Korsel Gagal New Normal, Serius Indonesia Mau Meniru?
Oleh: Ragil Rahayu, SE
Indonesia akan memberlakukan new normal (normal baru). Presiden Jokowi menyatakan keinginannya agar Indonesia bisa segera memasuki fase normal baru. Aturan normal baru di perkantoran dan industri telah diterbitkan Menkes Terawan melalui Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Di lingkungan BUMN, para karyawan harus bersiap kembali ke kantor setelah Menteri BUMN Erick Thohir menerbitkan Surat Edaran Nomor S-336/MBU/05/2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal BUMN yang berlaku usai lebaran. Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Dwi Wahyu Atmaji, mengatakan kementeriannya akan menerbitkan aturan skenario normal baru untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) pada pekan ini.
Mengorbankan Rakyat Demi Kapitalis
Banyak pihak menilai Indonesia belum siap memasuki new normal. Sebagaimana diberitakan cnbcindonesia (27/5/2020), Peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Pradiptajati Kusuma menyatakan, di beberapa negara pelonggaran restriksi sosial diberlakukan karena jumlah kasus di negara mereka sudah berada di single digit setiap harinya sebelum new normal dijalankan. Sementara di Indonesia, penularan pasien kasus positif covid-19 di Indonesia masih terbilang cukup tinggi.
New normal diberlakukan lebih karena desakan para kapitalis yakni para pengusaha besar yang selama pandemi bisnisnya macet. Jika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diteruskan, kerugian mereka akan makin besar. Padahal umumnya mereka bermodal utang pada bank. Termasuk dalam kalangan ini adalah pengusaha mall, penerbangan, minyak, gas dan lain-lain. Sedangkan pengusaha kecil justru mudah berinovasi dalam kondisi pandemi. Sayangnya, penguasa justru bekerja melayani para kapitalis dan mengorbankan rakyat. Melonggarkan pembatasan dalam kondisi jumlah kasus masih tinggi sama dengan menumbalkan rakyat demi kepentingan para kapitalis.
New Normal Gagal di Korea Selatan
Diberitakan oleh iNews.id, Korea Selatan pada Kamis (28/5/2020) ini memberlakukan kembali aturan social distancing yang sejak awal bulan ini sempat dilonggarkan oleh pemerintah setempat. Langkah itu diambil menyusul serangkaian klaster penyebaran virus corona (Covid-19) yang mengancam keberhasilan negeri ginseng dalam menahan epidemi tersebut.
Korea Selatan dianggap sebagai salah satu model global dalam cara mengekang virus corona. Akan tetapi, negara itu belakangan melaporkan lonjakan terbesar infeksi baru Covid-19 setelah hampir dua bulan masyarakatnya merasakan kehidupan new normal. Pemerintah Korsel mengumumkan 79 kasus baru infeksi Covid-19 pada Kamis ini, sehingga totalnya menjadi 11.344. Ini adalah lonjakan kasus harian terbesar di negeri itu sejak 81 kasus diumumkan pada 5 April lalu.
Indonesia harus belajar dari kejadian ini. Korea Selatan yang memiliki respon cepat dan tepat dalam penanganan wabah Covid-19 saja ternyata gagal menerapkan skenario new normal. Padahal warga Korea Selatan termasuk disiplin pada protokol kesehatan. Sementara Indonesia, kebijakan negara sangat lemah, jika dipaksakan new normal, pasti akan muncul lonjakan kasus yang lebih parah.
Sikap membebek pada tren kebijakan negara lain, sementara kondisi internal (kebijakan penguasa dan kedisiplinan rakyat) belum siap, sama saja dengan bunuh diri. Kebijakan harusnya diputuskan sesuai dengan kebutuhan dalam negeri. Bukan semata ikut arus yang sedang viral di luar. Buat rakyat kok coba-coba!
Solusi Islam: Mandiri, Tidak Membebek
Ketika kota Syam dilanda wabah tha'un, Khalifah Umar bin Khaththab ra membatalkan kunjungan kesana dan kembali ke Madinah. Padahal saat itu Gubernur Syam yakni Abu Ubaidah bin al Jarrah ra meminta Umar ra untuk melanjutkan perjalanannya. Sebagian sahabat senior juga mendukung Abu Ubaidah ra. Namun Umar ra tetap teguh pada pendiriannya, karena telah berkonsultasi pada sesepuh Quraisy yang dipandangnya pakar. Beliau juga berlandas pada hadis Rasulullah SAW yang mengajarkan agar tidak memasuki wilayah wabah. Berkat keputusan Sang Amirul Mukminin, wabah di Syam bisa terselesaikan.
Keberhasilan khilafah dalam menyelesaikan wabah juga teruji pada khilafah Utsmaniyah saat menghadapi wabah penyakit pes atau The Black Death) yang memuncak antara 1346 dan 1353. Jumlah korban jiwa mencapai 200 juta orang di Eropa dan kawasan Laut Tengah. Wabah ini masuk Istanbul pada tahun 1466. Persebaran penyakit di kota itu terjadi dengan sangat cepat.
Untuk menyelamatkan diri, sebagian warga Istanbul yang masih sehat keluar dari kota. Namun, banyak pula yang memilih bertahan di rumah masing-masing. Mereka menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan. Mereka tidak pernah keluar kecuali untuk urusan yang sangat penting--membeli makanan, minuman, atau obat-obatan. Kondisi ini sempat membuat Istanbul bak kota hantu. Ini menggambarkan displin tinggi dalam upaya memutus rantai penularan penyakit. Upaya khilafah Utsmaniyah membawa hasil. Wabah perlahan-lahan hilang dari Istanbul.
Sementara pada saat yang sama, di Eropa, kondisinya sungguh mengerikan. Wabah ini membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Sanitasi yang buruk menjadi sarang tikus menyebabkan penyebaran penyakit ini. Juga kebiasaan buruk warga yang mengambil barang berharga dari jasad korban sehingga menjadi media penularan.
Di kota London, 100 ribu warganya tewas akibat wabah ini. Wabah pes baru hilang dari kota London saat terjadi kebakaran besar pada 2 September 1666. Api menjalar ke seantero kota. Menurut Museum of London, api turut melahap rumah-rumah kumuh beserta kawanan tikus yang menjadi pengantar kuman pes. Jika saja khilafah Utsmaniyah membebek pada Eropa dalam menghadapi wabah pes, kaum muslim akan terancam kehilangan sebagian besar umatnya akibat wabah. Namun sikap mandiri dalam menghadapi wabah hanya dimiliki oleh negara bervisi ideologis sahih yakni Islam. Wallahu a'lam bishawab. []
Posting Komentar untuk "Korsel Gagal New Normal, Serius Indonesia Mau Meniru? "