Ada Apa Dibalik Maraknya Eksistensi 'Kaum Pelangi'?
Oleh : Annisa Nur Istiqomah (Aktivis Dakwah Kampus)
Fenomena Lesbian Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) semakin marak keberdaannya di tengah kehidupan hari ini. Pembahasan LGBT yang muncul saat ini semakin hangat dan memanaskan banyak kalangan yang pro maupun kontra. Pihak yang kontra menganggap bahwa LGBT merupakan bagian dari tindakan kriminal dan bertentangan dengan kodrat sebagai manusia dan keberadaannya hanya menjadi penyakit masyarakat yang dapat mendatangkan kerusakan. Sedangkan, pihak yang pro menganggap bahwa LGBT merupakan bagian dari keberagaman dan patut dihargai dan diakui sebagai hak kebebasan manusia atas pribadinya. Kemunculan LGBT merupakan fenomena lama yang muncul kembali seiring derasnya gaya hidup kapitalis yang membudaya secara global dan menjunjung tinggi nilai kebebasan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dipenuhi atas manusia.
Pada tahun 2013 terdapat sekitar 120-130 negara di dunia, termasuk 37 negara yang masih melarang hubungan sejenis. Kemudian, pada peringatan Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia, dan Transfobia (IDOHOBIT) 2022, berbagai badan PBB kembali dengan lantang menyatakan berdiri dalam solidaritas dengan semua orang dari beragam orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan karakteristik seks (SOGIESC), yakni UN Women, UNFPA, juga UNDP.
Meningkatnya jumlah negara yang merayakan IDAHOBIT menunjukkan adanya kampanye LGBT secara masif, termasuk di Indonesia. Pengibaran bendera Pelangi oleh Kedubes Inggris di Jakarta, rencana kunjungan utusan khusus Amerika Serikat untuk urusan HAM LGBTQI+, terbongkarnya jaringan homoseksual di lingkungan kepolisian hingga TNI, konten-konten sosial media yang dengan bebas menampilkan gaya hidup LGBT, bahkan penerimaan pelaku LGBT dilakukan oleh para pejabat negara hingga influenser. Teranyar adalah agenda mendatang Indonesia yang akan mengadakan konser musik Coldplay yang jelas pendukung LGBT.
Hal ini tentu wajib menjadi perhatian bagi kaum muslimin, sebab terjadi kampanye kemaksiatan secara nyata. Meskipun Indonesia belum mengakui secara hukum kaum LGBT, tetapi berbagai bentuk pernyataan dan dukungan dari pejabat negara dapat menyiratkan bahwa mereka terlindungi. Sehingga, nampak bahwa keberadaan kaum LGBT mulai mendapatkan perhatian dan penerimaan sosial baik oleh negara maupun masyarakat. Dengan demikian, bukan hal yang tidak mungkin, jika selanjutnya keberadaan mereka di tanah air akan mendapatkan pengakuan secara hukum seperti negara-negara demokrasi lainnya.
Tampak disadari bahwa fenomena LGBT bukan hanyalah gerakan sosial semata, melainkan termasuk gerakan politik global yang diarahkan negara Barat dan PBB. Narasi yang selalu menjadi landasan adalah bahwa para pelaku LGBT juga memiliki hak asasi sebagaimana hak semua orang. Hal ini tertuang dalam isi Pasal 1 Deklarasi Universal HAM yang dideklarasikan PBB pada 1948 bahwa “(all) human beings are born free and equal in dignity and rights”, artinya “(semua) manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak”. PBB senantiasa menyuarakan agar semua negara melindungi dan menerima pelaku LGBT sebagai warga negara yang memiliki orientasi seksual berbeda, bukan orientasi seksual yang menyimpang.
Pada tahun 2015, sebanyak 12 badan PBB mengeluarkan pernyataan bersama untuk melawan diskriminasi terhadap penganut orientasi seksual menyimpang ini. Dalam pernyataan tersebut, menyerukan bahwa HAM bersifat universal, yakni praktik budaya, agama, dan moral, serta keyakinan dan sikap sosial tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan pelanggaran HAM terhadap kelompok mana pun, termasuk LGBT.
Dengan demikian, kaum muslimin perlu menyadari secara penuh bahwa LGBT saat ini bukan lagi perilaku individu melainkan sudah menjadi sebuah gerakan global yang terorganisir, yakni atas komando negara adidaya, Amerika Serikat. Bahkan, gerakan LGBT masif dilakukan melalui berbagai jalur, mulai dari akademik, sosial budaya, komunitas, bisnis, hingga politik dan diplomasi.
Dalam Islam perilaku LGBT sudah jelas hukum dan keharamannya, mulai dari menyerupai lawan jenis hingga perbuatan liwath (sodomi). Sebagaimana dalam sabda Nabi SAW, “Siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan liwath (sodomi), sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut.” (HR Abu Dawud). Selain itu, Ibnu Abbas RA telah berkata, “Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang berperilaku menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang berperilaku menyerupai laki-laki.” Sabda Rasulullah SAW, ”Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Rasulullah SAW pernah mengusir si Fulan, demikian juga Umar pernah mengusir si Fulan (HR Ahmad, no 1982).
Ketika Islam menetapkan sesuatu sebagai satu keharaman, Islam tidak hanya memiliki langkah untuk mengatasi problem besar ini, tetapi juga memiliki tuntunan untuk mencegah munculnya orientasi seksual menyimpang ini. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan semata-mata agar manusia bisa melestarikan keturunan (Q.S. An-Nisa :1) dan memelihara kemuliaan manusia (Q.S. Al-A’raf : 80-81).
Perilaku LGBT jelas menyalahi fitrah dan menafikkan pelestarian keurunan. Pelaku homoseksual dan lesbian adalah penyakit yang hanya membawa kesesatan dan kerusakan. Begitu banyaknya kasus penularan HIV/AIDS yang terjadi akibat para pelaku penyimpang ini, pada tahun 2022 triwulan I dari total 10.525 penularan HIV sebanyak 30,2 persen berasal dari hubungan sesama jenis dan 12,8 persen terjadi pada hubungan heteroseksual. Angka tersebut diperkirakan akan terus mengalami kenaikan, ditengah masifnya kampanye LGBT saat ini (Republika, 2022).
Oleh karena itu, ironi sekali jika negeri mayoritas muslim memiliki banyak penyakit LGBT dan tidak bisa melarang eksistensi mereka. Masyarakat semakin terbuka dan bahkan negara bersikap membiarkan. Kekuatan global di balik masifnya kampanye LGBT tentu harus dihadapi dengan kekuatan besar umat Islam yang hanya akan terwujud nyata dengan keberadaan negara yang menerapkan Islam secara utuh dan menyeluruh, serta menolak secara tegas perilaku LGBT ini.
Wallahu a’lam bishawab.
Posting Komentar untuk "Ada Apa Dibalik Maraknya Eksistensi 'Kaum Pelangi'?"