Permusuhan Rezim Iran Terhadap Umat Islam
Bendera nasional Iran berkibar tertiup angin saat menara dan gedung telekomunikasi Milad terlihat di latar belakang, Teheran, Iran, 31 Maret 2020. (Foto: AP) |
Iran adalah negeri Islam. Iran ditaklukkan oleh kaum Muslim pada masa Khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, sebagai bagian dari penaklukan kaum Muslim di Persia, dalam pertempuran besar yang menentukan seperti Al-Qadisiyah dan Nahavand. Dalam bahasa Persia, Iran berarti negeri kaum Arya, mengacu pada bangsa Arya yang menetap di wilayah tersebut. Negeri ini dalam sejarah modern dikenal dengan nama Iran dan Persia, meskipun Persia pada sejarah kuno memasukkan negeri-negeri lain bersama Iran. Pada tahun 1935 M, nama Iran digunakan sebagai nama resmi negeri tersebut, atas permintaan Raja Iran, Reza Shah Pahlavi, setelah nama Persia atau Iran digunakan secara resmi dan politik.
Sepanjang sejarahnya, Iran telah melalui tonggak sejarah politik yang menonjol sejak sebelum penaklukan Islam hingga saat ini. Di antara tonggak sejarah politik kontemporer terpenting di Iran adalah:
1- Berdirinya negara Safawi pada tahun 1502 M, yang didirikan oleh Ismail Mirza, yang memproklamirkan mazhab Syiah Dua Belas Imam sebagai mazhab resmi negara, dan memberlakukan mazhab ini secara paksa kepada rakyat Iran. Sehingga dinasti Safawi dianggap sebagai orang-orang yang mengubah Iran dari bermazhab Sunni sejak masa penaklukan Islam menjadi bermazhab Syiah. Beberapa perang pecah antara dinasti Safawi dan Daulah Utsmaniyah dalam waktu yang lama, yang pada akhirnya menghalangi negeri-negeri Islam di Asia Tengah, Sindh, dan India untuk digabungkan ke dalam Daulah Utsmaniyah … Pada tahun 1722 M, kekuasaan dinasti Safawi berakhir di tangan seorang syekh suku Afghanistan.
2- Berdirinya negara Qajar pada tahun 1795 M. Di bawah pemerintahan Qajar, Rusia dan Inggris merambah urusan negara, sehingga Iran menjadi wilayah pengaruh Rusia-Inggris. Mereka menyerahkan Kaukasus kepada Rusia dan memberikan kemerdekaan kepada Afghanistan di bawah tekanan Inggris. Mereka memberlakukan Undang-Undang Konsesi Asing, yang mengizinkan Inggris untuk mengeksploitasi kekayaan minyak dan mineral di sana dengan membangun jalur kereta api dan jalan transportasi. Negara Qajar berakhir dengan kudeta yang dilakukan oleh Reza Shah Pahlavi terhadap Ahmad Mirza.
3- Negara Pahlavi, berdiri pada tahun 1925 M, didirikan oleh Reza Shah Pahlavi, dan mendeklarasikan dirinya sebagai raja Iran. Di bawah pemerintahannya, Iran terus menjadi wilayah perebutan pengaruh antar para penjajah. Setelah Perang Dunia II, Amerika menekan Rusia untuk menarik diri dari Iran bagian utara, dan perebutan pengaruh antara Amerika dan Inggris terus berlanjut hingga terjadinya Revolusi Khomeini pada tahun 1979 M.
4- Republik Islam Iran yang muncul sebagai akibat dari Revolusi Islam atau yang disebut Revolusi Khomeini tahun 1978 M, yang mengubah Iran dari sistem monarki menjadi sistem republik religius atau yang disebut pemerintahan teokratis. Iran memproklamirkan sebagai republik Islam berdasarkan mazhab Syiah Dua Belas Imam. Hingga saat ini, Iran masih tunduk pada rezim tersebut. Perlu dicatat bahwa revolusi ini merupakan tahapan penting dalam sejarah konflik Inggris-Amerika di Iran.
Ini adalah paparan singkat mengenai tonggak sejarah politik yang dilalui Iran dan rezimnya, hingga mencapai bentuknya yang sekarang.
Rezim Iran, seperti halnya rezim-rezim boneka lainnya di negeri-negeri kaum Muslim, memusuhi umat dan mencegah kebangkitannya. Rezim Iran ini dianggap sebagai salah satu rezim yang paling bermusuhan terhadap umat Islam. Permusuhannya meluas ke masyarakat di kawasan dan di beberapa front yang panas. Rezim ini terlibat dalam pembunuhan kaum Muslim dan penghancuran negeri-negerinya, serta berpartisipasi dalam beberapa perang di kawasan, sehingga tangannya berlumuran darah kaum Muslim. Hal ini didasarkan pada besarnya peran regional yang diberikan kepadanya oleh Amerika di kawasan, yang menjadikannya pemimpin rezim-rezim yang memusuhi umat.
Ketundukannya kepada penjajah dalam banyak periode sejarahnya dan berjalannya di orbit penjajah pada periode-periode lain, dianggap sebagai alasan utama permusuhannya terhadap umat, seperti halnya rezim-rezim pemerintahan kafir, rezim ini menjadikan fungsi utama, bahkan satu-satunya, adalah sebagai alat untuk mewujudkan semua rencana penjajah kafir di negeri kita. Sehingga rezim ini memusuhi rakyatnya dan merugikan mereka melalui korupsi, pemiskinan, pembodohan, dan pembunuhan demi kepentingan kaum kafir Barat. Yang terbaik di antara mereka adalah yang berusaha mencapai sebagian kepentingannya sendiri sekaligus mencapai kepentingan penjajah, seperti Turki dan Iran. Bahkan kepentingan pribadi ini seringkali korup serta bertentangan dengan syariah Islam dan budayanya. Sehingga dalam segala keadaannya, mereka berada dalam keadaan yang memusuhi Allah dan agama-Nya.
Rezim Iran telah berjalan di orbit Amerika selama beberapa dekade, dan Amerika telah menggunakan rezim ini sebagai salah satu faktor politik yang sangat penting untuk mencegah persatuan kaum Muslim, dan mempertahankan pengaruh Amerika di kawasan. Hal ini dilakukan melalui beberapa langkah penting:
1- Amerika berupaya menciptakan konflik sektarian (Sunni-Syiah) di kawasan di mana rezim Iran menjadi pemimpin kelompok Syiah, dan Amerika berupaya mengobarkan konflik ini hingga membanjiri kawasan dengan konflik politik, sektarian, dan militer. Misalnya, dalam pendudukannya di Irak, bahan bakar sektarianisme adalah senjata paling penting yang digunakan Amerika untuk menguasai Irak.
2- Adapun aspek atau langkah kedua, Amerika telah berupaya menjadikan rezim Iran sebagai orang-orangan sawah yang mengancam keamanan kawasan Islam, khususnya di Teluk Arab, dan Amerika menjadikan dirinya sebagai pelindung kawasan melalui kehadiran militernya yang diwakili oleh pangkalan militer. Hal ini untuk memperoleh sumber minyak dan mempertahankan kendali atas wilayah pengaruhnya.
3- Langkah ketiga adalah ketika Amerika memberi Iran peran sentral di kawasan. Oleh karena itu, Iran diberi kepercayaan untuk melakukan banyak tindakan politik dan militer di kawasan. Pemberian peran penting ini kepada Iran oleh Amerika sesuai dengan perkembangan politik menunjukkan sifat sebenarnya dari rezim Iran yang ikut serta dalam semua permasalahan di kawasan, baik di Irak, Afghanistan, Yaman, Suriah, Lebanon, dan lainnya. Rezim Iran mengakui perannya dalam mewujudkan kepentingan kaum kafir Barat. Ada banyak pernyataan dari para pemimpin Iran bahwa kerja sama Iran dengan Amerikalah yang memungkinkan mereka menduduki Afghanistan dan Irak.
Saat memaparkan beberapa peran yang diberikan Amerika kepada Iran, kita melihat sikap permusuhannya terhadap umat, misalnya:
Ketika Amerika menduduki Irak dan menghadapi perlawanan hebat dari rakyat Irak yang tidak mereka duga, Amerika mengajak Iran untuk membantunya dengan mempengaruhi para pengikut mazhabnya dan mencegah mereka dari melawan pendudukan, kemudian melawan para penentang dan memberikan legitimasi kepada pendudukan serta rezim yang didirikannya.
Di Lebanon, Iran mendirikan partai dari para pengikut mazhabnya dan mempersenjatai mereka, sehingga mereka menjadi tentara yang secara khusus dalam kendalinya, dan partai Iran ini mendukung rezim Suriah.
Di Suriah, Iran memiliki hubungan lama dengan rezim Suriah sejak pemberontakan tahun delapan puluhan abad lalu, kemudian intervensinya dalam revolusi Syam, serta bekerja sama dengan rezim sekuler Assad, yang tunduk pada Amerika, dalam menyerang umat Islam yang ingin menerapkan hukum Islam dan mendirikan Khilafah Rasyidah.
Di Afghanistan, rezim Iran mendukung pendudukan Amerika dan mendukung pemerintahan Karzai. Mantan Presiden Iran Rafsanjani menyatakan: “Jika pasukan kami tidak membantu melawan Taliban, Amerika akan tenggelam dalam rawa Afghanistan.” Mantan Wakil Presiden Iran Khatami, Muhammad Ali Abtahi, menyatakan: “Tanpa kerja sama Iran, Kabul dan Bagdad tidak akan jatuh. Tapi kami mendapat balasan dan kami menjadi bagian dari poros kejahatan.” Ahmadinejad menyatakan: “Pasukan kami memberikan bantuan kepada Amerika di Afghanistan dan Irak.”
Di Yaman, hubungan Iran dengan Houthi sangat jelas dan terkenal. Dalam perang mereka, Amerika yang memasok senjata dan peralatan kepada mereka melalui Iran.
Begitulah, peran Iran di kawasan, yang merupakan kebijakan Amerika. Peran ini meluas dan menyusut sesuai dengan tuntutan politik Amerika. Sejak tahun 1979 M, Amerika menjadikan Iran sebagai ancaman (revolusioner berkedok Islam) melawan negara-negara di kawasan. Kemudian berkembang menjadi ancaman sektarian setelah kelompok neokonservatif mengambil alih Amerika, dan selanjutnya menjadi peran regional yang semakin berat sejak peristiwa Arab Spring.
Sejak berdirinya, setelah revolusi tahun 1978, rezim Iran telah menunjukkan dirinya sebagai rezim Islam yang menjadikan Amerika dan entitas Yahudi sebagai musuh, dengan mengusung slogan-slogan: “Setan Besar” dan “Kematian bagi (Israel)” sebagai tipu daya dan tipu muslihat. Rezim ini telah berulang kali menyesatkan rakyatnya dan seluruh umat dengan menampilkan dirinya sebagai rezim Islam yang menerapkan mazhab Syiah dan membanggakan polisi amar makruf nahi mungkar yang mengawasi pakaian syar’iy (hijab) kaum perempuan! Padahal Iran adalah alat penjajahan Amerika yang menumpahkan darah kaum Muslim, melanggar kehormatannya, menjarah kekayaannya, dan menghacurkan negeri-negerinya dengan partisipasi Iran.
Umat Islam harus menyadari terkait keberadaan rezim-rezim ini, dan juga keberadaan rezim Iran karena peran besarnya dalam mewujudkan kepentingan kaum kafir Barat di kawasan. Sehingga umat tidak boleh bergantung pada rezim Iran untuk mendapatkan harapannya, namun umat harus berjuang keras untuk menghilangkannya … Ingatlah bahwa Iran adalah musuh nyata seperti halnya rezim-rezim lainnya di negeri-negeri kaum Muslim. Untuk itu umat Islam harus berjuang mendirikan Khilafah dalam rangka meninggikan agama Allah di muka bumi dan menerapkan sistem Islam dalam kehidupannya. [] Aisyah Muhammad
Sumber: Al-Waie (Arab), Edisi No. 458-459, Tahun ke-39, Rabiul Awal-Rabiul Akhir 1446 H./Oktober-November 2024 M
Posting Komentar untuk "Permusuhan Rezim Iran Terhadap Umat Islam"