Hukum Dalam Kapitalisme tidak Akan Memberi Keadilan Kepada Rakyatnya
Oleh : M Azzam Al Fatih (Penulis dan aktivis dakwah)
Negara +62 adalah negara yang berdasarkan hukum, siapa yang bersalah menurut hukum yang berlaku maka dia wajib dihukum sebagai pertanggung jawaban atas perbuatannya. Namun anehnya hukum yang berlaku hanya sebagai permainan oleh orang - orang yang berkuasa. Hukum yang ada bisa dibeli, barang siapa yang kuat dan berkuasa dia kebal hukum sebaliknya bagi yang lemah harus meratapi nasibnya mendekam dipenjara. Bahkan yang benar pun jadi salah, Karena ukuran dari segalanya adalah materi demi kepentingan individu - individu.
Sering kita jumpai, seorang terdakwa bisa melenggang bebas dari jeratan hukum yang menimpanya, lantaran bisa membayar advokat dengan nilai yang tinggi. Kita pun juga sering mendengar seorang terdakwa dengan kasus ringan namun harus mendekam di penjara karena tidak bisa memakai advokat untuk membelanya.
Seorang pencuri ayam, yang nilainya tidak seberapa dan dalam kondisi terpojok karena lapar divonis Salah, dipukuli, lalu dibawa pihak yang berwajib dan mendekam di penjara, meski hanya beberapa hari. Namun sebaliknya pencuri uang rakyat dengan nilai besar bisa terlepas dari jeratan hukum dan bebas dari penjara lantaran bisa membayar advokat yang dapat membelanya. Bahkan ada yang merampok harta negara masih bebas tanpa disentuh hukum lantaran berada di ketiak penguasa.
Kasus Bang Ali Baharsyah pun sama, janggal dan sangat janggal. Sebuah kasus tebang yang pilih, bukan semata - mata karena penegakan hukum.
Coba bayangkan, hanya karena ada laporan dari seorang Muannas Alaidit . yang melaporkan atas ujaran kebencian terhadap presiden padahal pada intinya hanya mengomentari nasib kaum muslimin Uighur dan penanganan covid -19. Langsung ditangkap. Berbeda dengan para penghina agama, Nabi, dan ulama. Di mana mereka masih bebas, tak disentuh sedikitpun. Padahal telah dilaporkan dari berbagai pihak baik individu maupun ormas.
Patut duga bahwa kasus Bang Ali merupakan kasus yang dipaksakan. Pasalnya penangkapan dan proses penetapan pun sangat cepat. Selain itu beliau juga dijerat pasal pornografi dengan tuduhan menyimpan video porno. Aneh dan sangat lucu, orang awam pun bisa menilanya bahwa yang dituduhkan sesuatu yang mengada - ada. Seorang aktivis yang sangat terjaga dari hal - hal yang melanggar syariat karena ketaatannya kepada Allah SWT.
Tentang tuduhan ini, kita bisa belajar atas kasus yang menjerat imam besar umat Islam Indonesia, Habib Rizieq Syihab. Yang sampai saat ini pun tidak bisa pulang ke tanah air. Di mana Beliau dijerat atas kasus chat mesum dengan seseorang. Di mana kasus inipun sangat janggal, orang yang membuat video chat tidak ditahan namun yang bersangkutan dikejar dan kasuskan. Berbeda lagi kasus Buni Yani yang membuat mengshare video Ahok yang menista Al Qur'an di tahan.
Kasus Bang Ali, Habib Rizieq Shihab dan para aktivis lainya hanya sebuah contoh kasus tebang pilih. Mengkasuskan kasus lawan, melindungi kawan. Tumpul terhadap pendukung namun sangat tajam terhadap lawannya. Ganas terhadap lawan politik namun lembek kepada kawan.
Dalam kapitalisme hal ini menjadi suatu kewajaran sebab hukum dibuatnya demi kepentingan individu, kelompok, dan si tuan yang menjadi bosnya. Hukum pun mudah berubah tergantung pesanan dari si tuannya. Nah, penguasa dalam ideologi kapitalisme hanyalah sebagai boneka. Yang berperan sebagai tangan besinya para kapital. Pada intinya, hukum yang dibuat dalam rangka mengabadikan kekuasaan demi melanjutkan imperialisme.
Maka dari itu, kedamaian, kesejahteraan, keamanan, dan kebaikan - kebaikan bagi rakyatnya, tidak mungkin terwujud. Justru menjadikan rakyat kecil terdzolimi, kerusakan negara bahkan dunia.
Lain halnya dengan Islam. Aqidah islam yang diperoleh melalui proses berfikir akan menghasilkan peraturan dalam hidup. Yang mana peraturan ini dapat mengikat setiap individu. Dirinya terikat dengan Tuhannya untuk mengabdi. Begitu pula hukumnya tidak akan berubah meski berganti pemimpin. Sebab manusia tidak punya peran sama sekali dalam membuat hukum. Hanya Allah lah yang berhak membuat hukum. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an surat Yusuf ayat 40.
"Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama - nama yang kamu buat - buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah SWT tidak menurunkan sesuatu keterangan pun tentang hal (nama - nama) itu. Keputusan itu hanya milik Allah. Dia telah memerintahkan kami agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Seorang pemimpin pun sama yaitu terikat dengan hukum Allah. Jadi mustahil jika hukum Allah akan dijadikan permainan, sebab pemimpin ini terdorong taqwallah. Di mana dalam menjalankan hukum Allah SWT tersebut sadar bahwa dirinya seorang hamba yang hanya mengabdi kepada Tuhannya.
Selain itu sistem yang dipakai adalah sistem yang datang dari Al kholiq. Sistem shohih yang didesain oleh pencipta " Allah SWT", untuk menerapkan hukum Islam secara kaffah. Di mana sistem Islam ini pernah diterapkan sejak zaman Nabiyullah Muhammad SAW sampai kekhilafahan Turki ustmaniyah. Di mana sejarah mencatatnya sebagai peradaban gemilang dengan membawa kebaikan manusia serta seluruh alam akibat dari penerapan hukum Allah SWT yang maha adil.
Oleh karena itu, hanya dengan sistem Islam inilah kita berharap agar keadilan hukum dinegeri ini terwujud. Dengan menjamin rasa aman, damai dan terayomi, dan meminimalisir tumbuhnya kejahatan.
Dan yang terpenting adalah membawa keselamatan dunia dan akhirat.
Wallahu'Alam Bhishowwab.
Posting Komentar untuk " Hukum Dalam Kapitalisme tidak Akan Memberi Keadilan Kepada Rakyatnya"