Believe Hillary? Trump?...or NOT!


Oleh : Umar Syarifudin 
(Direktur Pusat Kajian Data-Analisis)

Debat AS menjadi trending topik, memunculkan beragam reaksi dari masyarakat internasional, apakah mendukung Hillary, atau Trump, atau sebaliknya apatis terhadap keduanya. Media luar negeri melaporkan, sebagian besar warga New York yang menyaksikan perdebatan kedua kandidat tersebut kini mulai menganggap Clinton sebagai sosok yang lebih layak menjadi presiden AS di masa mendatang.

“Dia (Clinton) menjalani debatnya dengan bagus. Sementara, lawannya (Trump) justru tidak berhasil memberikan kesan yang baik sebagai orang yang ingin menjadi presiden AS,” tutur salah seorang pensiunan karyawan di New York, Alan, kepada Anadolu, Rabu (28/9).

Jauh hari sebelum debat Cpres, Noam Chomsky, salah seorang  intelektual kiri kelas dunia yang paling menonjol, dalam sebuah wawancara dengan situs konservatif WND Presiden Barack Obama adalah seorang oportunis, dan capres Hillary Clinton akan menawarkan cukup banyak hal yang sama, hanya dia lebih militan, katanya. Chomsky, ketika menilai kinerja Obama, mengatakan dia tidak kecewa dengan presiden karena dia tidak mengharapkan apa-apa.

Chomsky juga mencerca  sistem perawatan kesehatan Amerika, menyebut UU Perawatan Terjangkau sebagai hanya ‘langkah kecil’ ke depan, dan menyuarakan dukungan untuk denasionalisasi, suatu sistem yang dibayar oleh pemerintah.

Dia telah bersuara vokal dengan mengkritik  penggunaan drone oleh Obama terhadap  “sasaran teroris” di Timur Tengah, dengan mengatakan presiden “pada dasarnya telah mencabut prinsip yang ditegakkan oleh Magna Carta 800 tahun yang lalu.”

Pertarungan sengit antara capres AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, dan capres dari Partai Republik, Donald Trump, dalam acara debat politik, pada Senin (26/9) waktu setempat, memecahkan rekor baru. Acara tersebut menjadi acara debat capres yang paling banyak ditonton dalam sejarah AS dengan jumlah penonton mencapai 84 juta.

Perusahaan Nielsen mengatakan, jumlah penonton diambil dari 13 jaringan berbeda. Acara ini memecahkan rekor yang tak terkalahkan selama 36 tahun. Rekor sebelumnya dalam debat capres dipegang oleh capres pejawat dari Partai Demokrat, Jimmy Carter, dan penantang dari Partai Republik, Ronald Reagan. Saat itu pentonton debat mencapai 80,6 juta orang.

Antara Klaim dengan Fakta

Setelah debat berakhir, tak putus-putus muncul klaim kemenangan. Mark Cuban, seorang milyarder mengatakan, "Clinton memberikan jawaban mendalam, ia tidak ragu-ragu. Trump hanya membalas, dan sebagaimana orang yang membalas, jika pukulan balasan tidak mengenai sasaran, ia akan merasa frustrasi dan makin nekad."

David Plouffe, seorang strategis politik juga sependapat, "Saya pikir, ketika debat berlangsung, Trump kehilangan fokus. Maksud saya, ada beberapa saat dimana Trump lupa sendiri apa yang sudah diucapkannya."

Calon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Hillary Clinton selesai mengikuti debat kandidat di Hofstra University, New York pada Senin 26 September 2016 malam waktu setempat. Keduanya dijadwalkan mengikuti dua debat kandidat lain pada 9 dan 19 Oktober 2016. 

Tiga isu utama diajukan oleh moderator Lester Holt, yakni arah kebijakan AS ke depan, kesejahteraan warga, dan keamanan nasional. Hal yang berbeda terjadi pada debat kandidat yang berlangsung pada 2012. Kala itu, ada enam topik yang menjadi pokok perbincangan.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Truthout Senin, sejarawan Amerika, Noam Chomsky menggambarkan Amerika Serikat sebagai “negara teroris utama di dunia” karena operasi-operasi global negara itu yang dijalankan oleh CIA. menunjuk ulasan rahasia dari CIA sendiri untuk mempersenjatai para pemberontak di seluruh dunia dalam sejarah lembaga itu yang berusia 67 tahun.

Dia mengatakan bahwa The New York Times pada tanggal 15 Oktober memilih judul dalam salah satu kisah, yang mengatakan “Bantuan Rahasia CIA Memicu Skeptisisme Tentang Bantuan Terhadap Para Pemberontak Suriah.”

Namun, Chomsky percaya bahwa koran itu seharusnya memilih judul ini, “Berita Resmi:. AS Adalah Negara Teroris Utama Dunia, Dan Bangga Akan Hal Itu” Dia menulis bahwa “kampiun dalam menyebarkan teror” membuatnya melakukan peran antagonis terhadap kelompok-kelompok oposisi di seluruh dunia.

“Paragraf pertama dari artikel New York Times itu mengutip tiga contoh utama dari ‘bantuan rahasia': Angola, Nikaragua dan Kuba. Bahkan, setiap kasusnya merupakan operasi teroris besar yang dilakukan oleh AS, “kata Chomsky.

Dia juga berbicara bahwa perang-perang dibawa Amerika AS kepada pihak-pihak oposisi di Amerika Tengah pada tahun 1980 dan kampanye pengeboman saat melawan kelompok IS di Suriah dan Irak. Chomsky menyimpulkan bahwa Amerika Serikat terus melakukan operasi-operasi mematikan dengan serangan pesawat drone di beberapa negara Muslim seperti Pakistan dan Yaman.

“Untuk ini kita dapat menambahkannya sebagai kampanye teroris terbesar di dunia: proyek pembunuhan global ‘para teroris’ oleh Obama. ‘Kebencian menghasilkan akibat’ dari mereka yang menjadi korban drone dan serangan pasukan khusus yang telah sangat jelas untuk diminta komentar lebih lanjut,” tulisnya . “Ini adalah catatan untuk direnungkan dengan beberapa kekaguman.

Dibajak Perusahaan

Para politisi AS tidak memiliki prinsip justru karena seluruh sistem didasarkan pada kompromi. Tidak ada rasa keadilan, keyakinan benar atau salah  maupun aturan hukum. Semuanya diataur berdasarkan prinsip kompromi , untuk kepentingan pribadi dari orang-orang yang memiliki kekuatan dan yang memutuskan hukum dan perundang-undangan yang baru.

Penguasaan atas sebagian besar kekayaan Amerika oleh segelintir warga yang jumlahnya tidak melebihi 1%, di antaranya digunakan untuk mendanai kampanye pemilu para calon presiden. Oleh karena itu, siapapun orangnya yang sampai ke Gedung Putih adalah berhutang kepada mereka, para penyandang dana itu. Akibatnya ia tidak berdaya untuk menentangnya, apalagi memarahinya. Hal yang sama juga terjadi pada para calon di Kongresnya: Senat dan Parlemen.

Di antara mereka, para penyandang dana yang paling menonjol adalah Harold Simmons, miliarder Amerika, yang memiliki konstelasi perusahaan Dallas yang beroperasi di bidang manufaktur, mulai dari pemurnian gula hingga pembuangan limbah nuklir. Dengan demikian jelaslah bahwa politik Amerika dibajak, bukan oleh perusahaan, tetapi oleh segelintir eksentrik orang kaya.

Yang pasti, siapapun Presiden terpilih, Amerika tak mampu perbaiki citranya di mata umat islam. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Pusat Studi Arab-Eropa yang berkantor pusat di Paris menyimpulkan bahwa AS adalah biang kerok terorisme global.

Dari 86,4% responden berpendapat bahwa AS belum mencapai keberhasilan apapun dalam perang melawan terorisme setelah 10 tahun peristiwa September. Sebab menurut mereka bahwa AS sendiri adalah biang kerok dari terorisme global yang didirikan dan disebarkan oleh berbagai perang yang dilakukannya. Sementara para tokoh terorisme yang didukung dan dilindungi Amerika akan dihabisi setelah perannya selesai dan berakhir.

Washington menolak untuk bekerja dengan serius dalam rangka merumuskan definisi yang jelas tentang terorisme, sebab takut hal itu justru menjadi senjata makan tuan atas apa yang dilakukan pasukannya di seluruh dunia, serta takut membahayakan eksistensi Israil yang melakukan aksi-aksi terorisme negara setiap hari.

Pasukan AS memasuki (menjajah) Afghanistan dengan memakai baju NATO. Dan saat ini sedang mempersiapkan untuk keluar dari Afghanistan dengan tetap menancapkan pengaruhnya pada penguasa lokal, serta tidak mencegah kemungkinan gerakan Taliban kembali ke Kabul.

Pasukan AS menduduki Irak dengan dalih pemberantasan terorisme dari sumbernya. Sementara hasilnya justru meningkatnya gelombang terorisme, serta kegagalan Amerika untuk membangun demokrasi, keamanan dan stabilitas. Banyak penelitian dan kajian yang menuduh Washington sebagai pihak yang menciptakan terorisme di dunia, sebagai bentuk pembenaran atas setiap intervensi yang dilakukan di sana sini.

Salah satu yang harus kita pahami, AS adalah negara adi daya yang mendasarkan dirinya pada ideologi Kapitalisme. Bisa dikatakan Kapitalisme inilah ‘nyawa’ nya Amerika Serikat. Maka politik luar negeri Amerika Serikat pun mendasarkan pada ideologi ini. Nah, karena itu kalau dilihat dari tujuan, politik luar negeri AS pastilah tetap dalam rangka untuk menyebarluaskan dan memapankan ideologi Kapitalisme. Dalam bidang politik, liberalisme, demokrasi dan pluralisme akan tetap menjadi ‘bahan jualan’ utama AS . Sementara dalam bidang ekonomi, AS akan tetap mengokohkan ekonomi kapitalisme dengan pilar-pilar perdagangan bebas, privatisasi dan dominasi dolar dalam mata uang dunia. Inilah yang menjadi kepentingan nasional Amerika Serikat dalam politik luar negerinya. [VM]

Posting Komentar untuk "Believe Hillary? Trump?...or NOT!"