Revisi Doa Dinilai Kebijakan yang Tak Proporsional
Juru Bicara Muslimah Ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Iffah Ainur Rochmah menilai jika revisi doa di sekolah betul-betul akan direalisasikan nantinya, maka itu dianggapnya bukan kebijakan yang proporsional. "Kalaulah revisi ini disebabkan karena ada keluhan satu, dua pihak yang berkeberatan, maka sangat tidak proporsional bila kebijakan ini nantinya disahkan," kata Iffah kepada Republika Online (ROL), Kamis (11/12).
Ustdzh. Iffah Anur Rochmah (Jubir MHTI) |
Pejabat publik, kata dia, memang harus menerima keluhan dari masyarakat, siapapun itu. Namun kemudian, tambah dia, pemerintah juga harus proporsional bagaimana mengelola dan menindaklanjuti keluhan tersebut. "Ini menunjukkan basis kebijakan kurikulum atau bahkan
pada diri Menterinya sendiri bersifat universal. Namun universal dalam bahasa kami adalah liberal artinya lepas dari aturan agama," kata dia.
Walaupun, alasan Kementerian, ujarnya, adalah mengeneralisasikan doa di sekolah supaya sama dan tidak mencirikan suatu agama tertentu khususnya dalam kasus ini, Islam. "Silakan masyarakat Islam menafsirkan sendiri, namun menurut saya kebijakan itu tidak berpegang pada kebenaran, melainkan liberal," kata dia.
Senada dengan yang disampaikan Ustaz Fahmi Salim bahwa pemerintah harus bijaksana dan proporsional menanggappi keluhan. "Jangan sampai keluhan itu merupakan titipan-titipan dari pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Ustaz Fahmi.
Begitu juga menurut Pengurus Bidang Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Choli Nafis. "Menghormati siapa mayoritas juga merupakan keputusan bijaksana. Muslim hormati tata cara doa di sekolah yang bersiswa mayoritas NonMuslim, begitu juga sebaliknya," terang Cholis.
Wacana revisi doa di sekolah oleh Kemendikdasmen ini dikabarkan disebabkan adanya keluhan masyarakat terutama nonMuslim serta pelaksanaan doa di sekolah tersebut dianggap mencirikan atau mempromosikan suatu agama tertentu. [www.visimuslim.com]
Sumber : republika.co.id
Posting Komentar untuk "Revisi Doa Dinilai Kebijakan yang Tak Proporsional"