HR5 Center: Penahanan HR5 Aksi Balas Dendam
Jakarta, Visi Muslim- Direktur Habib Rizieq Syihab (HRS) Center Dr. Abdul Chair Ramadhan menyebut ditahannya Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab sebagai aksi politis balas dendam terhadap kasus Ahok.
“Saya sependapat dengan pernyataan di luar kita ini bahwa ini aksi balas dendam. Kalau Ahok masuk ya HRS juga harus masuk. Dan itu dapat dibenarkan, karena Ahok pernah bilang saya akan buat malu,” ujarnya dalam acara Fokus: HRS Ditahan, Kriminal atau Politis? Ahad (13/12/2020) di kanal Youtube Khilafah Channel.
Sebelumnya, penyidikan terhadap HRS terjadi lantaran laporan tanggal 15 November 2020 terkait kerumunan dan atau protokol kesehatan sebagai suatu pelanggaran. Disebutkan terjadinya perbuatan itu hanya di daerah Petamburan. Kemudian dalam penyelidikan itu dipanggil pihak-pihak untuk memenuhi undangan klarifikasi salah satunya adalah Gubernur DKI Jakarta.
Namun, tiba-tiba dalam penyelidikan masuk hal-hal yang sebelumnya tidak ada dalam laporan. Dalam penyelidikan masuk delik lokus yang tidak ada, yakni lokus Tebet Utara. Dan dengan adanya laporan polisi yang sebelumnya juga tidak ada di tahap penyelidikan, lebih lagi masuk ke pasal 160 KUHP.
“Pada tahap penyidikan masukkan pasal 160 KUHP itu yang sebelumnya tidak ada dalam tahap penyelidikan itu hanya disebutkan pasal 9 untuk pasal 93 undang-undang karantina kesehatan dan pasal 216 KUHP. Tidak hanya tiba-tiba masuknya pasal 160 KUHP, tapi penyidikan itu juga didasari oleh adanya laporan polisi per tanggal 25 November dan surat perintah penyidikan tertanggal 26 November. Ditambah bukan hanya Petamburan tetapi menuju kepada Jalan Tebet Utara Nomor 2 di acara maulid dan pernikahan dari cucu Sayyidil Walid al-Habib Ali Assegaf,” bebernya.
Terkait masuknya lokus delikti, Abdul Chair mengatakan hal tersebut merujuk kepada acara maulid dan pernikahan dari cucu Sayyidil Walid al-Habib Ali Assegaf hal yang sama juga terjadi di Petamburan dalam hal ini pernikahan dan maulid yang dilakukan menunjuk kepada putri HRS. Ia juga bertanya, mana yang lebih signifikan dalam mendatangkan kerumunan.
“Mana yang paling berpengaruh? Yang mana sebab yang paling dominan terjadinya kerumunan itu? Apakah Maulid Nabi Muhammad SAW atau pernikahan? Kami mengatakan bahwa yang menjadi sebab berkerumunnya orang bukanlah pernikahan tetapi Maulid Nabi Muhammad SAW. Lebih kepada itu dan mengapa hanya terhadap Imam Besar Habib Rizieq dan ke-5 pengurus FPI yang diterapkan penerapan hukum itu? Bukankah banyak maulid yang terjadi? Bukankah banyak kerumunan yang terjadi seperti Pilkada serentak 2020 di dalamnya termasuk 14 kali pelanggaran menantu presiden di Medan termasuk putra presiden di Solo?” ungkapnya.
Terkait masuknya pasal 160 KUHP, Abdul Chair juga mempertanyakan relevansinya dengan penyidikan. “Berdasarkan prinsip ini tidak ada (relevansi). Kenapa tidak ada? Karena pertama bukan pada tempatnya pasal 160 itu dikaitkan dengan undang-undang kekarantinaan kesehatan terlebih lagi berkali-kali saya sudah mengatakan dari awal itu PSBB adalah bukan termasuk bagian dari sistem kekarantinaan dalam undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan,” bebernya.
Menurutnya, pasal 160 ini bisa berlaku bila ada akibat konkret yang ditimbulkan dan dapat mengancam keamanan negara.
“Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa keberlakuan dari pasal 160 KUHP ini berlaku materiil, berlaku harus ada akibat konkret yang terjadi, harus nyata akibat itu. karena ini delik materiil diputuskan MK nomor 65 tahun 2010. Maksudnya apa? Antara perbuatan penghasutan dengan timbulnya akibat itu ada satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dan ini lagi-lagi terkait dengan ajaran kausalitas. Ajaran kausalitas yang dimaksudkan dengan kondisi dari ajaran kausalitas individualisir atau pun dengan bahasa lain postpartum jadi harus ada kedekatan antara hujatan dan penghasutan dengan akibat yang konkret terjadi hukum pidana menegaskan bahwa perbuatan itu sebagai suatu kelakuan tidak beda,” pungkasnya.[] Billah Izzul Haq
Posting Komentar untuk "HR5 Center: Penahanan HR5 Aksi Balas Dendam"