Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyayat Luka Baru di Atas Luka Lama


Apa yang dilakukan oleh Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) di Tolikara Papua, dengan mengirimkan surat larangan kaum muslimin berlebaran, dan yang muslimah dilarang berjilbab, adalah jelas-jelas merupakan intimidasi dan ancaman yang sangat berbahaya. Dan, ketika ancaman itu diwujudkan dengan tindakan anarkis menyerang jamaah yang sedang shalat ied, dan kemudian membakar masjidnya, rumah-rumahnya, dan kios-kios milik kaum muslimin, jelas-jelas itu aktivitas teror yang nyata.

Sangat wajar bila kemudian peristiwa ini membangkitkan amarah kaum muslimin. Sebab umat Islam itu bagi saudaranya sesama muslim "kal jasadil wahid", laksana tubuh yang satu. Bila tangan ini sakit, atau kaki terluka, seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya. Ketika saudara kami kaum muslimin di Papua disakiti, maka umat Islam yang di Jawa, Kalimantan, Sumatera, bahkan Malaysia, Australia, Inggris, dan di manapun mereka berada, akan ikut merasakan perihnya luka. Itulah manifestasi ukhuwah islamiyah.

Dan yang bisa menyembuhkan luka ini hanyalah ketika hukum ditegakkan, dan keadilan ditinggikan. Pelaku teror tidak cukup hanya dikecam dan dikutuk, tapi harus dihukum seberat-beratnya. Mereka harus merasakan akibat perbuatan yang dilakukannya. Mereka harus ditimpakan hukuman yang setimpal atas kebrutalannya. Itu mungkin bisa sedikit meredakan rasa sakit. Dan kemudian, kesembuhan itu akan berangsur membaik ketika semua fasilitas yang dirusak telah dibangun kembali, dan kepada mereka diberikan jaminan keamanan menjalankan ketentuan agamanya.

Tetapi, yang terjadi, sungguh jauh dari harapan. Penguasa negeri muslim terbesar di dunia ini justru tidak melakukan pembelaan kepada Islam dan kaum muslimin. Wapres JK menuding akar masalahnya adalah speaker yang digunakan masjid. Meski dua hari kemudian JK yang juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia meralat statemennya dengan mengatakan bahwa pihak muslim di Tolikara telah mendapatkan ijin dari aparat keamanan maupun pemerintah daerah untuk menggunakan speaker selama shalat Idul Fitri (baca: Republika, 19/7), tidak serta merta itu meredam penderitaan kaum muslimin yang jadi korban.

Ini masih diperparah dengan komentar tokoh-tokoh masyarakat yang selama ini terlihat fasih ketika berbicara kekerasan yang dialamatkan ke umat Islam, tapi diam membisu saat menyaksikan pelaku kekerasan ternyata bukanlah umat Islam. Mereka bukannya mengutuk pelaku pembakaran masjid sebagai teroris, tetapi sibuk menenangkan agar umat Islam menahan diri dan jangan sampai terpancing kemarahan.

Media-media yang selama ini mengaku tajam, aktual, terpercaya, berani tampil beda, selalu terdepan, dan entah klaim apalagi, ternyata melempem menguak fakta yang mudah di permukaan. Tidak ada laporan eksklusif dari TKP secara live, tidak ada talkshow para pengamat yang super lebay, tidak ada reportase mengangkat penderitaan para korban, yang biasanya menghiasi layar kaca pagi hingga malam selama berhari-hari, seperti ketika ada aksi kekerasan dan yang dituding pelakunya adalah muslim.

Respon pemerintah dan para tokoh, alih-alih bisa menyembuhkan luka yang dirasakan umat Islam, tetapi seperti menyayat luka baru di atas luka lama. Ketidaksigapan media mengungkap fakta ini kian menyadarkan bahwa mereka selama ini bukan bekerja membela yang benar, tapi siap membela siapa yang bayar. Sangat menyedihkan.

Saudaraku, kaum muslimin, rahimakumullah...

Inilah bukti kesekian kali, bahwa Al-islamu ya'lu wa laa yu'laa alaihi (Islam itu tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi darinya), hanya bisa terwujud ketika Islam itu ditegakkan dalam hukum dan kekuasaan. Seperti ikan yang hanya bisa hidup nyaman di perairan, dan sulit bernapas bahkan cepat mati di habitat daratan, begitu juga kaum muslimin, yang hanya akan tenteram dan sejahtera, ketika yang diterapkan dalam sendi-sendi kemasyarakatan adalah aturan yang bersumber dari Islam sendiri. Dan itulah esensi penerapan syariat Islam di bawah naungan khilafah yang dicita-citakan kaum muslimin di seluruh dunia..[M. Ihsan Abdul Djalil] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Menyayat Luka Baru di Atas Luka Lama"

close