Pejabat Makin Kaya, Rakyat Sejahtera?




Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd (Sahabat Visi Muslim Media)


"Menjadi pejabat berarti melayani rakyat, itulah pemerintahan yang mendapatkan hormat. " - Najwa Shihab

Begitulah pesan sang presenter ternama. Bahwa jabatan dalam pemerintahan ada untuk melayani rakyat, bukan memperkuat kuasa atau memperkaya diri juga sanak famili. Sayang, realitanya tak seperti harapan kita. 

Pejabat Bergelimang Harta

Dilansir dari laman CNN Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19. (7/9/2021)

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyampaikan kenaikan harta kekayaan pejabat rata-rata 1 Miliar di tingkat kementerian, DPR dan seterusnya. (Merdeka.com, 9/9/2021)

Walau KPK menyampaikan kenaikan harta kekayaan ini adalah sesuatu yang wajar dan belum tentu korupsi, tapi pemberitaan ini sungguh menyayat hati. Karena saat pejabat bergelimang harta, rakyat justru jauh dari sejahtera. Dilansir dari laman kompas, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. (13/3/2021)

Kapitalisme Pemicu Jurang Ketimpangan 

Yang kaya makin kaya, yang miskin kian bertambah jumlahnya. Tapi, dunia seolah menganggapnya baik-baik saja. Inilah alam kapitalisme. Kuasa, hukum, pendidikan, kebijakan dan semua hal berpihak pada mereka yang bermodal besar. Sehingga berlombalah manusia meraup materi tanpa ada empati lagi. Apalagi ini terjadi di tengah pandemi. Kala rakyat tengah kesulitan setengah mati. 

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, berpendapat, bertambahnya kekayaan para pejabat dikarenakan mereka memiliki bisnis selain pekerjaannya sebagai pejabat negara. (poskota.co.id, 12/9/2021). 

Bisnis apakah yang membuat harta kekayaan pejabat meroket dalam waktu yang singkat? Apalagi di tengah kondisi banyak rakyat yang justru gulung tikar. Jabatan di tangan dengan bisnis menjadi sampingan membuktikan definisi jabatan di alam kapitalisme ini. Bahwa jabatan adalah momen yang harus dimanfaatkan untuk mempertebal pundi dengan kuasa yang ada di tangan. Penguasa yang juga pengusaha. 

Kacamata yang digunakan untuk rakyat pun akhirnya mengikuti hal ini. Untung rugi yang jadi standar aktivitas dan kebijakan. Tak peduli nasib rakyat negeri. 

Pejabat dalam Islam

Sungguh potret yang bertolak belakang kita jumpai saat islam diterapkan sebagai sistem kehidupan. Banyak sosok pejabat yang justru tak punya apa saat diserahi amanah kekuasaan. Amr bin Ash yang diangkat jadi gubernur saat kekhalifahan Umar bin Khaththab membuat Al Faruq menangis karena sang Panglima tak punya apa-apa di dalam rumahnya. Walau ia saat itu menjabat sebagai seorang gubernur. 

Umar bin Abdul Aziz menyerahkan hartanya untuk negara, menolak tinggal di istana sampai meminta istrinya menyerahkan perhiasannya untuk kas negara. Masyaallah. Bukannya bergelimang harta, mereka justru semakin sederhana pada dunia saat jabatan dalam genggaman. 

Dua sosok umar ini lahir dari sistem Islam kaffah yang diterapkan. Islam mengharamkan pejabat mengambil harta yang bukan haknya, juga memanfaatkan jabatannya untuk meraup harta kekayaan. Islam juga menanamkan bahwa jabatan adalah amanah yang berat, bukan ajang profesi menjadi pengusaha melalui kuasa yang ada. 

Hingga terngiang selalu beratnya penghisaban kelak dalam benak yang menjadi pejabat. Sampai rela hidup kekurangan dan mencukupkan dengan yang sedikit karena khawatir dan takut. Inilah potret yang sulit kita temui di masa kapitalisme saat ini. Sudah saatnya kita kembali kepada Islam, memperjuangkan penerapannya secara paripurna. 


Wallahua'lam bish shawab. 

Posting Komentar untuk "Pejabat Makin Kaya, Rakyat Sejahtera? "