Pemilu 2014: Minus Visi Ideologis, Minus Harapan
Menyedihkan, cara-cara kampanye partai
politik (parpol) yang bertarung dalam pemilu 2014. Seruan-seruan
kampanye jarang yang berbobot. Yang penting massa tertarik dan senang.
Jarang sekali kita mendengar partai menyampaikan visi ideologis mereka
tentang Indonesia ke depan. Kalaupun ada hanya berupa slogan-slogan
kosong yang tidak bermakna dan tanpa maksud yang jelas. Bisa disebut,
hampir semua partai terjebak pada pragmatisme politik, yang penting
menang, bagaimana pun caranya.
Padahal visi ideologis ini sangat penting. Karena persoalan bangsa
ini justru ada pada ideologinya, yaitu kapitalisme-sekuler. Adopsi
ideologi kapitalisme ini yang menimbulkan problem sistematik yang
multidimensional. Hampir semua aspek bernegara bermasalah. Mulai dari
politik, ekonomi, sosial, ataupun budaya. Korupsi juga menggurita.
Pelaku dalam tiga pilar demokrasi (eksekutif, legislatif, dan yudikatif)
juga terlibat dalam korupsi yang sistemik. DPR bahkan berulang kali
mendapat gelar lembaga terkorup. Ketua MK malah terjerat hukum.
Kita tegaskan yang dibutuhkan Indonesia bukanlah sekadar munculnya
orang-orang hebat (yang juga begitu sulit ditemukan). Namun Indonesia
membutuhkan perubahan yang mendasar (asasiyah), menyeluruh (inqilabiyah).
Perubahan sistemik yang dimulai dari ideologi berikut hukum-hukum
yang dibangun atas dasar ideologi itu. Selama Indonesia masih
mengadopsi ideologi kapitalisme –apapun bungkusnya—persoalan Indonesia
tidak akan pernah selesai.
Sayangnya partai-partai yang berasaskan Islam juga minus ideologi
Islam. Hampir tidak ada yang dengan tegas menyatakan ingin menegakkan
syariah Islam secara menyeluruh di bawah nuangan khilafah Islam. Padahal
perubahan yang ideologis, menyeluruh, dan sistemik hanya bisa
diwujudkan dengan tegaknya khilafah Islam yang berasaskan ideologi
Islam. Khilafah Islam inilah sebagai institusi politik yang akan
menerapkan seluruh syariah Islam secara totalitas. Dengan menegakkan
khilafah-lah karut marut persoalan Indonesia akan selesai!
Bahwa partai Islam harus menyerukan syariah Islam merupakan perintah
Allah SWT dalam QS Ali Imron: 104. Kelompok atau partai politik Islam
ini wajib menyerukan al khair, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Imam at Thobari dalam tafsirnya Jami’ul bayan fi ta’wil Qur’an menjelaskan pengertian yad’una ila al khair adalah: yad’una ila al Islam wa syarai’ihi allati syara’a allahu li ‘ibadihi (menyerukan ke jalan Islam dan syariah-Nya yang disyariatkan Allah SWT kepada hamba-Nya).
Kalaupun ada pun yang menyerukan syariah Islam, namun tidak secara
totalitas. Masih berharap syariat Islam diterapkan dalam sistem
demokrasi dalam negara sekuler. Sesuatu yang mustahil. Negara sekuler
seperti ini tidak akan mungkin menoleransi penerapan syariah Islam
secara kaffah apalagi kalau dilandasi kepada kedaulatan di tangan hukum
syara’.
Penjaga-penjaga sekulerisme akan mengatakan, “Tindakan Anda
bertentangan dengan konstitusi negara, ini bukan negara Islam bung!”
Tidak mustahil pula, tuntutan ini akan diberangus oleh penjaga-penjaga
sekulerisme dengan kejam seperti yang terjadi di Aljazair ketika FIS
menang secara demokratis.
Untuk menegakkan khilafah, sebagaimana yang dicontohkan dalam
perjuangan Rasulullah SAW, dua hal yang harus kita bangun yakni
kesadaran umat dan dukungan dari pihak yang memiliki kekuatan (ahlul quwwah).
Kesadaran umat akan kewajiban khilafah, penerapan syariah Islam yang
dibangun atas dasar akidah Islam, akan menggerakkan umat untuk berjuang
dan siap berkorban menuntut tegaknya khilafah.
Kesadaran ini bukan dibangun atas dasar bujukan kesenangan, rayuan
harta, atau hiburan, namun atas dasar akidah Islam. Akidah Islam inilah
dasar ideologi yang kuat, sehingga siapapun yang mengembannya akan
berjuang sungguh-sungguh, siap menghadapi tantangan, bahkan harus mati
sekalipun. Kesadaran akidah Islam ini membuat para pengembannya
berpikir: “Apa yang sudah saya korbankan untuk perjuangan ini. Bukan
kesenangan, harta, dan jabatan apa yang sudah saya dapat dalam
perjuangan ini!”
Peralihan kekuasaan (istilamul hukmi) secara syar’i
akan terwujud dengan dukungan dari ahlul quwwah seperti pemimpin
kabilah di masa Rasulullah SAW atau militer atau kelompok-kelompok
strategis lainnya dalam kondisi sekarang. Dukungan dari ahlul quwwah ini
diperoleh lewat dakwah Islam kepada mereka. Sehingga dukungan ini
didasarkan pada keimanan bukan pada pragmatisme atau kecintaan kepada
kekuasaan.
Umat yang sadar dan ahlul quwwah yang mendukung, merupakan
orang-orang yang berhasil menghilangkan salah satu kesulitan yang
dihadapi dalam dakwah, yaitu sulitnya mengorbankan kehidupan
dunia-harta, perdagangan, dan sejenisnya—di jalan Islam dan dakwah.
Seperti yang ditulis Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab at Takattul al Hizby,
mereka ini adalah orang yang beriman yang sadar ketika diingatkan
bahwa Allah SWT telah membeli jiwa dan harta mereka dengan surga.
Ya cukup diberikan peringatan seperti itu, kemudian mereka diberikan
pilihan dalam berkorban, tanpa dipaksa. Sebagaimana sikap Rasulullah
SAW ketika menulis surat kepada Abdullah bin Jahsy ra ketika beliau
mengutusnya menjadi pemimpin pasukan memata-matai kaum Quraisy di
Nakhlah, yang terletak antara Mekkah dan Thaif. Dalam surat itu
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah sekali-kali engkau memaksa
seseorang dari sahabat-sahabatmu untuk berjalan bersamamu. Laksanakanlah
perintahku bersama orang-orang yang bersedia mengikutimu!” [fw/htipress/syabab/visimuslim.com]
Posting Komentar untuk "Pemilu 2014: Minus Visi Ideologis, Minus Harapan "