Pernyataan HTI Tentang Pemalakan Rakyat di Balik UU SJSN dan UU BPJS
Maktab I’lamiy Hizbut Tahrir Indonesia No : 238
19 November 2012/5 Muharram 1434
PERNYATAAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Tentang
PEMALAKAN RAKYAT DIBALIK UU SJSN dan UU BPJS
Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) didirikan atas dasar UU Nomer
24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU Nomer 40 Tahun
2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan sosial itu
sendiri bagi seluruh rakyat dalam sebuah negara adalah perkara yang
sangat penting. Melalui program itu bisa dipastikan bahwa seluruh rakyat
akan mendapatkan kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan,
ketenagakerjaan, pendidikan maupun jaminan hari tua. Hal ini pula yang
mungkin dimaui oleh UU Nomer 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan UU Nomer 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Namun dalam kedua UU justru mengatur tentang asuransi sosial yang
akan dikelola oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial. Hal ini ditegaskan
oleh UU 40/2004 pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal
29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa
jaminan sosisal itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi
sosial.
Dalam Pasal 17 ayat (1), (2), (3) juga disebutkan bahwa peserta harus
membeli premi guna melindungi dirinya sendiri dari bencana sosial.
Apalagi ayat (2) Pasal 17, mengharuskan pemberi kerja memungut sebagian
upah pekerjanya untuk dibayarkan ke pihak ke tiga yang notabene milik
Pemerintah.
Tentang prinsip asuransi sosial juga terlihat dalam UU Nomer 24 Tahun
2011 tentang BPJS dimana pada Pasal 1 huruf g) dan Pasal 14 serta Pasal
16 disebutkan bahwa BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial
nasional berdasarkan prinsip kepesertaan yang bersifat wajib. Bila ini
asuransi, dan bersifat gotongroyong (huruf a Pasal 4), mengapa peserta
diwajibkan. Juga disebutkan dalam huruf b) prinsip nirlaba. Tapi mengapa
dibolehkan adanya investasi dan pencarian manfaat (istilah lain dari
keuntungan), yang tentu saja terbuka kemungkinan terjadi kerugian.
Maka, berdasarkan telaahan terhadap UU 40/2004 Tentang SJSN dan UU 24/2011 Tentang BPJS, Hizbut Tahrir Indonesia menilai, Pertama,
kedua UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam
memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah
jaminan sosial menjadi asuransi sosial. Padahal makna ‘jaminan sosial’
jelas berbeda sama sekali dengan ‘asuransi sosial’. Jaminan sosial
adalah kewajiban Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam
asuransi sosial, rakyat sebagai peserta harus membayar premi sendiri.
Itu artinya rakyat harus melindungi dirinya sendiri. Pada jaminan
sosial, pelayanan kesehatan diberikan sebagai hak dengan tidak
membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan pada asuransi
sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi maupun
penyakit yang diderita. Disamping itu, akad dalam asuransi termasuk akad
batil dan diharamkan oleh syariat Islam.
Kedua, UU ini juga telah memposisikan hak
sosial rakyat berubah menjadi komoditas bisnis. Bahkan dengan sengaja
telah membuat aturan untuk mengeksploitasi rakyatnya sendiri demi
keuntungan pengelola asuransi. Artinya, apabila hak sosial rakyat
didekati sebagai komoditi bisnis, maka posisi rakyat yang sentral
substansial direduksi menjadi marjinal residual. Sementara kepentingan
bisnis justru ditempatkan menjadi yang sentral substansial. Ini tentu
sangat berbahaya karena berarti negara telah mempertaruhkan nasib jutaan
rakyatnya kepada kuasa pasar, dimana dalam era globalisasi ekonomi
sekarang ini pasar mengemban semangat kerakusan yang predatorik yang
dikendalikan oleh kekuatan kapitalis global yang bakal merongrong hak
sosial rakyat melalui badan-badan usaha asuransi. Hal ini sudah terbukti
di mana-mana, termasuk di Indonesia di mana institusi bisnis asuransi
multi nasional saat ini tengah mengincar peluang bisnis besar di
Indonesia yang dibukakan antara lain oleh UU 40/2004, Pasal 5 dan Pasal
17, juga UU 24/2011 Pasal 11 huruf b dimana disebutkan bahwa BPJS
berwenang untuk menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi. Ini
merupakan bukti nyata dari pengaruh neoliberalisme yang memang sekarang
sedang melanda Indonesia.
Berkenaan dengan hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
- Menolak UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Negara (SJSN) dan UU Nomer 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
- Meminta kepada pihak terkait untuk membatalkan kedua UU tersebut karena bila diberlakukan akan makin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Mereka hanya akan menjadi obyek pemalakan dengan kedok jaminan sosial, sehingga rakyat yang sudah menderita akan semakin sengsara.
- Menegaskan kepada seluruh rakyat bahwa hanya dengan penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah sajalah, negara akan benar-benar menyejahterakan rakyat, serta tidak menjadikan rakyat sebagai obyek pemalakan dengan dalih apapun sebagaimana dalam sistem kapitalis sekarang ini karena hal itu diharamkan oleh syariah Islam.
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com
Posting Komentar untuk "Pernyataan HTI Tentang Pemalakan Rakyat di Balik UU SJSN dan UU BPJS"