PADA
5 September 2012 lalu, sebuah kontes kecantikan di China menuai
kontroversi. Pasalnya, juri dianggap menetapkan kriteria fisik yang
‘terlalu ketat’. Kontes yang diselenggarakan oleh “The Chinese website
Model Net (mtw.cc), antara lain mensyaratkan: mulai babak semifinal dan
seterusnya, jarak antara dua puting payudara harus di atas 7,8 inci (20
cm). Menurut panitia, kriteria ‘cantik’ itu berdasar pada standar China
klasik dipadukan dengan hasil riset ilmiah modern.
Banyak pihak
mengkritik krtiteria “cantik” dalam kontes ini. Tapi, dalam kontes
kecantikan, yang dinilai dan diukur memang fisik kontestan. Mata, alis,
jidat, hidung, bibir, leher, pipi, rambut, payudara, perut, pantat, dan
kaki kontestan harus tampak cantik! Semua anggota tubuh itu harus bisa
dilihat dengan jelas dan bisa ‘diukur’ oleh dewan juri.
Tahun
2011, sebuah situs perempuan memberitakan adanya sebuah kontes pemilihan
vagina terindah di AS. Kontes itu diberi nama “The Most Beautiful Miss V
Contest”, yang diselenggarakan oleh sebuah klub di Portland, Oregon.
Kononnya, juri dalam kontes itu terdiri atas enam orang selebriti
setempat. Untuk menentukan pemenangnya, si juri dibekali dengan alat
kaca pembesar. Akhirnya, setelah melakukan penelitian dengan cermat,
terpilihlah seorang juara yang dianugerahi mahkota dan gelar sebagai
“Miss Beautiful Vagina 2011”.
Tampaknya, para pelaku ini
berprinsip “Senin untuk seni!” Tidak ada nilai agama dilibatkan. Toh,
kontes-kontes semacam ini menghibur, tidak mengganggu orang lain, bahkan
menyedot banyak pengunjung. Dus, sangat menguntungkan!
Pada 15
November 2012, sebuah situs hiburan di Indonesia menampilkan judul
berita: “Kriteria Miss Indonesia 2013 Ikuti Standar Miss World”. Salah
satu anggota tim juri audisi Miss Indonesia 2013 menyatakan: “Karena ini
ajang kecantikan, bagaimanapun yang paling penting adalah fisik perlu
diperhatikan, seperti wajah, tinggi badan dan proposional berat tubuh.”
Itulah kontes kecantikan! Agar kontes semacam ini tidak menampakkan
eksploitasi tubuh perempuan yang terlalu vulgar – mirip-mirip seleksi
‘binatang sembelihan’ — maka dibuatlah kriteria ‘tambahan’ dengan
memasukkan aspek intelektual, seperti wawasan sejarah, pengetahuan umum,
dan kemampuan bahasa. Dalam sebuah acara konferensi pers di Jakarta,
(19/2/213), Julia Morley, Chairwoman of Miss World Organization
mengatakan: “Mereka semua yang mengikuti ajang Miss World adalah
wanita-wanita cantik. Mereka semua bisa menjadi Miss World. Tapi kami
memilih peraih gelar Miss World tidak hanya dari wajah cantik saja, tapi
sangat penting bagi kami melihat satu di antara mereka yang benar-benar
memiliki jiwa sosial yang tinggi.” (www.okezone.com)
Jadi, ini kontes kecantikan! Sehebat apa pun seorang perempuan; mungkin
ia juara olimpiade matematika, pakar ilmu pengetahuan, pekerja sosial
hebat, pembela kaum tertindas, penemu vaksin AIDS, dan sebagainya —
tapi tidak cantik, muka cacat bekas luka, ukuran cebol – harus tahu
diri. Menyingkirlah dari kontes ini! Sebab, Anda tidak cantik!
Penipuan!
Kata Lagu Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!”
Konon, pemerintahan Bapak SBY saat ini sedang menggalakkan pendidikan
karakter bangsa. Trilyunan rupiah digelontorkan dan ribuan guru
dikerahkan untuk mewujudkan generasi berkarakter. Kurikulum baru sedang
disusun. Katanya, tujuan Pendidikan membentuk manusia beriman dan
bartaqwa dan seterusnya.
Dalam bukunya yang berjudul “Pribadi”
(Jakarta: Bulan Bintang. 1982, cet. Ke-10), Prof. Hamka menulis: “Dua
puluh ekor kerbau pedati, yang sama gemuknya dan sama kuatnya, sama pula
kepandaiannya menghela pedati, tentu harganya tidak pula berlebih
kurang. Tetapi 20 orang manusia yang sama tingginya, sama kuatnya, belum
tentu sama “harganya”, sebab bagi kerbau tubuhnya yang berharga. Bagi
manusia, pribadinya.”
Menurut Hamka, pribadi bukanlah
semata-mata terkait dengan kehebatan fisik. Kondisi fisik tentu sangat
penting, sebab seorang sulit merealisasikan pribadinya, tanpa fisik yang
sehat dan kuat. Dalam bukunya, Hamka menyebut sebelas perkara yang
membentuk kepribadian seseorang, yaitu (1) daya penarik, (2) cerdik,
(3) timbang rasa, (4) berani, (5) bijaksana, (6) baik pandangan, (7)
tahu diri, (8) kesehatan badan, (9), bijak, (10) percaya pada diri
sendiri, dan (12) tenang.
Mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI, Dr. Daoed Joesoef, dalam memoarnya, Dia dan Aku: Memoar
Pencari Kebenaran (Jakarta: Kompas, 2006) tercatat sebagai seorang
pengkritik keras berbagai praktik ”kontes kecantikan”.
Ia
menulis: ”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang
adalah suatu penipuan, disamping pelecehan terhadap hakikat
keperempuanan dari makhluk (manusia) perempuan. Tujuan kegiatan ini
adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu;
perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan,
dengan mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan kelemahan
perempuan, insting primitif dan nafsu elementer laki-laki dan kebutuhan
akan uang untuk bisa hidup mewah. Sebagai ekonom aku tidak a priori
anti kegiatan bisnis. Adalah normal mencari keuntungan dalam berbisnis,
namun bisnis tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah
menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk,
sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan negara.”
Menurut Daoed
Joesoef, wanita yang terjebak ke dalam kontes ratu-ratuan, tidak
menyadari dirinya telah terlena, terbius, tidak menyadari bahaya yang
mengancam dirinya. Itu ibarat perokok atau pemadat yang melupakan begitu
saja nikotin atau candu yang jelas merusak kesehatannya. ”Pendek kata
kalau di zaman dahulu para penguasa (raja) saling mengirim hadiah berupa
perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan,
dengan dukungan pemerintah dan restu publik, mengirim perempuan pilihan
untuk turut ”meramaikan” pesta kecantikan perempuan di forum
internasional.”
Tahun 2013 ini, Indonesia dipilih sebagai tuan
rumah kontes Miss World. Acara puncak akan digelar di Sentul, Bogor, 28
September 2013. Berbagai kalangan masyarakat telah menyampaikan
keberatan. Umat Islam diajar oleh Nabi Muhammad SAW: berantaslah
kemungkaran dengan tangan! Jika tidak mampu, dengan lisan. Jika tidak
mampu juga, ingkarlah dengan hati; bencilah pada kemungkaran! Yang
terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman! Wallahu a’lam. [Dr. Adian Husaini]
Penulis adalah Ketua Program Doktor Pendidikan Islam —Universitas Ibn
Khaldun Bogor. Artikel telah dimuat di Republika dengan beberapa
pengeditan.
Berbagi :
Posting Komentar
untuk "Miss World: Sebuah Penipuan!"
Posting Komentar untuk "Miss World: Sebuah Penipuan!"