Pejabat Kaya Raya, Rakyat Terhimpit: Kritik IJM terhadap Sistem Politik Sekular

 



Ketimpangan antara pejabat negara dengan rakyat kembali menjadi sorotan. Di saat anggota DPR dan para pejabat menikmati gaji serta tunjangan hingga ratusan juta rupiah per bulan, jutaan warga masih harus berjuang keluar dari jerat kemiskinan.

Luthfi Affandi, perwakilan dari Indonesia Justice Monitor (IJM), menilai kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Menurutnya, akar persoalan ada pada sistem sekular-kapitalis yang memberi keistimewaan berlebih kepada para elite politik.

“Tidak mengherankan, karena kita hidup di dalam sistem sekular kapitalistik. Elite politik mendapat privilese melalui aturan yang mereka ciptakan sendiri,” ujarnya dalam program Kabar Petang Pejabat Berlimpah Harta, Rakyat Makin Menderita di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (30/8/2025).

Ia menegaskan, jabatan politik di era sekarang lebih sering dipandang sebagai ladang bisnis ketimbang amanah untuk melayani masyarakat. “Realitas hari ini, kursi kekuasaan dijadikan sarana memperkaya diri dan kelompok, bukan lagi untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.

Rakyat Terbebani, Pejabat Menikmati

Luthfi menggambarkan, masyarakat harus menanggung biaya sendiri ketika sakit, sekolah, ataupun mencari pekerjaan. Sementara di sisi lain, pejabat di cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif memperoleh penghasilan yang fantastis setiap bulan—dan semuanya berasal dari pajak rakyat.

Ia juga menyoroti praktik rangkap jabatan. “Banyak wakil menteri yang bukan hanya menjabat di kementerian, tapi juga duduk sebagai komisaris di berbagai perusahaan. Mereka mendapatkan keuntungan berlapis-lapis,” ungkapnya.

Situasi ini, menurutnya, membuat rakyat menanggung beban ganda, sementara para pejabat menikmati manisnya kue kekuasaan.

Biaya Politik yang Mahal

Fenomena ini, kata Luthfi, tidak bisa dilepaskan dari konsekuensi demokrasi yang menuntut biaya politik sangat besar. Para politisi, ujarnya, kerap menjadikan jabatan sebagai sarana mengembalikan modal politik yang telah mereka keluarkan.

“Banyak politisi menggelontorkan dana ratusan juta hingga miliaran untuk merebut kursi DPRD, DPR, wali kota, bupati, gubernur bahkan presiden. Uang itu tentu harus kembali,” jelasnya.

Jika modal berasal dari kantong pribadi, politisi akan berusaha mengembalikan dengan cara cepat. Jika berasal dari sponsor atau donatur, maka ada tuntutan balas jasa yang lebih besar. “Umumnya, mereka mengeluarkan 100, lalu mengembalikan dalam ribuan kali lipat. Cara instan dilakukan lewat gaji, proyek APBN/APBD, hingga praktik korupsi yang sudah bukan rahasia,” tambah Luthfi.

Konsekuensi Sistem Sekular

Luthfi menekankan, kondisi ini merupakan konsekuensi logis dari demokrasi yang berdiri di atas asas sekularisme—memisahkan agama dari urusan kehidupan.

“Dalam sistem ini, kekuasaan dipandang hanya untuk memenuhi kepentingan perut, kepentingan duniawi. Tidak ada kesadaran untuk tunduk pada aturan syariat,” ujarnya.

Ia menutup dengan menyebut fenomena tersebut sebagai wajah asli sistem kapitalisme-sekularisme yang melahirkan kesenjangan tajam antara rakyat dan penguasa.[]

Posting Komentar untuk "Pejabat Kaya Raya, Rakyat Terhimpit: Kritik IJM terhadap Sistem Politik Sekular"