Pamor Kapitalisme Global Meredup
Jamal Harwood |
Saya ingin menyegarkan pikiran kita
tentang apa yang terjadi dalam 10 tahun terakhir menjelang krisis ini;
apa yang telah terjadi dalam 5 tahun sejak krisis terjadi pada tahun
2008; mengapa kita masih dalam krisis yang sedang berlangsung hingga
kini.
Penyebab Krisis Tahun 2008
Elemen-elemen kunci dari krisis yang
belum pernah terjadi sebelumnya adalah penumpukan utang yang luar biasa
akibat gelembung kredit rumah di Amerika. Hal ini berawal dari penawaran
kredit rumah yang murah untuk menghasilkan keuntungan yang luar biasa
dan berakhir dengan kerugian yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pemerintah Amerika kemudian mengambil
keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu menyelamatkan
para pelaku yang justru sebagai penyebab krisis terburuk ini.
Krisis ini juga telah dibangun
berdasarkan penggunaan uang kertas. Uang yang telah diciptakan dari
ketiadaan mengakibatkan inflasi dan penurunan standar hidup.
Saat ini pertumbuhan ekonomi belum
kembali, pengangguran terus tumbuh, inflasi tumbuh cepat dan tidak
diungkap secara jujur, ada pemotongan pelayanan sosial dan publik,
pasar derivatif yang jelas berisiko masih tidak terkontrol (seolah-olah
tidak pernah ada masalah di sini), korupsi di kalangan praktisi keuangan
bersifat endemik dan tidak ditangani serius (denda yang relatif kecil
dikenakan terhadap perusahaan), pertumbuhan utang yang terus meningkat
(baik utang pemerintah, perusahaan maupun individu), juga ada upaya mark-up nilai aset investasi (pasar saham dan obligasi).
Ada tiga krisis yang melekat pada
Kapitalisme yaitu: kelemahan dalam peraturan hukum dan penerapannya;
obsesi terhadap pertumbuhan yang berada di luar kendali; korupsi dan
manipulasi yang terjadi di jantung kekuasaan.
Krisis ini diabaikan oleh kekuatan yang
memiliki kepentingan terhadap sistem yang berlaku saat ini untuk
keuntungan mereka. Akibatnya, pembagian antara kaya dan miskin semakin
lebar dan luas. Tercatat: 100 orang terkaya di dunia memperoleh $240
miliar pada tahun 2012. Jumlah ini cukup untuk mengakhiri kemiskinan di
seluruh dunia empat kali lipat. Satu persen segmen terkaya di dunia
telah meningkat pendapatannya sebesar 60 persen dalam 20 tahun terakhir.
1. Problem Rule of Law.
Hukum perbankan di Barat selalu murah
hati kepada bank. Namun, mereka terkena bencana pada tahun 1998 ketika
Undang Undang Steagall dicabut. Hasilnya, bank-bank diijinkan untuk
menggabungkan fungsi investasi dan fungsi perbankan ritel yang berakibat
pada ledakan perdagangan spekulatif.
Ekonomi Barat telah lama menyerah untuk
mengendalikan kejahatan bunga (Anehnya, Bank Sentral sendiri telah
mengadopsi kebijakan suku bunga yang mendekati nol persen untuk mencoba
dan merangsang pemulihan ekonomi). Pembiaran sistem bunga berarti
risiko besar yang diambil oleh bank-bank tersebut.
2. Obsesi terhadap keuntungan dan pertumbuhan.
Dihadapkan dengan tekanan untuk terus
tumbuh dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar membuat budaya
perjudian menggelembung. Nilai instrumen keuangan derivatif sekarang
diperkirakan $1,2 kuadriliun, yaitu 1.200 triliun dolar. Jumlah ini
setara dengan 17 kali Produk Bruto Dunia, yang merupakan nilai dari
semua barang dan jasa yang diproduksi pertahun oleh setiap pria, wanita
dan anak-anak di planet ini: $72.000.000.000.000.
Sebagian besar dari penawaran derivatif
dipegang oleh bank-bank yang dianggap terlalu besar untuk dibiarkan
gagal: JP Morgan Chase, Citibank, Bank of America, dan Goldman Sachs.
Dengan skala massif ini, bank-bank tersebut dapat menggerakan pasar dan
“berjudi” untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Namun, ada
skema kelicikan di sini bahwa Federal Reserve dan Bank Sentral lainnya
akan menalangi jika terjadi kerugian oleh bank-bank tersebut dengan
menggunakan dana para pembayar pajak. Program Pemulihan Aset Bermasalah,
misalnya, bernilai sebesar $700 miliar yang merupakan dana talangan
yang berasal dari wajib pajak untuk menyelamatkan bank-bank tersebut.
Lebih dari 2/3 dari gunung pasar
derivatif ini diinvestasikan dalam bentuk taruhan suku bunga. Hal ini
akan memiliki konsekuensi bencana bagi bank-bank dan ekonomi dunia.
Konsentrasi di pasar perbankan juga
bermasalah. Bank-bank besar menjadi semakin lebih besar dari sebelumnya.
The Wall Street Journal melaporkan bahwa 4 bank papan atas AS
menguasai pasar derivatif sebesar $214.000.000.000.000. Bank-bank
tersebut menumpas bank-bank kecil. Harian WSJ melaporkan bahwa lebih
dari 10.000 bank runtuh dalam 20 tahun terakhir.
Karena konsentrasi bank mengerucut dalam
jumlah kecil maka datang kesempatan untuk mengendalikan pasar.
Bank-bank ini telah menjadi “pasar” itu sendiri. Mereka berkembang pada
kemampuan mereka untuk menggerakkan pasar dengan mudah melalui pengaruh
yang sangat besar sehingga meraup keuntungan yang tinggi. Mereka juga
telah terlibat dalam manipulasi pasar ilegal dalam: pencucian uang
perdagangan narkoba (HSBC); Pasar Valuta Asing; Pasar Obligasi;
manipulasi Logam Mulia (JPMorgan, Bank Bullion).
Dalam setiap kasus, denda yang
diterapkan relatif kecil, sementara eksekutif senior bank tidak pernah
dituntut atau tidak diambil tindakan sama sekali terhadap bank.
3. Perilaku korup dan manipulatif di pemerintahan
Mengingat Federal Reserve adalah sebuah
perusahaan swasta yang dimiliki oleh bank-bank besar sebagai pemegang
saham utamanya, maka kita tidak perlu heran bahwa Federal Reserve dan
tentu bank sentral utama lainnya selalu bertindak demi kepentingan bank.
Aparat kunci Pemerintah selalu berdasarkan rekomendasi Bank Sentral.
Pada saat krisis Lehman, catatan menunjukkan bahwa Kepala Goldman Lloyd
Blankfeld ditelepon oleh Paul Geithner (Menteri Keuangan), yang
merupakan mantan karyawan Goldman, tidak kurang sebanyak 18 kali dalam
satu periode 24 – jam. Geithner pun bergegas datang membantu Wall Street
dalam semalam, dengan $700.000.000.000, ditambah jaminan federal yang
layak—menurut mantan Inspektur Jenderal TARP (program bantuan aset
bermasalah) Program—sebesar $21 triliun.
Salah satu ancaman terbesar bagi
stabilitas ekonomi pada masa depan adalah pelonggaran kuantitatif
lanjutan (QE) yang mencetak uang dan mengirimkannya ke tangan bank-bank
utama bagi investasi. Ada manipulasi penurunan suku bunga untuk
memungkinkan pemulihan bank. QE membeli sekuritas hipotek senilai
$40.000.000.000 perbulan demi menyelamatkan bank bangkrut dan tidak
berhubungan dengan upaya pemulihan. Ini adalah bank yang bermasalah
dengan produk KPR mereka, namun justru masyarakat biasa yang harus
menyediakan dana bailout untuk mereka (Maaf saja, tidak ada
lagi yang namanya pasar bebas). Ketika pemerintahan di Barat dan agennya
mengambil langkah untuk menyelamatkan pasar, ini bertentangan dengan
semua prinsip-prinsip pasar bebas yang kita semua disihir untuk
mempercayainya sebagai fondasi sakral dalam Kapitalisme.
Media mengatakan bahwa kita sedang
menjalani proses pemulihan yang lambat tetapi pasti sejak tahun 2008.
Padahal, ketika kita mengoreksi datanya sesuai dengan tingkat inflasi,
maka terlihat bahwa pemulihan tidak ada. Meskipun pemerintah kerap
mengklaim telah mengendalikan pasar, fakta yang melekat pada pasar
kapitalis menunjukkan tidak ada perbaikan dalam siklus bisnis yang
selalu rentan untuk naik dan turun.
Sementara itu, AS memimpin dunia dalam pertumbuhan utang. Ini hanya puncak gunung es. Komitmen untuk mendanai dana medicare (jaminan kesehatan), dana pensiun, juga akan memperburuk masalah bagi AS.
Untuk ekonomi yang seharusnya dalam
pemulihan, hal ini menjadi tidak normal. Sejak 2008, bank sentral utama
dunia telah mencetak $9.000.000.000.000. Di atas semua itu, utang
federal AS telah meningkat hampir $8.000.000.000.000 selama periode
waktu yang sama. Jika kita mengalami krisis sementara pada tahun 2008,
harusnya pencetakan uang harus berhenti. Nyatanya, hal itu terus
berlanjut. Pencetakan uang terus pada tingkat yang sama sejak 2010.
Sejak 2010, bank sentral terbesar telah mencetak uang
$5.000.000.000.000, dan utang AS telah meningkat sebesar $5 triliun.
Namun, masalahnya bukan hanya masalah
AS. Jepang mungkin yang terburuk di pasar ini dan generasi mendatang
akan menderita dalam membayar kembali utang. Akibatnya, penghabisan
sumberdaya menjadi makin cepat.
Dunia kapitalis kecanduan utang. Tingkat
pertumbuhan 8% selama 30 tahun terakhir diperlukan untuk pertumbuhan.
Ini diperlukan untuk membayar bunga utang dan membayar kewajiban utang
sebelumnya.
Solusi Kapitalisme untuk semua masalah
ini ternyata adalah dengan terus mencetak uang kertas lebih banyak lagi.
Upaya ini sudah tidak mempedulikan kaitannya dengan ekonomi riil.
Dalam sistem moneter ini, semua uang
yang dipinjamkan menjadi ada dan karena itu semua uang yang ada adalah
utang. Oleh karena itu basis moneter perlu untuk terus bertumbuh seiring
dengan pertumbuhan dalam barang dan jasa. Inflasi moneter merajalela
ketika pasokan uang melebihi pertumbuhan barang dan jasa serta untuk
memenuhi pembayaran bunga.
Semakin banyak uang dicetak kemungkinan besar akan keluar dari kontrol. Kapan itu akan berakhir? Bagaimana ini akan berakhir?
Setelah dihitung dengan seksama, inflasi
riil benar-benar jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan. Di Amerika
Serikat angka saat ini mendekati 10% pertahun lebih dari 2 atau 3%.
Untuk memahami inflasi yang tinggi bisa dengan memonitor harga makanan
sehari-hari.
Angka-angka pertumbuhan riil sering
dimanipulasi sehingga memberi kesan “berhasil “. Meski begitu tren
penurunan jelas terlihat dan menunjukkan kegagalan sistem.
Manipulasi angka pengangguran mungkin
yang terburuk. Di AS mereka yang sudah lama menganggur tidak lagi didata
dalam data pengangguran. Demikian juga lowongan pekerjaan yang ada pun
sifatnya hanya sebagai part-time saja.
Di Amerika, jumlah warga yang
mengandalkan kupon makanan juga terus meningkat meskipun klaim bahwa
tingkat pengangguran turun. Ini adalah sebuah indikasi kuat bahwa ada
yang tidak beres dengan pelaporan data ini.
Alhasil, dengan semupa paparan di atas, tampak jelas bahwa Kapitalisme Global kian meredup. [Jamal Harwood]
Posting Komentar untuk "Pamor Kapitalisme Global Meredup"