Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rasa Malu dan Keimanan


Oleh : H. Luthfi H.

جاء في فتح الباري شرح صحيح البخاري لابن حجر العسقلاني بتصرف في " باب أمور الإيمان".

Dalam Kitab Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari, Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy dalam Bab Perkara Keimanan menuturkan:

حدثنا عبدُ الله بن محمد الجعفي قال: حدثنا أبو عامر العقدي قال: حدثنا سليمان بن بلال عن عبد الله بن دينار عن أبي صالح عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "الإيمانُ بِضْعٌ وسِتون شعبةً والحياءُ شعبة من الإيمان".

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Ju'fi dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Al 'Aqadi yang berkata, bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Iman itu memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu adalah bagian dari iman". (HR. Bukhari).

إن الحياء خصلة من الإيمان، فمن أراد أن يختبر إيمانه فلينظر إلى حيائه أمام نفسه وأمام ربه وأمام الناس، فإن وجد في نفسه حياء فليحمد الله لأن إيمانه بخير، وإلا فليعد حساباته مع الله ربه وخالقه.

Banhwa sungguh perasaan malu itu seuntai kunci dari keimanan. Maka siapa saja yang ingin menguji keimanannya, hendaklah ia memperhatikan dengan saksama rasa malu. Yakni rasa pada dirinya sendiri, rasa malu dihadapan Tuhan-nya, dan rasa malu terhadap manusia lainnya. Maka jika ia mendapati rasa malu itu ada terhadap dirinya, maka hendaklah ia memuji kepada Allah, karena sesungguhnya keimanannya dalam keadaan sedang baik. Namun jika tidak, maka hendaklah ia berjanji untuk melakukan instrospeksi keimanannya kepada Allah, sang Pengatur dan Penciptanya. 

وقد مرَّ النبي صلى الله عليه وسلم برجل وهو يعظ أخاه في الحياء أي يلومه عليه فقال: « دعه، فإن الحياء من الإيمان ».

Rasul saw pernah melewati seorang laki-laki yang sedang menasehati saudaranya tentang perkara malu, yakni ia ingin memperbaiki atas saudaranya itu (karena dirasa kurang memiliki rasa malu). Lantas Rasul saw bersabda; "Biarkanlah (ia). Sesungguhnya malu itu bagian dari iman." (HR. Abu Daud).

Wahai kaum muslimin...

إن الناظر للبلاد الإسلامية هذه الأيام لا يرى - وللأسف- هذا الخلق النبيل إلا في قلة من المسلمين ممن رحم الله، فأين الحياء عندما نرى النساء يخرجن في كامل زينتهن أمام الرجال؟ أين الحياء وهنَّ يتمايلن في الطرقات ويلبسن البنطال وما يشف ويفضح؟ وأين الحياء عند شباب الأمة وهم يلبسون ما أعد لهم الغرب من ملابس فاضحة للعورة كبنطال الخصر الساحل؟ وأين الحياء من الله في كلامهم وفي أفعالهم؟ وأين الحياء عند بعض التجار وقد جعلوا الغش والربا أساس البيع والتجارة؟ وأين الحياء فيمن يمارس الخيانة والعمالة ويسميها سياسة؟ وأين الحياء عند بعض الجماعات التي انتسبت للإسلام وتبنت الديمقراطية؟ لا حياء.

Jika kita saksikan di negeri-negeri Islam sekarang ini, kita tidak pernah melihat --dan hal itu sangat disayangkan -- atas akhlak yang mulia ini, kecuali hanyalah sedikit dari kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah SWT. 

Di mana rasa malu itu dari seorang wanita yang keluar rumah dengan memperlihatkan perhiasannya (auratnya) secara sempurna di hadapan laki-laki (yang bukan mahramnya)? 

Di mana rasa malu itu, sementara mereka wanita-wanita tersebut mengekspresikan keinginanya di jalanan dengan memakai celana panjang tersingkap dan tidak ada yang menutupinya? 

Di mana rasa malu itu, jika masih ada, pada pemuda-pemuda umat ini ? Mereka yang memakai pakaian yang sajikan dan dipolakan oleh Barat, yang memperlihatkan aurat dari pakaian pendek yang mereka pakai di pantai? Di mana pula ada rasa malu dari ucapan dan perbuatan mereka? 

Di mana pula ada rasa malu dari kalangan pebisnis yang menjadikan kecurangan dan riba sebagai asas dalam jual beli dan transaksi mereka? Di mana juga ada rasa malu dari para pelaku khianat dan para komprador asing atas nama politik? 

Di mana pula tersisa rasa malu dari sekelompok jama'ah yang mengatasnamakan perjuangan Islam, sementara menjerumuskan diri pada sistem kotor Demokrasi? Sungguh sudah sirna rasa malu itu di berbagai sudut kehidupan ini. 

نعم أيها المسلمون لا شك أن غياب هذا الخلق النبيل ما كان ليكون لولا وجود النظام الرأسمالي العفن تبناه الحكام وأبدعوا في تطبيقه على المسلمين، فخلع كثير منهم برقع الحياء، بعد أن خلع الحكام قبلهم كل ستائره عن أجسادهم، فبانت عوراتهم مكشوفة. وعليه فلن يعود للناس حياؤهم كما أراده الله إلا بنظام الإسلام، عندها يعود للأمة حياؤها وخلقها الرفيع.

Memang benar wahai kaum muslimin. Bahwa sirnanya akhlak yang mulia ini, buruknya akhlak umat ini, terjadi karena sistem Kapitalis yang telah diadopsi oleh para penguasa mereka, dan diterapkan sistem tersebut atas kaum muslimin. Yang pada akhirnya kemudian menjadikan rasa malu itu terangkat dalam kehidupan. 

Setelah hukum-hukum ISLAM itu sirna dalam kehidupan. Aurat mereka pun tersingkap di mana-mana. 

Dan sungguh tidak akan pernah kembali terwujud rasa malu itu, rasa malu sebagaimana yang diinginkan Allah SWT, kecuali mereka kembali berada dalam sistem Islam. Karenanya, saat sistem Islam itu kembali, saat itulah rasa malu akan terwujud kembali, dan akhlak yang mulia akan kembali bersemi. 

اللهمَّ عاجلنا بخلافة راشدة على منهاج النبوة تلم فيها شعث المسلمين، ترفع عنهم ما هم فيه من البلاء، اللهمَّ أنرِ الأرض بنور وجهك الكريم. اللهمَّ آمين آمين.

Ya Allah, kami memohon disegerakan tegaknya Daulah Islamiyyah 'ala Minhaj Nubuwwah. Yang dengannya akan terurai benang kusut persoalan kaum muslimin. Dengannya pula terangkat berbagai kedukaan dan bala yang menimpa umat. 

Ya Allah, berilah cahaya di muka bumi ini dengan Cahaya Wajah-Mu yang Maha Mulia. Amin Amin Amin ya Rabbal 'Alamiin. [VM]

Posting Komentar untuk "Rasa Malu dan Keimanan"

close