Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ibu Terlahir Dari Anak, Bagaimana Bisa?

Salah satu alasan atau “dalil” yang sering digunakan oleh pengusung ide demokrasi adalah dengan menyatakan bagaimana mungkin bisa dikatakan demokrasi terlahir atau dilahirkan oleh ide sekulerisme, sedangkan fakta nya bahwa demokrasi itu terlahir jauh sebelum masehi, sedangkan sekulerisme itu baru muncul pada abad pertengahan atau tepatnya pada abad ke 18 masehi pasca revolusi perancis.

Kemudian mereka melanjutkan bahwa tidak mungkin seorang ibu bisa terlahir dari anak. Mereka beranggapan atau menganalogikan demokrasi adalah seorang ibu (karena ada duluan) dan sekulerisme adalah anak (karena lahir belakangan).

ilustrasi
Anggapan semacam ini sebenarnya muncul karena kekeliruan dalam memahami fakta tentang sekulerisme itu sendiri. Memang benar dan memang harus diakui bahwa demokrasi itu lahir atau muncul lebih awal dari ide sekulerisme. Bahkan kemunculan demokrasi terjadi pada masa sebelum masehi atau tepatnya abad ke 4 atau ke 5 sebelum masehi.

Kala itu di Yunani kuno khususnya pada kota Athena (kala itu disebut negara kota Athena), istilah demokrasi mulai dikenalkan oleh Aristoteles yakni demokrasi yang terdiri atas dua kata yakni demos yang berarti rakyat, serta kratos yang berarti kekuasaan atau pemerintahan sehingga dapat disimpulkan bahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat, yang kemudian berkembang menjadi pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Namun kemudian dalam sejarah, Demokrasi itu tidak bisa bertahan lama setelah kelahirannya. Ini dibuktikan bahwa setelah negara kota Athena, tidak ditemukan lagi satu negarapun yang menerapkan sistem ini, kecuali bangsa Romawi yang meniru konsep ini sejak tahun 510 SM namun berakhir pada 27 SM, Sebagai gantinya, muncullah pemerintahan monarchi yang berkolaborasi dengan Gereja, yang disebut dengan Theokrasi atau yang juga disebut dengan negara agama.

Konsep Theokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan dimana orang yang berkuasa sebagai raja atau kepala negara/kepala pemerintahan itu merupakan perpanjangan dari tuhan. Apa yang dititahkan oleh kepala negara adalah merupakan titah dari tuhan. Para raja dan bangsawa tersebut menggunakan kalangan gerejawan untuk “mendakwahkah” kepada masyarakat bahwa mereka (para raja) adalah wakil-wakil tuhan di muka bumi. Artinya bahwa raja dianggap wakil Tuhan di muka bumi. Artinya, kata-kata , keputusan, kebijakan, dan aturan yang ditetapkan oleh Raja adalah otomatis merupakan kata-kata Tuhan. Karena kata-kata Tuhan , maka keputusan raja tidak pernah keliru. Muncul-lah slogan yang populer pada saat itu “King can do no wrong” , Raja tidak pernah keliru. Hal tentu saja menutup pintu kritik karena raja selalu menganggap dirinya benar. Ketiadaan kritik inilah yang kemudian membuat raja berpeluang besar menjadi tirani, karena kebijakan yang dia ambil selalu dianggap benar.

Konsep negara dengan sistem Theokrasi atau negara agama ini kemudian pada abad pertengahan yakni sekitar abad ke 14 masehi mulai menimbulkan dampak perlawanan oleh masyarakat.

Pada abad ke 14 mulai berkembang Gerakan Renaissance dan Gerakan Rasionalisme. Gerakan renaissance (1350-1600) adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada kesusasteraan dan kebudayaan Yunani Kuno. Gerakan reformasi, menuntut melepaskan diri dari penguasaan gereja, baik dibidang siprituil, dogma, maupun di bidang sosial politik. Gerakan reformasi menuntut pemisahan gereja dan negara.

Sedangkan Gerakan Rasionalisme (1650-1800) di Eropa, mendorong pentingnya penggunaan rasio atau akal dalam mengatur kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta mendesak agar adanya pembatasan kekuasaan raja dan agama dalam pengaturan kehidupan sosial politik masyarakat. Gerakan Rasionalisme menekankan pentingnya hak-hak asasi manusia.

Masyarakat menganggap bahwa para raja atau bangsawan tersebut telah memperalat para gerejawan untuk kekuasaan tirani mereka. Gerakan penolakan masyarakat ini juga di dukung oleh para ilmuwan dan para filosof. Dimana para ilmuwan dan filosof memiliki banyak pertentangan dengan doktrin gereja. Sebut saja ilmuwan galileo yang mengajarkan tentang teori heliosentris dan menolak paham geosentris yang saat itu diterima oleh masyarakat luas, termasuk Gereja. Karena menolak doktrin gereka katolik tersebut maka ia dibunuh. Dan sejarah mencatat selama dominasi gereja, telah 300 ribu ilmuan yang dibunuh, bahkan 32 ribu ilmuan dibakar hidup-hidup karena tidak sesuai dengan doktrin gereja.

Atas peristiwa ini, kemudian terbagilah perpecahan menjadi dua kubu. Kubu pertama membela monarki absolut (kekuasaan raja) dan teokrasi (kekuasaan gereja). Mereka mengopinikan teori “kedaulatan Tuhan” dan konsep raja sebagai manusia terpilih yang menjadi perpanjangan-Nya. Dengan teori ini posisi raja dan gereja yang sudah stabil selama ratusan tahun tidak digugat.

Sebaliknya, kubu kedua mengusulkan teori sekularisme menyatakan bahwa rakyat tidak perlu terikat pada aturan gereja dalam kehidupan publik. Dari ide sekulerisme ini kemudian mereka menawarkan 3 ide lagi yakni Liberalisme yang menegaskan pola pikir dan pola sikap rakyat hendaknya terserah rakyat sendiri. Kemudian yang kedua yakni ide Kapitalisme yang menyatakan bahwa ekonomi hendaknya tidak didominasi kerajaan. Hendaknya rakyat (termasuk di dalamnya kaum borjuis) terlibat besar dalam ekonomi, dan pemerintah hanya sebagai “wasit ekonomi” saja. Sedangkan yang ketiga adalah ide Demokrasi menegaskan teori “kedaulatan rakyat” sebagai lawan dari teori ”kedaulatan Tuhan”. Demokrasi menegaskan Vox Populi Vox Dei (suara rakyat adalah suara tuhan). Tidak ada ketentuan Tuhan mengatur rakyat dalam kehidupan publik. Sebaliknya, suara publik itu sendirilah yang harus diakui sebagai pencerminan “suara Tuhan”.

Ide ketiga yakni demokrasi, diambil atau lebih tepatnya dipilih kembali karena mereka merasa konsep sistem pemerintahan yang pas untuk ide sekulerisme adalah demokrasi, bukan sistem lain yang juga pernah ada seperti sistem Monarki, Oligarki atau Tirani. Kemudian pada abad ke 18 dan 19 masehi mereka bersepakat atas ide sekulerisme dengan konsep sistem pemerintahan (yang) demokratis.

Jadi, itulah kenapa dikatakan bahwa sekulerisme melahirkan demokrasi (dilahirkan kembali) setelah sekian abad terkubur digantikan oleh sistem pemerintahan theokrasi. Wallahu a’lamu. [Adi Victoria]

Posting Komentar untuk "Ibu Terlahir Dari Anak, Bagaimana Bisa?"

close