layak dan semakin ditindas negaranya sendiri. Investor-investor asing juga dibebaskan masuk seperti halnya kasus di suku Mahuze. Rakyat bumi Cendrawasih makin nelongso dan bersedih sudah listrik tak dapat, emas dicuri, lahan digunduli, makan sagu tanpa sapi, hingga pemerintah yang ati pati. Tepat sudah pemeran ketiga datang bak pahlawan siang bolong demi membela Hak Asasi manusia pace dan mace. Pace dan mace yang terlanjur sakit hati siap untuk dikadalin.
Semua sudah terang benderang ini penyebab dari demokrasi liberal, membuka sebebas-bebasnya peran asing untuk main poker di negeri jajahan. Toleransi dan revolusi mental yang digemborkan rezim hanya omong kosong buih di lautan hanya menyengsarakan umat muslim. Umat muslim Papua harus optimis memperjuangkan syariat Islam, karena tegaknya Islam adalah janji dari Allah dan akan meninggikan drajat martabat pace dan mace Papua. Saatnya Umat Islam Papua meninggalkan sistem kufur demokrasi dan memperjuangkan penerapan syariah dan khilafah. [VM]
Posting Komentar untuk "Selamatkan Papua Harga Mati!"