UIY: Demokrasi Transaksional, Akar Masalah di Balik ‘Indonesia Gelap’

 



Jakarta, Visi Muslim- Dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian dan keresahan sosial, penting bagi masyarakat, termasuk kalangan mahasiswa, untuk mampu membedakan antara persoalan utama dan cabang dari suatu permasalahan yang lebih besar. Pemahaman ini menjadi kunci bagi perubahan yang lebih mendasar dan berkelanjutan.

Hal ini ditegaskan oleh Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam diskusi bertajuk Fokus: Indonesia Gelap, yang disiarkan melalui kanal YouTube UIY Official pada Ahad (23/2/2025). Menurutnya, kesalahan dalam menganalisis masalah akan menyebabkan solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar persoalan.

Sebelum mencari jalan keluar atas berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, masyarakat harus memahami inti dari masalah yang ada. Jika tidak, maka upaya penyelesaian hanya akan bersifat parsial dan sementara.

UIY menekankan bahwa setiap negara seharusnya mengalami perbaikan dari waktu ke waktu. Namun, kondisi yang ada justru menunjukkan sebaliknya, di mana permasalahan semakin menumpuk tanpa ada penyelesaian yang fundamental.

Ia menilai bahwa berbagai gejolak yang terjadi saat ini hanyalah akibat dari permasalahan mendasar yang lebih besar. Contohnya adalah ketidakadilan dalam penegakan hukum, di mana sistem hukum lebih sering digunakan sebagai alat bagi para penguasa untuk mempertahankan kepentingan kelompoknya sendiri.

Selain itu, lahirnya kebijakan-kebijakan yang berpihak pada oligarki semakin memperburuk keadaan. Salah satu contohnya adalah pemberian hak eksploitasi sumber daya alam kepada pihak swasta, yang sering kali menjadi bentuk imbalan bagi dukungan politik dalam pemilihan umum di berbagai tingkatan.

Dampaknya, para pemimpin, termasuk presiden sekalipun, kerap kali terjebak dalam politik transaksional. Mereka kehilangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang berpihak kepada rakyat karena telah terikat dengan kepentingan pihak-pihak tertentu yang mendukung mereka.

Demokrasi Transaksional Sebagai Akar Masalah

Menurut UIY, inti dari permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah sistem demokrasi transaksional. “Demokrasi itu sendiri sudah bermasalah, apalagi jika ditambah dengan transaksi politik,” ujarnya. Sistem ini telah menggeser kedaulatan rakyat ke tangan segelintir pemilik modal.

Oleh karena itu, suara mahasiswa dan masyarakat seharusnya tidak hanya sebatas mengkritik kebijakan tertentu, tetapi juga menggugat sistem yang menjadi akar dari berbagai persoalan tersebut.

UIY menegaskan bahwa dalam pandangan Islam, manusia diciptakan bukan untuk mengikuti sistem buatan manusia yang penuh dengan kelemahan, melainkan untuk tunduk kepada aturan yang lebih tinggi, yakni hukum Allah.

Kesadaran akan akar permasalahan inilah yang menurutnya akan membuka jalan bagi perubahan yang hakiki. Sebab, perubahan sejati tidak cukup hanya dengan mengganti individu di dalam sistem yang rusak, melainkan harus dengan mengganti sistem itu sendiri.

Mahasiswa Harus Menyuarakan Perubahan Ideologis

UIY menegaskan bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan seharusnya tidak hanya fokus pada permasalahan yang bersifat cabang, tetapi juga harus berani menggugat hingga ke tingkat ideologi.

Teriakan dan tuntutan yang mereka suarakan harus diarahkan untuk menolak sistem yang cacat sejak awal, bukan sekadar mengkritisi kebijakan atau pemimpin yang sedang berkuasa.

Sebagai contoh, sejak 17 hingga 20 Februari 2025, aksi demonstrasi bertajuk ‘Indonesia Gelap’ telah berlangsung di berbagai daerah, dengan ribuan mahasiswa dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia turun ke jalan.

Tagar #IndonesiaGelap pun semakin ramai digunakan oleh masyarakat di berbagai platform media sosial. Isu ini menjadi simbol keresahan rakyat terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai semakin merugikan kepentingan publik.

Menurut berbagai sumber, slogan ini mencerminkan ketakutan dan kecemasan masyarakat terhadap dampak dari kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

UIY melihat bahwa gelombang aksi demonstrasi ini merupakan hasil akumulasi dari berbagai kebijakan yang dianggap menyengsarakan rakyat. Ia menyebutkan bahwa banyak kebijakan yang dibuat bukan untuk kepentingan publik, melainkan lebih menguntungkan segelintir elite politik dan ekonomi.

Salah satu contoh kebijakan yang menuai kritik adalah instruksi presiden mengenai efisiensi anggaran. Kebijakan ini dikabarkan telah memangkas anggaran pendidikan dan beberapa sektor lainnya, sementara di sisi lain, pemerintahan Prabowo justru membentuk kabinet dengan jumlah pejabat yang sangat besar.

Keputusan ini dinilai kontradiktif dan tidak mencerminkan upaya efisiensi yang sebenarnya, terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.

Tak hanya itu, pendirian Badan Pengelola Investasi Dana Anagata Nusantara (BPI Danantara) juga menuai kritik. Lembaga ini dianggap sebagai solusi yang belum jelas hasilnya dan berpotensi menjadi ladang korupsi bagi para pemangku kepentingan.

Di tengah krisis keuangan yang terjadi, banyak pihak mempertanyakan efektivitas lembaga tersebut dan menilai bahwa langkah ini justru akan semakin memperparah keadaan.

Masyarakat sipil yang turut menggelar aksi demonstrasi pun menuntut adanya perubahan mendasar dalam kebijakan pemerintah. Mereka menanti langkah konkret yang mampu menjawab keresahan publik secara fundamental.

Bagi UIY, perubahan sejati tidak akan terjadi selama sistem yang diterapkan masih sama. Oleh karena itu, menurutnya, solusi utama dari permasalahan bangsa ini bukan hanya pergantian kepemimpinan, tetapi perubahan sistem yang lebih adil dan berpihak pada kepentingan rakyat secara keseluruhan. [] G3s

Posting Komentar untuk "UIY: Demokrasi Transaksional, Akar Masalah di Balik ‘Indonesia Gelap’"