Momentum Kebangkitan Khilafah: Seruan untuk Kembali pada Syariat Islam
Sejak runtuhnya Khilafah pada 28 Rajab 1342 H yang bertepatan dengan 3 Maret 1924 M, umat Islam hidup dalam gelombang penderitaan yang silih berganti. Dari pembagian wilayah mereka, penjarahan kekayaan mereka, pembunuhan terhadap anak-anak mereka, hingga pelecehan terhadap kesucian agama mereka dan serangan terhadap syariatnya.
Namun, hari ini, Khilafah berada di ambang kebangkitannya kembali, dengan panjinya yang segera berkibar di negeri-negeri kaum Muslimin. Sesungguhnya kita sedang hidup dalam momen yang mirip dengan malam ketika penduduk Madinah bermusyawarah di antara mereka bahwa saatnya telah tiba untuk membaiat Rasulullah ﷺ sebagai pemimpin politik mereka dan kepala negara mereka.
Inilah momen yang sedang dialami umat hari ini. Umat sedang berpikir dan menimbang, melihat ke dalam diri mereka sendiri untuk menilai kemampuan mereka, lalu melihat dunia untuk mengukur kekuatannya. Mereka merasa optimis tetapi juga khawatir. Mereka bertanya-tanya: Apakah mereka mampu menjadikan Islam sebagai proyek politik? Ataukah mereka harus mengikuti arus yang dipaksakan oleh Barat dan para anteknya?
Barat dan antek-anteknya menakut-nakuti mereka dengan kemiskinan, pengepungan, dan pembunuhan! Namun, umat tidak lama kemudian akan meneriakkan kembali seruan di jalanan agar Islam kembali. Mereka menginginkan kehidupan Islami tetapi masih ragu untuk membuat keputusan tegas.
Hal ini terlihat jelas di Syam setelah jatuhnya rezim Bashar Assad dan pelariannya dari Damaskus. Kita melihat bahwa Barat, sejak saat pertama, terus bertanya kepada rakyat Syam dengan penuh kewaspadaan: Apakah kalian akan menerapkan syariat Islam? Apakah kalian akan mendirikan Khilafah?
Yang lebih penting adalah bahwa persoalan ini bukan hanya terbatas pada rakyat Syam. Seluruh umat Islam di dunia memperhatikan rakyat Syam, berpikir bersama mereka, dan membahas persoalan ini. Hingga platform media sosial dipenuhi dengan diskusi dari anak-anak umat di seluruh dunia yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan krusial ini.
Apakah umat memutuskan, dan ini bukan hanya untuk rakyat Syam, untuk menolong Islam dan mendirikannya meski harus mengorbankan kekayaan dan jiwa para pemimpinnya? Ataukah mereka akan menunda keputusan ini ke kesempatan berikutnya?
Sejak Arab Spring, Operasi Badai Al-Aqsa, hingga runtuhnya mesin pembunuhan yang diterapkan pada rakyat Syam, semua rintangan mulai teratasi untuk kembalinya Khilafah. Proyek-proyek nasionalisme telah runtuh di mata umat. Rakyat Syam menyambut kembalinya Islam dalam kurikulum pendidikan meski 60 tahun berada di bawah pemerintahan sekuler. Pada setiap peristiwa baru, umat semakin menjauh dari gagasan Barat dan mulai mengembalikan jati dirinya dengan gagasan Islam.
Yang tersisa di antara kita dan kembalinya Khilafah hanyalah keputusan yang mirip dengan keputusan kaum Anshar radhiyallahu 'anhum ketika mereka rela menjadikan hidup dan mati mereka hanya untuk Allah. Allah berfirman:
"Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)."(QS. Al-An'am: 162-163)
Hizbut Tahrir mengulurkan tangannya kepada umat dan seluruh tentaranya untuk bekerja bersama dalam mendirikan Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti metode kenabian. Hizbut Tahrir telah mempersiapkan segala sesuatunya. Bergabunglah bersama kami agar tahun ini menjadi tahun terakhir kita memperingati runtuhnya Khilafah, dan mulai tahun depan kita merayakan kembalinya Khilafah, insyaAllah.
Posting Komentar untuk "Momentum Kebangkitan Khilafah: Seruan untuk Kembali pada Syariat Islam"