Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mak.... Pangampunten.. Kulo Mboten Angsal Mudik...




Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP dan Kontributor Visi Muslim Media) 


Tubuh rentanya tertatih susuri jalanan kampung. Sepikul bekal dagangan digendong tangannya. Dengan sisa tenaganya, emak masih menerjang pagi buta untuk merenda asa. Asa yang teranyam Indah bagi anak cucunya.

Sesampai di tempat dagangannya, Emak duduk bersandar dinding warungnya. Guratan-guratan akan kejamnya kehidupan membekas di dahinya. 

"Nak, apakah kamu akan mudik tahun ini?". Mata Emak menerawang jauh ke masa lalu. Dulu saat lebaran, anak-anaknya kumpul di rumah Emak. Bahagia rasanya hati Emak saat itu. Terlihat mata Emak berkaca-kaca membayangkan masa-masa itu.

Emak mengambil HP yang sejak tadi di letakkannya di meja warungnya. Emak mencari-cari nomer kontak anaknya. Sesaat kemudian... Kriing... Kriing... 

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh.. Emak.. ", terdengar suaraku di ujung telpon Emak. 

"Wa alaikum salam warahmatullahi wa barakatuhu... Tole, gimana kabar kamu?", tanya Emak. 

Mendengar suara tua tersebut, rasanya aku ingin sekali bisa sungkem langsung ke Emak. 

"Alhamdulillah, sehat Mak... ", suaraku menahan kangen. 

"Istri dan cucu-cucu Emak sehat juga, Le...?", tanya Emak lirih. 

"Pandongane Emak. Sehat semua".

"Kamu pulang ta lebaran nanti?", tanya Emak selanjutnya. 

"Gimana ya Mak. Sepertinya kami belum bisa mudik lebaran tahun ini. Pemerintah melarang mudik", aku menjelaskan dengan harapan Emak mengerti. 

Setelah aku mengatakan alasanku,  Emak memberikan jawaban yang membuatku semakin sedih dan kangen. 

"Tole..., Emak nggak pingin uangmu. Emak cuma pingin kamu bisa pulang untuk Emak. Emak sudah kangen sama anak-anak Emak. Suara Emak berhenti di ujung telponku. Aku hanya bisa menghela nafas panjang. 

"Emak, jangan sedih ya. Aku kangen sama Emak di kampung". Aku sudah tidak sanggup meneruskan pembicaraanku. Keluh rasanya lidah ini.

Aku masih ingat lebaran yang lalu pun aku tidak bisa mudik. Ada lockdown di kampung. Sampai ada cerita bahwa ada orang kampung yang mudik harus rela kembali ke kota. Bisa dibayangkan sedihnya ya.

Kali ini aku dan mungkin banyak saudara-saudara muslim lainnya yang tidak bisa mudik tahun ini. Pemerintah menerapkan larangan mudik mulai 6 Mei hingga 24 Mei 2021. Pembatasan moda transportasi keluar kota dimulai tanggal 22 April 2021. Padahal belum tentu di momen Idul Adha bisa mudik.

"Oh iya Le, gimana kabar kandungan istrimu?", tanya Emak memecah keheningan. 

"Alhamdulillah Emak... ", jawabku. 

"Kamu gak bisa mudik gak apa-apa. Nanti saja ya...kalau cucu Emak sudah bisa diajak perjalanan ke luar kota". Kata-kata Emak sedemikian bagaikan embun pagi yang menyejukkan. Aku sadar betul kalau Emak sebenarnya sudah sangat kangen momen lebaran bisa kumpul semua anak dan cucu-cucunya.

Tapi apalah daya. Aku hanya bisa menghela nafas. Mudik dilarang tapi wisata kok masih dibuka bebas. Warga sendiri sedemikian ketat dilarang mudik. Anehnya Warga asing apalagi yang baru-baru ini dari India berbondong-bondong masuk tanah airku ini. 

Lalu terdengar kata-kata Emak yang membangunkan lamunanku. 

"Sudah ya Le, ini Emak siap-siap menutup warung".

"Oh iya Emak. Salam untuk bapak dan saudara-saudara di kampung". 

"Assalamualaikum... ", "Wa alaikumussalam Warahmatullahi wa barakatuh... Emak", kutaruh HP di meja kerjaku. 

Aku bertanya pada diri ini. Bagaimana perasaan saudara-saudaraku yang tidak bisa mudik untuk kedua kalinya ini? Apakah sama denganku yang sudah memendam rasa kangen ketemu kedua orang tua, terutama Emak? 

Emak pun sampai di rumahnya. Emak mengambil sajadah. Beliau pun larut dalam syahdunya sholat dan membaca al-qur'an. Selepas itu, Emak bergelut rutin dengan dagangannya. 

#Sambut hari dengan ikhlash, 23 April 2021

Posting Komentar untuk "Mak.... Pangampunten.. Kulo Mboten Angsal Mudik..."

close