Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Marak Pungli, Bukti Cacat Sistem Sekuler


Oleh : Fitri Hidayati
(Guru SMP di Ngawi)

Istilah “pungli” menjadi istilah yang tidak terlalu asing di telinga kita. Sebagai Warga Negara yang mencintai negeri ini tentunya sangat prihatin dengan maraknya praktik pungli dalam masyarakat kita. Ya…, pungli yang merupakan kependekan dari “Pungutan Liar” benar-benar menjadi semakin liar dalam kehidupan. 

Nafas berat dan tarik nafas dalam-dalam  ketika melihat lebih dekat bagaimana pungli itu di praktikkn dari segala lini di masyarakat ini. Tidak hanya tingkat masyarakat bawah atau “grass root” yang melakukannya, tapi bahkan sangat marak juga sampai kalangan pengusaha dan penguasa. Mulai dari tingkat RT, RW, Desa sampai tingkat Negara. Termasuk  juga yang ada di jalan-jalan  dengan beraneka alasan dan modus mereka.

Menjadi sangat tidak lucu jika pelanggaran norma yang bernma pungli itu sendiri juga sangat marak dan populer dalam kehidupan penegak hukum di negara ini yaitu di jajaran polisi maupun penegak hukum lainnya seperti hakim, jaksa di sekitar rumah pengadilan dimana kita biasa meminta diberi rasa kemanan dan keadilan.

Begitu sangat meresahkan praktik penyimpangan ini hingga  presiden ri JOKOwi menyampaikan dan memastikan akan turun tangan sendiri dalam upaya pemberantasan pungutan liar (Pungli) di segala lini pelayanan publik. Meski nilainya kecil, namun pungli tetap meresahkan dan menjengkelkan masyarakat. “Kalau urusan yang miliar dan triliun itu urusannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tapi yang kecil kecil (pungli), jadi urusan saya,” tandas Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan ribuan sertifikat program strategis tahun 2016 di lapangan Kota barat, Solo, Minggu (16/10/2016).  

Dirinya memperingatkan kepada seluruh petugas yang terkait pelayanan publik, seperti pembuatan sertifikat, SIM, KTP dan sektor lainnya untuk berhati hati agar tidak terlibat pungli. Semua sektor pelayanan publik akan dipantau dan Presiden sendiri akan ikut mengawasi. “Hati hati, saya sudah ingatkan,” tegasnya. 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar juga mengingatkan perluanya ada perubahan pola pikir dalam menerapkan program bersih-bersih pungutan liar. Dengan demikian, apa yang diamanahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa berjalan konsisten ke depan.

Boy menganggap, selama ini pungli dianggap hal yang biasa oleh masyarakat.Aktivitas ini kerap ditemukan dalam keseharian masyarakat, misalnya untuk mengurus surat izin mengembudi, surat tanda nomor kendaraan, dan sebagainya. Antara aparat dan masyarakat pun saling membutuhkan, pelayanan bisa cepat asal ada uang pelicin. "Kita lerlu memikirkan masalah ini adalah hal yang tabu. Perlunya pemahaman jati diri, tupoksi, dan posisikan diri sebagai aparatur negara yang harus amanah," kata Boy.

Tapi masalahnya apakah persoalan ini akan menjadi persoalan mudah jika praktik ini telah melibatkan banyak pihak berjalan bertahun-tahun dengan berbagai kepentingan pribadi atau kepentingan lain. Pasti saja ada dalih “ah … ini atas dasar rela sama rela..”,  “ahh…  mereka masih untung kok meskipun ada tarikan ini-itu”, “.. ah kapan lagi jika tidak sekarang bisa mengumpulkan materi sebanyak2nya.. bukankah ini peluang. “Ahh kaya tidak tahu saja… hidup ini kan sebab akibat.. kalau dulu pernah dipalak.. kenapa tidak balas dengan memalak”.

Mengapa Terjadi?

Dulu mana ayam sama telurnya? Ada yang menjawab ayam ada yang menjawab telur. Siapa yang memarakkan pungli orang yang memungut atau orang yang punya kepentingan?. Jawabannya kurang lebih sama dengan mana yang lebih dulu antara ayam dan telur.

Tidak ada yang mau dipersalahkan. Yang jelas hati nurani kita yang jujur berkata bahwa praktik ini adalah praktik haram. Praktik ini merugikan rakyat. Karena praktik ini ketidakadilan muncul dimana masyarakat masih harus membeli apa yang dibutuhkan, meski sudah menjadi haknya. Ketika terjadi pertarungan maka si kayalah yang mujur, dan si miskinlah yang tersungkur. Nah lhohhh!!

Seolah tidak tahu asal muasal, dan awal muawalnya.. tahu tahu praktik ini ada dan makin marak. Pastinya dengan melihat tabiat praktik ini, merupaka praktik yang mengedepankan aspek materi daripada pelayana dan keadilan, menghalalkan segala cara ketimbang takut dosa. Dengan demikian kita bisa tarik kesimpulan bahwa praktik ini sangat diilhami oleh pemahaman materialis dan sekulerisme. Dimana paham ini memang mengagungkan kebahagiaan dunia sangat tergantung pada materi. Dimana tujuan hidup manusia adalah semata  terpenuhinya semua keinginan hawa nafsunya denagan paham kebebasan tanpa mengindahkan halal dan haram. Tentunya system ini bukanlah dari sistem islam yang berdimensi tidak hanya di dunia saja tapi keadilan tuhan di akhirat.

Lalu Bagaimana dengan Islam?

Islam tampil sebagai ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam ada tidak hanya untuk melindungi umat Islam saja, melainkan seuruh umat di dunia sebagai ‘rahmatan lil alamin’ rahmat seluruh alam. Sudah menjadi fitrah manusia yang menginginkan untuk mendapat keadilan, hidup tenang ‘tumakninah’,  bahagia selamat dunia dan akhirat dengan tatanan hidup yang mulia akan menjadi gambaran dari sistem Islam. 

Tidak perlu dengan analisa yang sangat rumit, praktik pungli, koupsi, manipulasi adalah sesuatu yang mendatangkan kemudharatan bagi umat dan di haramkan dalam Islam.

firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS. Asy Syura: 42).

Dengan sifat syariat Islam sebagai pencegah dan pemberantas, dan  dengan kontrol hukum yang tegas dalam daulah telah mampu menciptakan suasana ketaatan masyarakat dan individu untuk tidak membuat kerusakan di bumi Alloh ini. 

Selain sistem hukum yang tegas, adalah kontrol kuat dari penguasa dengan menampilkan keteladanan diri diantara kehidupan umat, maka ketahuilah bahwa hidup ini hanya sementara hingga kebahagian dunia bukan menjadi tujuan utama, karena ada hal yang lebih agung yaitu kebahagiaan hakiki yaitu kebahagiaan di akhirat.

Hal itu semata dibangun dari keyakinan dan aqidah yang lurus yang dibagun oleh individu bersama keluaarga, masyarakat dan ‘negara’. Fungsi Negara sebagai pelayan umat akan sangat diperhatikan. 

Berbeda dengan kehidupan sekuler yang sering berperan bahwa negara sebagai penjual apa yang dibutuhkan rakyat seperti pendidikan mahal, kesehatan mahal. Kemana ujung-ujungnya ketika hidup ini serba mahal, maka materi adalah segala-galanya. Bukankah Allah tidak bertanya berapa banyak harta yang kita punya?, melainkan dari mana kamu mendapatkan harta?, dan dari mana kamu belanjakan hartamu?. 

Begitu carut marutnya persoalan ini kabur dari jati diri umat. Bukankah tidak ada hulukm yamg lebih baik kecuali Islam. 

Firman Allah Ta’ala yang Artinya : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Maidah 50). [VM]

Posting Komentar untuk "Marak Pungli, Bukti Cacat Sistem Sekuler"

close