BULAN PERUBAHAN - Ramadhan Hari-13: UBAH ALOKASI
Sesungguhnya tidak ada orang maupun kaum, yang mengalami perubahan
nasib tanpa mereka mengubah dulu bagaimana mereka mengatur alokasi
sumber daya dalam hidupnya.
Semua apa yang ada di
dunia serba terbatas. Sekaya ataupun seberkuasa apapun seseorang, tetap
saja dia dicengkam keterbatasan. Setidaknya kapasitas otaknya
terbatas. Tenaganya terbatas. Waktu yang dia miliki terbatas. Orang
yang dia kenal terbatas. Oleh karena itu dia mesti pandai-pandai
mengatur alokasi semua sumber daya yang dia miliki. Dan alokasi ini
tergantung apa yang dia anggap penting.
Kalau kita
memiliki sebuah gelas besar, lalu kita memiliki beberapa butir kelereng,
beberapa sendok pasir dan secangkir air, lalu kita akan memasukkan
semuanya ke dalam gelas besar tadi, apa dulu yang kita masukkan?
Kalau
kita masukkan air dulu secangkir, ada kemungkinan gelas besar itu
langsung hampir penuh, sehingga kelereng dan pasir itu tidak bisa masuk.
Atau kalau dipaksakan masuk, maka airnya juga akan meluap dan malah
terbuang percuma. Tentu saja, cara yang paling tepat adalah kita
masukkan seluruh kelereng dulu. Lalu pasir akan mengisi di
sela-selanya. Baru terakhir adalah air.
Kelereng
adalah hal-hal yang kita anggap vital & urgen dalam hidup atau dalam
pekerjaan kita. Jadi, dengan sumberdaya kita yang terbatas, kita harus
mengalokasikan dulu hal-hal yang kita anggap vital, yang kalau itu
tidak ada, maka hidup atau pekerjaan kita tidak punya makna lagi.
Kemudian kita alokasikan yang lebih urgen, yang faktor waktu
menentukan.
Persoalannya apa yang kita anggap vital
dan urgen? Bagi anak sekolah, tentu saja sekolah adalah urgen. Kalau
sekolahnya sampai gagal, maka hidupnya selanjutnya bisa bermasalah,
pilihannya semakin terbatas. Sekolah juga urgen, karena pada titik
tertentu ada batasan usia. Bahkan bagi mahasiswa pascasarjana yang
ingin mendapat beasiswa pun ada batas usia. Beberapa lembaga membatasi
usia calon penerima beasiswa program Doktor pada 35 tahun. Ini karena
didasari pemikiran agar yang bersangkutan sudah menamatkan Doktornya
pada usia 40 tahun, sehingga masih cukup waktu untuk mengabdikan
ilmunya.
Bagaimana untuk orang yang sedang meniti
karier dan juga telah berumah tangga? Apakah kelerengnya adalah
kariernya, sehingga waktunya untuk keluarga hanya dijadikan "pasir",
cukup disisipkan di sela-sela "kelereng kariernya" ? Mungkin dia akan
meraih jenjang karier tertinggi. Tetapi bagaimana kalau itu harus
dibayar dengan keluarga yang berantakan, istri selingkuh dan anak
menjadi pecandu narkoba? Pada titik inilah, kita semakin menyadari
bahwa memilih apa yang kita jadikan "kelereng" adalah setidak-tidaknya
sama pentingnya dengan mengalokasikan sumberdaya yang kita miliki.
Dengan demikian alokasi sangat terkait erat dengan preferensi (soal
memilih apa yang kita akan utamakan).
Keberhasilan
pemerintah pusat ataupun daerah pun sangat ditentukan oleh kemampuannya
dalam mengalokasikan sumberdaya. Mereka sudah tahu, bahwa anggaran yang
dimiliki terbatas, personelnya terbatas, ruang atau lahanyang dimiliki
terbatas, mandat yang diberikan juga tidak lama. Maka mestinya mereka
dapat mengalokasikan itu semua pada hal-hal yang memang vital dan urgen
bagi rakyatnya. Setiap perencanaan baik tata ruang, personel, anggaran
dan kegiatan mestinya dipikir masak-masak, apakah hal itu benar-benar
vital bagi rakyat dan urgen dikerjakan sekarang ?
Dengan
menyadari bahwa waktu hidup kita di dunia ini terbatas, tenaga,
kapasitas otak, orang-orang yang kita kenal, juga harta benda kita semua
terbatas, maka kita perlu mengalokasikan dengan benar berdasarkan
hal-hal yang kita anggap vital dan urgen dengan itu semua.
Kalau
waktu kita di dunia habis, kita mati, apa yang vital dan urgen bagi
kita? Kalau kita percaya bahwa Allah Yang Maha Kuasa hanya menilai kita
dari ketaatan kita di dunia kepada-Nya, maka tentu semua perintah Allah
yang wajib akan menjadi kelereng-kelereng kita. Kita akan jadikan
ibadah mahdhoh yang fardhu sebagai kelereng. Kita akan jadikan berbakti
pada orang tua sebagai kelereng. Kita akan jadikan dakwah amar ma'ruf
nahy munkar sebagai kelereng. Demikian juga hal-hal fardhu lainnya.
Tidak apalah kalau yang sunnah nafilah atau yang mubah belum sempat
kita beri alokasi, asalkan semua yang wajib telah teralokasikan. Kalau
kita gagal mengatur alokasi sumberdaya kita untuk semua yang wajib ini,
pasti Allah enggan merubah nasib kita. Dia bahkan berjanji tidak akan
mengabulkan doa-doa kita, manakala kita berdiam diri (tidak melakukan
nahy munkar) ketika menyaksikan kemungkaran meraja lela.
Secara
detil, mereka yang terjun ke dalam dunia dakwah, karena meyakini bahwa
itu adalah sebuah "kelereng", harus pula pandai-pandai mengalokasikan
sumberdaya di sana. Apakah tepat mengerahkan seluruh sumberdaya untuk
hanya membahas topik sholat saja misalnya? atau topik sabar saja? Atau
sebaiknya ada alokasi yang seimbang dengan yang menyampaikan
topik-topik lain, semisal bagaimana menata keluarga yang sakinah,
bagaimana terlibat dalam muamalah (ekonomi) yang syar'i, hingga
bagaimana menata negara yang sesuai cara Rasulullah. Semua perlu
dialokasikan, dan preferensi mana yang lebih utama, disesuaikan dengan
kondisi target dakwah serta ketersediaan sumberdaya dakwah yang
dimiliki.
Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah
alokasi hidup kita. Mudah-mudahan, pada hari ke-13 bulan Ramadhan, kita
sudah bisa mengubah atau mengoptimasi alokasi sumberdaya yang kita
miliki dalam hidup kita, agar Allah mengubah nasib kita. [Fahmi Amhar]
Posting Komentar untuk "BULAN PERUBAHAN - Ramadhan Hari-13: UBAH ALOKASI"