Hukum Pemilu Presiden
Tanggal 9 Juli 2014 akan diselenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres)
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.
Pilpres berbeda dengan Pemilu Legislatif (Pileg) yang diselenggarakan
untuk memilih para wakil rakyat. Dalam Pilpres berlangsung pemilihan
kepala kekuasaan eksekutif. Hal itu mencerminkan pengelolaan rakyat atas
kekuasaan mereka.
Hukum mengangkat penguasa itu berkaitan dengan dua perkara: (1)
perkara yang berkaitan dengan karakter dan sosok penguasa; (2) perkara
yang berkaitan dengan sistem/aturan yang akan diterapkan penguasa.
Berkaitan dengan sosok yang sah memangku kepemimpinan negara maka
harus memenuhi tujuh syarat: Islam, laki-laki, balig, berakal, merdeka
(bukan budak), adil (bukan orang fasik) serta mampu memikul tugas-tugas
dan tanggung jawab kepala negara. Jika seseorang tidak memiliki salah
satu syarat ini, dalam pandangan hukum syariah, ia tak layak menjadi
kepala negara.
Adapun berkaitan dengan sistem/aturan yang diterapkan, maka penguasa
wajib menerapkan sistem dan hukum-hukum Islam seluruhnya. Sebab, itu
adalah tugas seorang kepala negara. Ia wajib menegaskan kepada
masyarakat bahwa ia akan menerapkan syariah Allah SWT dengan semua
bagiannya. Jika ia menjanjikan penerapan hukum-hukum Islam secara
terbuka tanpa tedeng aling-aling dan berbelit-belit, maka boleh ia
dipilih.
Di antara hukum Islam yang wajib dilaksanakan adalah mendeklarasikan
sistem Khilafah, menyatukan negeri-negeri kaum Muslim di bawah negara
Khilafah, membebaskan negeri-negeri kaum Muslim dari penjajahan dan
pengaruh kaum kafir dalam segala aspek kehidupan, serta mengemban
risalah Islam ke seluruh dunia.
Siapa saja yang memperhatikan calon presiden yang ada, niscaya ia
bisa memahami dengan jelas, bahwa tidak ada satu pun di antara mereka
yang mengumumkan akan menerapkan syariah Islam serta mendeklarasikan
pendirian Khilafah yang telah diwajibkan oleh Rabb kita dan
merupakan sumber kemuliaan kita. Tidak ada pula dari mereka yang akan
membersihkan negeri ini dari pengaruh penjajahan asing; juga tidak ada
yang akan mengembalikan kemandirian umat dalam membuat keputusan,
kesatuan dan kekayaannya. Karena itu secara syar’i, tidak boleh
memilih siapapun dari mereka sebagai kepala negara. Sebab, partisipasi
dalam memilih mereka—padahal mereka akan terus berpegang pada konstitusi
sekular, berkomitmen menjaga sistem republik sekular dan bersumpah atas
yang demikian—berarti ikut berpartisipasi dalam menjaga konstitusi
buatan manusia, menjaga pengaruh asing kafir, menjaga kerusakan yang
tersebar luas di negeri serta membantu para penguasa memerintah dengan
selain hukum yang telah Allah SWT turunkan. Padahal kaum Muslim telah
diperintahkan berhukum dengan hukum yang telah Allah SWT turunkan. Allah
SWT telah berfirman:
﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّه﴾
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (TQS al-An’am [6]: 57).
﴿وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ
عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ﴾
Hendaklah kamu menghukumi mereka menurut wahyu yang telah Allah
turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah
kamu terhadap mereka yang akan memalingkan kamu dari sebagian wahyu
yang telah diturunkan Allah kepada kamu (TQS al-Maidah [5]: 49).
Penguasa yang meyakini Islam tetapi tidak memerintah dengan Islam adalah penguasa yang zalim dan fasik.
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang fasik (TQS al-Maidah [5]: 47).
Adapun tidak berhukum dengan hukum Islam karena mengingkari Islam dan
menganggap Islam itu tidak layak untuk memutuskan perkara, maka itu
merupakan kekufuran. Kita berlindung hanya kepada Allah dari hal itu.
﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir (TQS al-Maidah [5]: 44).
Wahai kaum Muslim:
Sesungguhnya masalah ini ada di tangan Anda semua. Apakah Anda semua
akan menempuh langkah yang benar dengan mendeklarasikan Indonesia
sebagai benih Daulah al-Khilafah ar-Rasyidah kedua yang telah
disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul saw. yang mulia:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُبُوَّةٍ»
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.
Sungguh, era Al-Khilafah ar-Rasyidah itu telah menjelang dengan izin
Allah. Kaum Muslim di seluruh negeri mereka, khususnya di Indonesia,
rindu untuk diperintah/dihukumi dengan Islam dan hidup dengan kehidupan
yang islami.
Wahai kaum Muslim:
Anda semua adalah pemilik kekuasaan yang sebenarnya. Karena itu
deklarasikanlah secara gamblang dan lantang, pada kesempatan Pemilu
Presiden ini, bahwa Anda semua tidak akan rela dengan selain Islam, dan
Anda semua tidak akan menerima dihukumi dengan perundang-undangan buatan
manusia. Akan tetapi, Anda semua hanya menginginkan Islam yang suci,
yaitu Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ﴾
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu yang memberikan kehidupan
kepada kalian (TQS al-Anfal [8]: 24).
22 Sya’ban 1435 H
20 Juni 2014 M
Hizbut Tahrir Indonesia
Posting Komentar untuk "Hukum Pemilu Presiden"