Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Isu Teroris Bikin Eksis dan Miris?

ilustrasi Terorisme
Kini siapa pun tidak asing lagi mendengar istilah ‘teroris’,’radikal’,’ekstrimis’, dan istilah asing yang menakutkan. Seolah ini menjadi shock cultre bagi masyarakat. Alhasil istilah asing itu digebyah-uyah kepada siapa pun yang dianggap aneh dan asing. Bahkan istilah itu pun disematkan pada Islam yang suci nan mulia ini. Seolah-olah Islam menjadi sumber ‘teroris’,’radikal’,dan ’ekstrimis’.


Sebagaimana terjadi di Jombang ada buku PAI (Pendidikan Agama Islam) yang ditengarai memuat ajaran Islam Radikal. Dalam buku tersebut disebutkan menyembah berhala dilakukan oleh agama selain Islam, yaitu Hindu dan Budha. Pada redaksi berikutnya berhala sekarang adalah kuburan para wali. Sebagaimana diberitakan, buku PAI kelas XI SMA yang berisi ajaran intoleransi dan radikalisme beredar di sejumlah sekolah di Kabupaten Jombang. Pada halaman 78 disebutkan, jika orang menyembah selain Allah atau non muslim boleh dibunuh. Ajaran itu tidak beda dengan yang dipegang oleh jaringan ISIS (beritajatim.com, Jumat 20 Maret 2015).

Nama ISIS pun kembali eksis. Setelah beritanya dikubur dalam dan tertutup oleh kasus besar yang menyeret penguasa negeri ini. Kemunculan nama ISIS dijadikan musuh bersama orang yang memiliki kepentingan proyek dalam global war on terorrism (GWOT). Ungkapan revisi UU Terorisme dan UU lainnya dimunculkan. Tak terkecuali upaya pencegahan dengan soft approach (pendekatan lunak) dan hard approach (pendekatan kasar) dilakukan lembaga berwenang. Masjid, lembaga keagamaan mahasiswa, dan aktifitas keagamaan pun dicurigai. Bisa diduga isu ini pun akan memukul semuanya. Ujungnya umat Islam yang dirugikan.

Suatu kekahawatiran jika istilah ‘teroris’,’radikal’,dan ’ekstrimis’ digunakan orang yang mengaku pintar. Sampai-sampai orang lain pun dibuat bodoh dengan mengucapkan ketiga kata itu tanpa tahu arti dan tujuannya. Sungguh naif bangsa ini jika terus melakukan demikian dan memelintir kata-kata untuk membenarkan tindakan brutalnya.

Akar Ketiga Kata

Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia ketiga kata itu mempunyai akar dan arti khusus. Harapannya setelah mengetahui artinya, siapapun dapat bijak menggunakannya. Baik dari kalangan atas atau bawah. Tidak asal bunyi yang akhirnya orang pun dibuat marah. Jangan sampai seperti kiasan “mulutmu hari maumu”. Atau seperti peribahasa “air beriak tanda tak dalam” yang berarti orang yang sering banyak omong biasanya tak berilmu. Tong kosong nyaring bunyinya. Naif, bukan?
           
No
Kata
Arti
1
Teror
Teror /téror/ n usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan;

me·ne·ror v berbuat kejam (sewenang-wenang dsb) untuk menimbulkan rasa ngeri atau takut: mereka ~ rakyat dng melakukan penculikan dan penangkapan

teroris/téroris/ n orang yg menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik: gerombolan -- telah mengganas dng membakar rumah penduduk dan merampas hasil panen

terorisme/ térorisme/ n penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dl usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror;
-- seks penggunaan kekerasan seksual untuk menimbulkan ketakutan dl usaha untuk mencapai tujuan (terutama tujuan politik): -- seks thd perempuan terjadi pd pertengahan bulan Mei di Jakarta

2
Radikal
Radikal a 1 secara mendasar (sampai kpd hal yg prinsip): perubahan yg --; 2 Pol amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3 maju dl berpikir atau bertindak;

me·ra·di·kal·kan v menjadikan radikal

radikal[2] n Kim gugus atom yg dapat masuk ke dl berbagai reaksi sbg satu satuan, yg bereaksi seakan-akan satu unsur saja, msl CH3- (metil), C2H5- (etil), SO4 (sulfat);
-- asam Kim gugus atom dl molekul asam yg dapat mengambil bagian dl reaksi sbg satuan (isinya tidak berubah selama reaksi);
-- organik Kim gugus atom takjenuh yg memberikan sifat khusus pd senyawa yg mengandungnya atau yg tetap tidak berubah pd deret reaksi

Ra-di-ka-li-sa-si n proses, cara, perbuatan meradikalkan: pandangan dan sikapnya yg keras dapat menjauhkan kelompok bisnis di negerinya serta merangsang polarisasi dan -- masyarakat

Ra-di-kal-is-me n 1 paham atau aliran yg radikal dl politik; 2 paham atau aliran yg menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dng cara kekerasan atau drastis; 3 sikap ekstrem dl aliran politik

3
Ekstrem
ekstrem/ékstrém/ a 1 paling ujung (paling tinggi, paling keras, dsb); 2 sangat keras dan teguh; fanatik: mereka termasuk golongan -- dl pendirian mereka;

ke·ek·strem·an n 1 hal yg keterlaluan; ekstremitas; 2 kefanatikan

ekstremis/ékstrémis/ n 1 orang yg ekstrem; 2 orang yg melampaui batas kebiasaan (hukum dsb) dl membela atau menuntut sesuatu; 3 cak pejuang pd masa perang kemerdekaan melawan Belanda



Nah, jika demikian maknanya. Siapa sesungguhnya yang salah penggunaan? Jika ketiga itu diucapkan berulang-ulang berarti ada tendensius untuk memukul suatu kelompok. Bisa jadi memukul semuanya, ibarat pepatah “nabok nyilih tangan”, ingin memukul umat Islam tapi menggunakan istilah yang menyeramkan. Akhinya muncul islamophobia.

Berpikir Jernih dan Adil

Tiga kata ungkapan di atas mempunyai makna tersendiri bergantung siapa yang menggunkan. Masing-masing berkepentingan demi meraih tujuan, meski merugikan yang lain. Kata yang digunakan bisa menjadi pembenaran tindakannya, meski tindakan itu melukai orang lain. Nyatanya bangsa ini yang katanya lemah lembut dan berbudi pekerti, menjadi manusia latah yang tak tahu arah.

Sebagai contoh:
(1)   Pengacara Komisioner KPK nonaktif Bambang Widojanto dan Abraham Samad, Nursyahbani Katjasungkana mengaku sering menerima teror. Terakhir ia menerima teror bom dari orang yang tak dikenal melalui pesan singkat atas sms yang masuk ke telepon genggamnya (Ini Teror yang Dialami Pengacara Samad dan BW, republika.co.id, 19 Februari 2015)
(2)   Polri menggelar Operasi Camar Maleo di Poso, Sulawesi Tengah yang bertujuan menangkap kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan santoso. Operasi dimulai 26 Januari sampai 26 Maret 2015 (Operasi Camar di Poso, Teroris Santoso Masih dalam Pengejaran, liputan6.com, 16 Maret 2015)

Dari dua penggalan berita di atas, teror yang dilakukan ke pengacara komisioner KPK bukan dianggap berbahaya. Sehingga pihak keamanan tidak menyebut orang yang mengirim sms sebagai ‘teroris’. Alih-alih mereka mengerahkan pasukan untuk mengusut tuntas. Densus 88 pun santai tak kebakaran jenggot. Justru sebaliknya pihak intelijen bermain di belakang untuk menimbulkan teror pada kasus yang sempat menyeret KPK vs POLRI.

Bandingankan dengan operasi Camar Maleo, kata teroris yang tersemat pada “Mujahidin Indonesia Timur”. Pihak keamanan pun langsung bersiap siaga. Seolah ancaman itu begitu nyata dan harus segera diberangus. Lantas siapa ‘teror’ dan ‘teroris’ sesungguhnya jika dikembalikan pada arti dalam KBBI?

Kedatangan pasukan dalam operasi Camar Maleo bisa jadi menjadi teror sendiri bagi warga Poso, meski pasukan menargetkan masuk hutan. Maka jika mau adil dalam menimbang persoalan, seharusnya yang meneror pengacara komisioner disebut teroris. Jika benar yang melakukan teror adalah bagian dari penguasa. Maka berarti pengusa sendirilah yang menciptakan teroris. Begitu pula ketika begal marak yang menimbulkan keresahan dan kengerian di masyarakat bisa juga sebagai ‘teroris gaya baru’. Sama halnya masyarakat saat ini dihantui dengan kenaikan harga barang kebutuhan pokok. Masyarakat resah dan gelisah, tak pernah tahu harus berbuat apa.

Penggunaan istilah ‘radikal’ biasanya dihubungkan dengan gerakan ekstrem kiri (id.wikipedia.org). Radikal saat ini lebih sering disematkan pada Islam. akhirnya muncul Islam Radikal yang dimaknai sebagian orang  yaitu koelompok Islam yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mewujudkan cita-citanya. Padahal, upaya keras untuk melakukan perubahan pada UU juga disebut radikal. Orang pun tidak pernah menyebut mereka yang melakukan judicial review terhadap UU. Bahkan mereka pun tidak dipandang negatif. Sementara saat ini Islam dipandang sebagai sumber radikalisme.

Tidakkah pernah terfikir oleh semuanya tindakan bar-bar Israel merampas hak dan membunuh rakyat Palestina. Siapa yang akan menyematkan “Radikal Israel?”. Lembaga Dunia, organisasi HAM, dan lainnya banyak yang diam? Bahkan rakyat Israel dan Pasukannya sudah tertanam ajaran radikal bahwa mereka harus memberangus rakyat Palestina. Lantas, siapa sesungguhnya sumber radikalisme? Bagaimana juga dengan Organisasi Papua Merdeka, Republik Maluku Selatan, dan Gerakan Aceh Merdeka? Mengapa mereka juga tidak disebut dengan gerakan radikal? Di mana letak keberadilan ketika semuanya latah dengan menyematkan radikal kepada Islam? Anehnya lagi orang yang berkeinginan melaksanakan perintah Allah dalam menjalankan syariah dalam bingkai Khilafah pun disebut dengan nada sinis berupa orang dan gerakan radikal.

Begitupula kata ‘ekstrem’, maknanya kemudian direduksi dan ditujukan untuk Islam. Orang yang berpegang teguh kepada ajarannya sering disebut ektreamis. Akibatnya orang pun tak berani mengatakan yang haq dan lebih banyak menyembunyikan diri. Istilah ekstremis begitu tendensius sebagaimana dalam berita:

“pejihad tampan bisa menjerat gadis-gadis muslim Inggris”, kata seroang mantan ekstremis kepada BBC (Gadis Inggris Terjebak Ekstremis karena Pejihad ‘Tampan’, bbc.co.uk/indonesia, 3 Maret 2015).

Masyarakat pun tak pernah ditunjukan siapa ektrimis kiri yang telah melakukan kegaduhan di dunia. Belada ketika masa penjajahan menuding Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien sebagai ektremis karena menuntut kemerdekaan. Apa umat saat ini pun akan menyebut pahlawan dengan ektreamis? Apakah juga demikian, ketika muncul orang-orang yang berjuang untuk menuntut haknya dalam berislam kaffah juga disebut ektreamis? Sungguh penyebutan ektreamis kepada Islam sebagai bentuk penghinaan. Tak layak bagi orang yang berakal untuk latah menyematkan ektreamis kepada Islam.

Jelaslah, sasaran dari penggunaan ‘teroris’,’radikal’,’ektreamis’ di negeri ini hanya ditujukan untuk menutupi cahaya Islam. Islam yang agung coba dihinakan dengan melalui ucapan umatnya sendiri. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran ini diakibatkan masyarakat tidak memiliki pemahaman politik yang benar. Hal ini disebabkan umat Islam masih mengenal Islam secara pasrsial. Umat masih menganggap Islam hanya untuk mengurusi orang mati, bukan untuk mengurusi hidup dan orang hidup.

Taraf berfikir yang rendah turut memengaruhi kekritisan umat terhadap serangan pada Islam. Umat terkadang tidak sadar jika mereka diadu domba. Akibatnya hanya karena tidak sama dalam beragama pun bisa menjadi api perpecahan di masyarakat.

 Islam Yang Kaffah nan Mulia

Disadari bahwa Islam tak pernah berlebel. Tidak ada Islam Radikal. Tak ada pula Islam fundamentalis atau Ekstreamis Islam. Islam hanya satu yaitu Islam Kaffah. Itulah hakikat perintah Allah Swt sebagai pencipta manusia. Sikap arif-bijaksana dan hati-hati hendaknya menjadikan manusia lebih baik dalam bersikap. Upaya tendensius untuk deradikalisasi Islam harus diwaspadai bagi siapapun yang sadar jika Islam telah diserang.

Umat pun jangan mudah diadu domba. Upaya pelabelan negatif kepada Islam adalah upaya Barat melalui anteknya di Indonesia untuk menjauhkan syariah Islam dari kehidupan. Meski demikian, sesungguhnya dalam jiwa-jiwa umat ini masih ada cahaya Islam meski tak tampak nyata. Maka tugas bagi orang-orang yang cerdas dan masih waraslah untuk menyadarkan umat ini. Tujuannya menjelaskan makar Barat di negeri-negeri kaum muslimin untuk mengokohkan penajajahan di segala bidang. Barat pun mengeruk kekayaan alam, menempatkan penguasa boneka, hingga menyewa lidah orang-orang yang menjilat lidahnya sendiri.

Hendaknya umat ini bersikap tenang dan tidak gegabah dengan mengikuti arahan Barat dan anteknya dalam Global War on Terorism. Umat pun harus menajamkan mata politiknya, jangan sampai pecah belah umat Islam terjadi di Indonesia. Saudara di negeri muslim yang lain pun akan melihat tingkah pola umat Islam. Sesungguhnya umat Islam di Indonesia adalah contoh bagi saudara di negeri lainnya. Betapa tidak dengan jumlah umat Islam yang mayoritas ini sesungguhnya Islam bisa memimpin dunia.

Umat Islam pun harus bisa memposisikan penjajah sebagai musuh dan saudara sebagai saudara. Jangan hanya karena isu ISIS, terorisme, dan lainnya umat dibuat amnesia dan menjadikan saudara Islam sebagai musuh. Sementara Barat yang dengan nyata mengadu domba umat, mengeruk kekayaan alam, dan coba menghilangkan Islam tidak dianggap sebagai musuh.

Bagi mereka yang berkoar-koar atas nama perang melawan teroris, ektreamis, dan radikal berhati-hatilah. Ucapan dan tindakan dicatat oleh Allah dan disaksikan manusia. Jika engkau menyematkannya kepada Islam, maka Allah akan memberikan balasan yang setimpal. Kepentingan Anda di dunia tidak akan membawa manfaat. Justru sebaliknya Anda akan kecewa dan terhina di hadapan manusia, Allah, dan Rasul-Nya. Berhentilah meracuni pemikiran umat dengan istilah asing yang tiada guna.

Di sinilah esensi umat ini mengenal politik dan ideologi Islam dalam bingkai Khilafah. Umat harus bangkit. Saatnya umat ini mengenal Khilafah sebagai ajaran Islam yang bersumber pada quran-sunnah dan ada pada kitab-kitab fiqh. Penghinaan terhadap Islam dan Khilafah, sama saja menghina Islam. Begitu pula memenjarakan, mengambinghitamkan, dan menghambat gerak dakwah syariah dan Khilafah sama saja menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai musuh. Saatnya Save Indonesia with Khilafah! [Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Isu Teroris Bikin Eksis dan Miris?"

close