Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Negara Gagal Melindungi Al-Quran


Umat Islam di negeri ini bagai semut yang diinjak-injak, setiap waktu selalu muncul diskriminasi dan penistaan terhadap Islam dan kaum muslimin. Dari mulai kasus ditemukannya sendal bermotif lafad Allah Swt, kerudung bergambar porno, bahkan kini pelecehan dan penistaan kembali terjadi, tidak tanggung-tanggung kali ini menimpa al-Quran al-Karim, yakni ditemukannya berton-ton sampul mushaf al-Quran yang dijadikan terompet untuk perayaan tahun baru 2016, dan dijual bebas di minimarket beberapa daerah di Indonesia.

Pihak kepolisian sendiri (29/12) menilai tidak ada unsur kesengajaan dalam produksi maupun penjualan terompet berbahan sampul al-Quran tersebut. Menurut kepolisian, penjual dan produsen juga sudah meminta maaf terkait peristiwa itu. “Tidak ada unsur kesengajaan, itu diakui yang bersangkutan,” kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Liliek Darmanto.

Akan tetapi jika ditelusuri lebih lanjut, berdasar penuturan Menteri Agama, peraturan tentang pelarangan penggunaan sampul al-Quran sebenarnya sudah jelas. “Pasal 5 Peraturan Menteri Agama (PMA) No 01 Tahun 1957 tentang Pengawasan terhadap Penerbitan dan Pemasukan al-Quran mengatur bahwa sisa dari bahan-bahan al-Quran yang tidak dipergunakan lagi, hendaklah dimusnahkan untuk menjaga agar jangan disalahgunakan,” ujar Menag Lukman Hakim Saifuddin (news.detik.com, 29/12/2015).

Aturan tersebut bukan aturan baru, namun sudah 50 (lima puluh) tahun silam diberlakukan. Karena itu, menurut mantan hakim, Asep Iwan Iriawan, kasus produksi dan penjualan terompet berbahan sampul al-Quran ini, bisa diusut dengan pasal penistaan agama. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin pun menyatakan bahwa “Jalan terbaik adalah penyelesaian secara hukum, yaitu menyeret terduga pelakunya baik pembuat maupun penerima, toko yang menjualnya ke jalur hukum. Perlu diusut tuntas hingga menyingkap aktor intelektual di balik peristiwa ini,” ujar Din. (news.detik.com, 30/12/2015).

Berdasarkan peristiwa ini, ada fakta penting yang perlu dipahami. Penghinaan dan penistaan terhadap Islam dan kaum muslimin nampak jelas selalu terjadi berulang-ulang. Dan ujung dari kasus-kasus semisal ini, selalu tidak bisa diselesaikan secara tuntas. Ini merupakan indikasi negara telah gagal melindungi Islam, kaum muslim dan bahkan gagal melindungi al-Quran. Kegagalan ini bersumber dari pandangan hidup yang diemban negara dalam mengatur masyarakat. Ketika sebuah negara mengemban demokrasi-kapitalisme, maka akan tercipta masyarakat liberal yang tidak peduli halal-haram; masyarakat hanya mengejar keuntungan materi belaka, meski dengan taruhan menistakan agama tertentu, mereka tidak peduli. Inilah akibat negara menggunakan aturan buatan manusia yang penuh dengan kecacatan dan kerusakan.

Wajib Menjaga al-Quran

Dalam pandangan Islam, setiap muslim wajib memuliakan dan mensucikan al-Quran. Para ulama sepakat, memuliakan dan mensucikan al-Quran adalah wajib. Karenanya, jika ada seorang muslim menghina al-Quran, berarti melakukan dosa besar, bahkan berdasarkan keputusan peradilan Islam, bisa dinyatakan murtad.

Al-Qadhi Iyadh (w. 544 H) berkata: “Ketahuilah siapa saja yang meremehkan al-Quran, mushafnya atau bagian darinya; atau mencaci-maki al-Quran dan mushafnya; mengingkari satu huruf atau ayatnya; mendustakan al-Quran, hukum atau informasi yang terkandung di dalamnya; membenarkan sesuatu yang dinafikannya; menafikan sesuatu yang dibenarkannya secara sengaja atau meragukannya, maka ia telah kafir (murtad) menurut ahli ilmu sesuai ijma.” (Asy-Syifȃ bi Ta’rȋf huqûq al-Mushthafȃ, II/304).

Imam an-Nawawi (w. 676 H) menyatakan: “Kaum muslim telah sepakat wajib menjaga mushaf al-Quran dan memuliakan-nya. Para ulama Mazhab Syafi’i berkata: ‘Jika ada seorang muslim melemparkan al-Quran ke tempat kotor maka dihukumi kafir (murtad).’ Mereka juga berkata: ‘Haram menjadikan al-Quran sebagai bantal. Bukan hanya itu, bahkan para ulama mengharamkan menjadikan kitab-kitab yang penuh dengan ilmu sebagai bantal atau tempat bersandar.” (At-Tibyȃn fi Ȃdȃbi Hamalah al-Qur’ȃn, h. 190-191).

Dalam kitab Asna al-Mathȃlib (XIX/399), mazhab Syafi’i menegaskan: orang yang sengaja menghina kitab suci al-Quran, misal dengan melempar mushaf di tempat kotor, maka dihukumi murtad.

Dalam al-Fatȃwa al-Hindiyyah (XLIII/62), mazhab Hanafi menyatakan: jika seseorang menginjakkan kakinya ke mushaf, dengan maksud menghinanya, maka dinyatakan murtad (kafir).

Dalam Syarh Mukhtashar Khalȋl (XXIII/95), mazhab Maliki menyatakan: meletakkan mushaf di tanah dengan tujuan menghina al-Quran dinyatakan murtad.

Dalam al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah (III/251) disimpulkan: “Para fukaha sepakat, siapa yang menghina al-Quran, mushaf, satu bagian dari mushaf, atau mengingkari satu huruf darinya; mendustakan satu saja hukum atau informasi yang dikandungnya, meragukan isinya; berusaha melecehkannya dengan tindakan tertentu, seperti melemparkannya di tempat-tempat kotor, maka dinyatakan kufur (murtad).”
Inilah hukum syariah yang disepakati para fukaha berbagai mazhab, bahwa menghina al-Quran adalah haram, apapun bentuknya, hal ini pun berlaku dalam kasus terompet bersampul mushaf al-Quran. Karena itu para ulama membuat rincian hukum sebagai berikut: (1) Jika pelakunya muslim, maka akibat tindakan pelecehan itu dia dinyatakan kafir (murtad), maka berlakulah hukum murtad pada dirinya; (2) Jika dia non-muslim dan menjadi Ahli Dzimmah (warga non muslim yang tinggal dalam negara khilafah), maka dianggap menodai dzimmahnya (status warga negara), dan bisa dijatuhi sanksi keras oleh negara khilafah; (3) Jika dia non-muslim dan bukan Ahli Dzimmah, tetapi Mu’ahad (non muslim yang melakukan perjanjian dengan khilafah), maka tindakannya bisa merusak mu’ahadah-nya, dan negara bisa mengambil tindakan tegas kepadanya dan negaranya; Dan (4) jika dia non-muslim Ahli Harb, maka tindakannya itu bisa menjadi alasan bagi negara khilafah untuk mendeklarasikan perang terhadapnya dan negaranya.

Dengan kebijakan ini, siapapun orangnya, baik muslim maupun non muslim akan berpikir seribu kali untuk melecehkan al-Quran. Karena itu selama sebuah negara menerapkan demokrasi-kapitalisme, pasti akan gagal melindungi al-Quran. Sebab hanya negara yang berdasarkan al-Quran semata, yakni Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah, yang akan mampu melindungi al-Quran dan juga menerapkan hukum yang terkandung di dalamnya. Wallahu a’lam. [Yan S. Prasetiadi, M.Ag] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Negara Gagal Melindungi Al-Quran"

close