SMP Negeri di Tengah Kota Tak Ada Gedung, Pemerintah Abai?


Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Pendidikan merupakan hal yang vital, karena pendidikan sarana untuk mencerdaskan warga negara. Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam memfasilitasi pendidikan bagi warga negaranya. Apa jadinya jika pendidikan tak mendapat perhatian negara? Misalnya, ada sekolah tak memiliki gedung untuk belajar. 

Beredar sebuah video melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan beralaskan plastik terpal berwarna biru, tidak ada kursi atau pun meja untuk belajar. Mereka duduk lesehan untuk mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Terkadang belajar di bawah pohon rindang, jika hujan terpaksa bubar pindah ke lorong kelas. Siswa yang ada dalam video tersebut yaitu siswa SMPN 60 Bandung yang menumpang di bangunan sekolah SDN 192 Ciburuy, Regol, Kota Bandung.

Sejak berdiri tahun 2018 hingga 2024, SMPN 60 Bandung belum memiliki gedung sekolah. Jumlah siswa 270 orang, ada 9 rombel, namun kelas ada 7 rombel, maka mau tidak mau ketika pembelajaran 7 (rombel) masuk sementara 2 rombel di luar. Tujuh kelas ini semua ruangannya milik SD. Sekolah tersebut berdiri atas permintaan warga sekitar, karena jarak sekolah lain jauh dari pemukiman warga. (detikjabar.com 27-09-2024)

Kemana Anggaran Pendidikan?

Pendidikan salah satu bidang strategis untuk membangun peradaban yang maju dan mulia. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan memfasilitasi pendidikan bagi warga negaranya. Mulai dari bangunan, sarana prasarana, guru, kurikulum, materi pengajaran, metode belajar, dan lain sebagainya. Namun, apa yang terjadi di SMPN 60 Bandung sungguh memprihatinkan. Semangat warga untuk menikmati pendidikan tak berbanding lurus dengan kesiapan dan kesigapan pemerintah dalam memfasilitasi hak mereka. 

Padahal, dana pendidikan sudah dianggarkan oleh pemerintah. Sekretaris Jenderal, Kemendikbudristek, Suharti mengatakan, tahun 2024 anggaran pendidikan mencapai Rp665 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat, Transfer ke Daerah (TKD), alokasi dalam pos pengeluaran pembiayaan. 

Kemendikbudristek mengelola anggaran sebesar Rp98,99 triliun atau sekitar 14,88 persen dari Anggaran Pendidikan. Untuk TKD, khususnya DAK Fisik untuk perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan DAK Non Fisik seperti untuk bantuan operasional satuan pendidikan, tunjangan guru, Kemendikbudristek ikut terlibat dalam penetapan kebijakannya. (Kemdikbud.go.id)

Lantas, ke mana saja anggaran tersebut? Banyak pertanyaan terkait distribusi anggaran pendidikan yang jumlahnya triliunan. Walau benar anggaran triliunan, faktanya dana yang mengalir tidak banyak. Banyak dana yang tidak terserap sempurna, salah kelola, bahkan menjadi ajang korupsi. Benar-benar miris, di sistem kapitalisme-sekularisme korupsi tumbuh subur bahkan di dunia pendidikan sekali pun. 

Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW (Indonesia Corruption Watch) Almas Sjafrina menyatakan ada 30 kasus korupsi sektor pendidikan yang ditindak penegak hukum. Sebanyak 40 persen di antaranya merupakan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS). (Media Indonesia.com, 03-05-2024). Salah kelola anggaran pun mengakibatkan rakyat harus gigit jari seperti yang terjadi di SMPN 60 Bandung. 

Bagaimana dalam Islam?

Mesti ada perubahan sistemik, mulai dari pusat hingga daerah agar anggaran pendidikan bisa terserap dengan baik hingga ke wilayah terpencil sekali pun agar rakyat bisa menikmati hak pendidikan dengan baik. Butuh sistem yang tidak memberikan peluang korupsi dan salah kelola, sistem tersebut tentu bukan sistem biasa buatan manusia. Akan tetapi, sistem yang berdasarkan petunjuk wahyu dari Allah Swt. yaitu sistem Islam. 

Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu bidang strategis untuk membangun peradaban yang maju dan mulia. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib disediakan negara dengan anggaran yang bersifat mutlak. Dalam Islam, negara sebagai raa'in (pengurus) sehingga negara akan mengurusnya dengan cara terbaik sesuai tuntunan syarak. Negara mampu memenuhi kebutuhan anggaran, karena syarak sudah menetapkan sumber-sumber pendapatan negara sesuai dengan sistem ekonomi Islam.

Islam memiliki kas negara yang disimpan di baitulmal yang mengatur pemasukan dan pengeluaran negara. Adapun pemasukan baitulmal dari fa'i, kharaj, jizyah, harta milik umum dan negara, serta zakat. Pos pengeluaran sudah diatur dengan rapi, misalnya untuk pendidikan bisa diambil dari harta milik umum. Harta milik umum dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, harta milik umum yaitu sumber daya alam seperti minyak bumi dan gas. Indonesia banyak memiliki sumber daya alam, batu bara, nikel, dan lainnya.

Islam sangat memperhatikan ketakwaan individu, karena keimanan dan ketakwaan merupakan self control dalam melakukan perbuatan terutama para pejabat pemerintahan agar terhindar dari korupsi dan kelalaian yang melanggar syariat. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas untuk menjaga para pejabat agar tidak mudah tergelincir pada kemaksiatan yamg melanggar syariat. Sepanjang sejarah Islam diterapkan oleh sebuah negara, sistem pendidikan Islam menghasilkan para ulama sekaligus ilmuwan. 

Pendidikan Islam menjadi mercusuar dunia, banyak negara yang merasa silau pada kegemilangan pendidikan Khilafah. Hal tersebut karena negara sangat memperhatikan pendidikan yang menjadi hak kolektif warga negara. Bukan hanya gedung untuk belajar, semua fasilitas pendidikan dipenuhi dengan baik. Guru dan murid sama-sama sejahtera karena perhatian negara yang luar biasa. Berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme saat ini, alih-alih negara memberikan fasilitas yang berkualitas, gedung sekolah saja luput dari perhatian. Sudah saatnya umat beralih dari sistem kapitalisme kepada sistem yang diberkahi Allah yaitu Islam. Allahua'lam bishawab. []

Posting Komentar untuk "SMP Negeri di Tengah Kota Tak Ada Gedung, Pemerintah Abai?"