Tanpa Junnah, Islam Selalu dalam Fitnah




Oleh: Thaifah Zhahirah (Pendidik dan Pegiat Literasi)


Peristiwa terdamparnya ratusan pengungsi Rohingya di Deli Serdang kembali mengingatkan dan membuka mata bahwa persoalan besar yang menimpa umat Islam belum sampai pada solusi tuntas. Mereka teraniaya di tanah sendiri dan terlunta-lunta di negeri orang. Terusir dari Myanmar karena identitas keislaman yang dimiliki, menghadapi tantangan hidup yang tak berkesudahan. Hingga melarikan diri terombang-ambing selama berhari-hari di lautan hingga akhirnya mendarat di Indonesia setelah melalui berbagai penolakan warga setempat (cnnindonesia.com, 25/10/2024).

Kondisi menyedihkan yang menimpa kaum Muslim di berbagai belahan dunia ini jelas bukan hal baru. Sebagai umat Islam, kita harus bertanya, mengapa respons kita terhadap penderitaan mereka begitu lemah? Mengapa perhatian umat lebih banyak tersedot pada hal-hal yang tidak bermanfaat? Apakah nasionalisme sempit telah membuat kita abai terhadap kewajiban ukhuwah Islamiyah?

Islam yang Tertindas dalam Kapitalisme

Sistem kapitalisme yang mendominasi dunia saat ini hanya memperhitungkan untung rugi material tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan, apalagi ikatan ukhuwah. Dalam sistem ini, pengungsi sering dianggap sebagai beban sosial. Konvensi pengungsi internasional yang seharusnya menjamin hak-hak mereka terbukti tidak mempu mengatasi persoalan ini karena sering diabaikan.

Indonesia, meski menjadi salah satu negara transit utama bagi pengungsi Rohingya, namun belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Akibatnya, perlindungan terhadap pengungsi bersifat sporadis dan bergantung pada kebijakan sementara yang rentan berubah. Dalam kasus di Deli Serdang, sikap sebagian warga yang menolak kedatangan pengungsi Rohingya adalah cerminan dari mentalitas yang dibentuk oleh sistem kapitalisme dan nasionalisme sempit.

Namun, sebagai umat Islam, seharusnya ada dorongan lebih kuat untuk menolong mereka. Rasulullah SAW bersabda: "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang dan kepedulian mereka adalah seperti satu tubuh; apabila satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh ikut merasakan sakit." (HR. Bukhari dan Muslim).

Persoalan Rohingya adalah Persoalan Umat

Persoalan Rohingya bukan sekadar masalah pengungsi, melainkan persoalan umat Islam secara keseluruhan. Mereka terusir dari kampung halaman, hidup tanpa negara, dan diperlakukan layaknya beban di negara-negara lain. Umat Islam harus menyadari kelalaian ini dan memahami bahwa penderitaan Rohingya adalah tanggung jawab bersama.

Jangan sampai umat Islam terjebak dalam sekat nasionalisme sempit karena dalam Islam membantu saudara seiman dan persatuan umat adalah kewajiban. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita dapat memberikan solusi nyata untuk membantu mereka keluar dari penderitaan ini?

Khilafah: Solusi Nyata untuk Umat

Solusi mendasar untuk masalah ini hanya dapat ditemukan dalam sistem Islam yang menyatukan umat tanpa sekat-sekat nasionalisme. Khilafah Islamiyah, yang pernah menjadi pelindung umat selama 13 abad memandang bahwa pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya.

Di bawah Khilafah, perlindungan diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan, termasuk non-Muslim. Dalam konteks Rohingya, mereka adalah bagian dari umat Islam yang membutuhkan dukungan nyata. Sistem Islam memandang pengungsi bukan sebagai beban, melainkan sebagai amanah yang harus dijaga. Sejarah mencatat banyak contoh bagaimana Khilafah memberikan perlindungan kepada umat yang teraniaya, tanpa memandang suku atau wilayah. 

Jelaslah, tanpa junnah (perisai) berupa Khilafah, umat Islam akan terus berada dalam fitnah, terpecah oleh sekat nasionalisme, dan tak mampu membela kehormatan saudaranya. Kehidupan di bawah sistem kapitalisme tidak memberi harapan bagi pengungsi seperti Rohingya. Sudah saatnya umat Islam menyadari kebutuhan mendesak untuk kembali pada sistem Islam sebagai solusi, sehingga tidak ada lagi yang terpinggirkan atau tertindas.

"Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai." (QS. Ali Imran: 103). []

Posting Komentar untuk "Tanpa Junnah, Islam Selalu dalam Fitnah"