Pagar Laut Menjadi Bentuk Perampasan Kepemilikan Umum
Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)
Di awal tahun 2025 ini, kita dikejutkan dengan ditemukannya pagar laut di perairan Tangerang. Meskipun laporan pembangunan pagar laut ini sejak Agustus 2024 silam.
Pagar laut yang terdiri dari bambu ini dipancangkan hingga sepanjang 30,16 km. Selidik punya selidik ternyata pagar laut ini terkait dengan proyek PIK-2 (Pantai Indah Kapuk). Dan anehnya adalah proyek PIK-2 yang menjadi operatornya PT Aguan distempel dengan label PSN (Proyek Strategi Nasional).
Yang lebih mengejutkan lagi adalah pembangunan pagar laut ini di area yang sudah memiliki HGB (Hak Guna Bangunan). Luas area yang berstatus HGB ini adalah 537,5 hektar. Artinya ruang laut telah dieksploitasi oleh kepentingan sebuah proyek swasta. Dengan kata lain ada simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha.
Sementara itu kalau kita merujuk ke PP No 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas tanah, Satuan rumah susun dan Pendaftaran tanah, maka status HGB bisa meningkat berstatus SHM (Sertifikat Hak Milik). Di dalam Pasal 45 ayat ke-2 dijelaskan bahwa HGB dapat beralih atau dialihkan atau dilepaskan kepada pihak lain dan diubah haknya. Maksudnya diubah menjadi hak kepemilikan atas tanah atau lahan.
Dengan demikian pagar laut ini adalah upaya reklamasi laut yang sudah berstatus HGB. Dan HGB akan bisa ditingkatkan menjadi SHM. Padahal masih berstatus HGB saja, pengguna memiliki hak penggunaan hingga 30 tahun. Selanjutnya HGB bisa diperpanjang hingga 20 tahun. Artinya bisa dipahami dari sini bahwa ada upaya sistematis merampas hak kepemilikan umum rakyat agar menjadi milik pribadi atau swasta.
Adanya status HGB pada ruang kelautan bertentangan dengan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) No 3 Tahun 2010 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jadi tidak boleh ada pengambilan ruang laut untuk kepentingan pihak tertentu yang bisa merugikan kepentingan umum atau rakyat.
Memang aktor utama dalam pemberian HGB ini adalah pemerintah. Pemerintah memiliki wewenang untuk menentukan tujuan dari reklamasi laut atau perairan. Hanya saja tatkala pemberian HGB kepada swasta dengan mengambil hak kepemilikan umum tentunya mendholimi rakyat. Warga nelayan di daerah pesisir Tangerang tersebut terdampak. Ruang mereka untuk melaut mencari ikan guna penghidupannya jadi terampas. Belum lagi bencana ekologi dari hilangnya ruang kelautan atau perairan.
Seringkali pemerintah dalam mengegolkan satu proyek menggunakan pendekatan pemaksaan yakni mengerahkan petugas keamanan. Ini merupakan pendekatan tangan besi untuk menciptakan kepatuhan.
Demikianlah proyek-proyek dalam sistem Sekuler. Kolaborasi antara penguasa dan pengusaha kerap terjadi. Bahkan bila harus mengorbankan kepentingan rakyat dengan merampas hak kepemilikan umum atau rakyat akan dilakukan demi proyek. Pendekatan tangan besi menjadi ciri khas atau labeling PSN yang menyebabkan rakyat mau tidak mau harus pasrah dan dilarang sekedar memprotes, apalagi melawan.
Proyek dalam Islam Tidak Merampas Hak Umum
Hak kepemilikan dalam Islam dikategorikan ke dalam kepemilikan individu, umum dan negara. Padang gembalaan (termasuk hutan), sumber energi dan tambang serta perairan merupakan hak kepemilikan umum bagi seluruh rakyat atau kaum muslimin. Hak kepemilikan umum ini pengelolaannya hanya di tangan negara. Pengelolaan negara ini dalam rangka untuk mewujudkan kemaslahatan bagi rakyatnya. Jadi negara dalam pengelolaan hak kepemilikan umum terikat dengan batasan-batasan syariat. Tidak bisa negara langsung mengambil alih hak milik umum menjadi milik negara ataupun milik individu atau swasta dengan cara-cara dholim.
Allah Ta'ala telah memperingatkan dalam firman-Nya:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ﴾
[ البقرة: 188]
Dan janganlah kalian saling memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil. Dan janganlah kalian menyodorkannya kepada penguasa agar kalian bisa memakan sebagian harta pihak lainnya dengan cara dosa padahal kalian mengetahui (Al-Baqarah ayat 188).
Di dalam Tafsir As-Sakdiy dijelaskan:
التفسير: ولا يأكل بعضكم مال بعض بسبب باطل كاليمين الكاذبة، والغصب، والسرقة، والرشوة، والربا ونحو ذلك، ولا تلقوا بالحجج الباطلة إلى الحكام؛ لتأكلوا عن طريق التخاصم أموال طائفة من الناس بالباطل، وأنتم تعلمون تحريم ذلك عليكم.
Janganlah seseorang memakan harta sebagian lainnya dengan cara batil seperti sumpah palsu, merampas/ghosob, mencuri, menyuap, riba dan yang lainnya. Dan janganlah menyodorkan alasan batil kepada penguasa dalam sebuah persengketaan agar bisa memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Padahal kalian mengetahui bahwa cara-cara tersebut diharamkan atas kalian.
Jadi pembangunan pagar laut merupakan upaya pengambilan harta milik umum dengan cara yang batil. Tentunya Islam melarangnya bagi siapapun termasuk kepada negara dalam hal ini pemerintah. Langkah sangsi yang harus ditegakkan adalah tidak sekedar menyegel pembangunan pagar laut, akan tetapi mencabut HGB dan memberikan sangsi takzir kepada siapa saja yang terlibat. Sangsi takzir ini diberikan sesuai dengan kadar midhorotnya yang menimpa kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Oleh karena itu Islam memberikan kewenangan kepada penguasa untuk melakukan himmah (pemagaran atau melokalisir) sebagian lahan hak milik umum untuk kepentingan rakyat. Misalnya negara menghimmah sebagian tanah hutan untuk dijadikan daerah penyangga kelestarian hutan. Atau menghimmah sebagian tanah di dekat aliran sungai menjadi Padang rumput guna area penggembalaan ternak dan semacamnya. Jadi kepemilikannya tetap milik umum bila yang dihimmah negara itu milik umum. Atau bila yang dihimmah itu milik negara tentunya tetap milik negara. Bedanya jika status tanah yang dihimmah itu milik negara maka negara punya hak untuk memperjualbelikannya atau menyewakannya.
Dengan aturan demikian tidak akan terjadinya simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha dalam mengangkangi hak kepemilikan umum atau rakyat. Tidak ada lagi kamuflase dengan mengatasnamakan kepentingan nasional yang sejatinya adalah untuk kepentingan segelintir orang atau swasta. Mata rantainya telah diputus oleh Islam dengan tegas dan keras. Bahkan barangsiapa yang mengambil lahan yang bukan haknya maka akan dikalungkan padanya di hari kiamat 7 petala bumi. Termasuk Rasulullah Saw menyatakan bahwa para penguasa yang matinya dalam keadaan membohongi rakyatnya, maka diharamkan atasnya surga.
Demikianlah aturan Islam dalam menjaga hak kepemilikan. Para penguasa dan pejabat dalam pemerintahan Islam akan menjalankannya dengan baik dan amanah. Karena mereka menyadari bahwa jabatan tersebut akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akherat.
Walhasil, hanya dalam sistem Islam (Syariah dan Khilafah) hak kepemilikan umum akan dikelola dengan sebaik-baiknya oleh negara dan dikembalikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keadilan akan tegak di atas landasan Aqidah Islam dalam penyelenggaran kehidupan bernegara.
#20 Januari 2025
Posting Komentar untuk "Pagar Laut Menjadi Bentuk Perampasan Kepemilikan Umum"