Banyak
diantara manusia yang ketika diuji dengan kesulitan hidup mampu
menjalaninya dengan tabah dan menyadari bahwa itu merupakan ujian dari
Allah swt. Tetapi ketika diuji dengan kesuksesan hidup mereka lupa diri.
Seperti tidak menyadari bahwa yang dimilikinya adalah amanah dari Allah
swt. yang harus dijaga dan dipergunakan sesuai dengan apa yang telah
diperintahkanNya. Jika tidak, maka semua kenikmatan tersebut akan
menjerumuskannya kejurang kehinaan.
Seseorang boleh menikmati apa
yang telah dianugrahkan Allah Swt. kepadanya. Tidak ada larangan bagi
siapapun untuk menikmati manisnya dunia. Karena dunia ini, dengan segala
isinya, diciptakan Allah Swt. untuk manusia. Tetapi yang harus selalu
kita ingat bahwa dunia ini hanyalah sebagai bekal untuk menuju kehidupan
yang hakiki (akhirat). Oleh karenanya, mengambil bekal secukupnya agar
bisa sampai kepada tujuan (akhirat) adalah sikap yang sangat tepat
seperti yang dipesankan Allah swt. dalam al-Qur'an:
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-
megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan
ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid:20).
Mendapat Murka dari Allah dan RasulNya
Ada orang yang terlena dengan kesuksesan yang diraihnya. Malah jumlah
orang seperti itu sangat banyak. Ia mengira bahwa kesuksesannya itu akan
kekal. Ia juga mengira bahwa kesuksesannya itu berkat kerja kerasnya
sendiri tanpa ada peran Allah Swt. samasekali. Dan oleh karenanya ia
menganggap boleh melakukan apasaja dengan apa yang dimilikinya. Ia
mengira boleh menggunakan jabatannya sesuai keinginannya tanpa
memperhatikan benar atau salah. Anggapan seperti ini jelas tidaklah
tepat yang akan mengakibatkan kerugian kepada dirinya.
Orang
seperti ini pernah ada dimasa Rasulullah Saw. ia bernama Tsa'labah. Ia
mulanya adalah orang yang sangat miskin. Bahkan saking miskinnya, konon,
ia hanya punya satu pakaian untuk shalat yang dipakai secara bergantian
dengan istrinya. Ia selalu pulang lebih dulu dari masjid, karena
istrinya menunggu giliran pakaian untuk shalat.
Suatu saat ia
datang menemui Rasulullah Saw. meminta agar Beliau Saw. mau
mendo'akannya, agar Allah Swt. memberikan rizki yang banyak kepadanya.
Namun Rasul Saw. menolak, Beliau Saw. menasihati agar Tsa'labah bersabar
dan mau hidup sederhana seperti kehidupan Nabi Saw. Tsa'labah tidak
putus asa. Setiap kali ia berjumpa dengan Nabi Saw., ia selalu
menyampaikan keinginannya itu. Ia memberikan alasan,"Ya Rasul, bukankah
kalau Allah Swt. memberikan kekayaan kepadaku, maka aku akan bisa
memberikan kepada setiap orang hak mereka?" tandas Tsa'labah suatu
ketika.
Akhirnya Nabi Saw. mengabulkan permohonan Tsa'labah.
Beliau Saw. mendo'akannya agar diberikan rizki yang banyak. Tsa'labah
memulai usahanya dengan membeli ternak. Ia memang orang yang ulet dan
pekerja keras. Sehingga dalam waktu singkat, ternaknya berkembang pesat
sehingga ia harus membangun kandang yang agak jauh diluar Madinah. Ia
semakin sibuk dengan usaha ternaknya yang semakin maju itu. Hal ini
membuatnya semakin jarang mengikuti shalat berjama'ah disiang hari
bersama Rasulullah. Bahkan, ketika ternaknya semakin banyak lagi, ia
tidak sempat pulang ke Madinah untuk sekedar shalat jum'at atau
menshalatkan jenazah.
Ketika turun perintah zakat, Nabi Saw.
menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Tapi ia
menolak mengeluarkan zakat. Ia bahkan tidak mau menerima kunjungan
shabat Rasulullah Saw. itu. Akhirnya kedua sahabat Rasul Saw. itu
kembali dengan tangan kosong. Mereka melaporkan kejadian tersebut
kepada Nabi. Beliau bersabda, "Celakalah Tsa'labah!" Nabi Saw. murka,
dan Allah Swt. pun murka! Kemudian turunlah teguran dari Allah Swt.
kepada Tsa'labah. وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا
مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ
(٧٥)فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ
مُعْرِضُونَ (٧٦)فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ
يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا
يَكْذِبُونَ (٧٧)أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ
وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلامُ الْغُيُوبِ (٧٨)
"Dan
diantara mereka ada orang yang Telah berikrar kepada Allah:
"Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami,
Pastilah kami akan bersedekah dan Pastilah kami termasuk orang-orang
yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari
karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka
memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah
menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka
menemui Allah, Karena mereka Telah memungkiri terhadap Allah apa yang
Telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga Karena mereka selalu berdusta.
Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan
mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui segala yang ghaib." (QS.
At-Taubah: 75-78)
Tsa'labah mendengar ada ayat yang turun
mengecam dirinya. Ia mulai ketakutan. Segera ia menemui Nabi Saw. untuk
menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Beliau Saw. menolaknya, "Allah Swt.
melarang aku menerimanya." Tegas Nabi Saw. Tsa'labah menangis sedih, ia
menyesali perbuatannya. Namun penyesalan dikemudian itu tidak ada
artinya. Setelah Rasulullah Saw. wafat, Tsa'labah mencoba menyerahkan
zakatnya kepada khalifah Abu Bakar Siddiq. Abu Bakar tak mau menerima
apa yang sudah ditolak oleh Rasulullah Saw. Pada masa khalifah Umar bin
Khaththab, Tsa'labah kembali hendak menyerahkan zakatnya, tapi lagi-lagi
usaha Tsa'labah gagal. Umar pun menolak menerima zakat dari Tsa'labah.
Sampai akhirnya ia meninggal dengan membawa penyesalan ke alam baka
dimasa khalifah Utsman bin Affan.
Renungan Bagi orang
beriman yang meyakini bahwa segala sesuatu yang Allah berikan kepadanya
merupakan alat untuk semakin mendekatkan dirinya kepada Allah swt.
hendaknya tidak mudah terlalaikan oleh sedikit kenikmatan hidup yang
diraihnya. Karena apa yang akan didapatkannya diakhirat kelak, jika ia
taat, akan lebih banyak dan lebih baik daripada yang didapatnya sewaktu
didunia. Semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Apakah kehidupan
abadi dengan kenikmatan abadi pula yang ingin kita gapai ataukah
kenikmatan sesaat dengan kesengsaraan abadi yang kita cari. Orang
berakal tentu memilih yang pertama daripada yang kedua. Semoga Allah
swt. menunjuki dan membimbing kita kejalannya yang lurus. Wallah a'lam
bishshawab. [Adam Cholil Al Bantany]
Berbagi :
1 komentar
untuk "Kerugian Manusia Yang Terlalaikan Dunia"
1 komentar untuk "Kerugian Manusia Yang Terlalaikan Dunia"
Riwayat tentang kisah sahabat Tsa'labah ini lemah sekali akhy, bahkan banyak ulama hadits menolaknya.
Apakah mungkin Rasulallah SAW, Abu Bakar RA & Umar RA menolak menerima zakat orang yang sudah menyesali perbuatan salahnya.