Indonesia: Negeri Darurat Zina

Dalam minggu-minggu terakhir ini, selain masalah kisruh KPK-Polri, ranah publik juga diramaikan oleh peredaran buku berjudul Saatnya Aku Belajar Pacaran. Penulisnya adalah Toge Aprillianto. Buku itu mendapat reaksi keras dari masyarakat. Pasalnya, buku itu menyerukan dan membenarkan remaja untuk berhubungan seks dengan pacar. Penulisnya mengatakan, wajar jika pacar mengajak untuk berhubungan seks (zina). Jika pacar minta seks, kata Toge, ya turuti saja kemauannya itu. Yang penting, kata dia pula, masing-masing siap untuk melakukan hubungan seks (baca: zina) tersebut.

Al-Islam Edisi 743 : Indonesia Negeri Darurat Zina
Seruan Zina Makin Menggema

Seruan dalam buku itu menambah panjang daftar seruan-seruan yang disebarkan di negeri ini ke arah seks bebas alias perzinaan. Ada yang terang-terangan seperti isi buku itu. Namun, lebih banyak lagi yang samar, seperti program pekan kondom.

Pada 18 April 2012 PT Elexmedia Komputindo menerbitkan buku yang ditulis oleh Jeon Ji-eun asal Korea Selatan. Buku itu mengandung pesan kampanye dan pembenaran gaya hidup lesbian, gay, biseksual dan transjender (LGBT). Buku berjudul Why? Puberty; Pubertas itu dalam bab terakhir berisi pesan yang melegalkan hubungan sesama jenis. Setelah beredar dan diprotes banyak kalangan, penerbit menarik buku itu dari peredaran pada Agustus 2014. Artinya, setelah dua tahun lebih beredar, buku tersebut baru ditarik karena ada protes. Entah berapa ribu eksemplar yang sudah terjual dan dibaca orang. Begitu juga buku tulisan Toge Aprillianto. Buku itu diterbitkan pada tahun 2011. Entah sudah berapa ribu eksemplar yang terjual dan berapa banyak remaja yang membaca buku itu.

Pada Januari-Februari 2013, ramai penjualan coklat berhadiah sekotak kondom di berbagai kota di minimarket dan mal. Pada tahun 2014 muncul ide pekan kondom disertai dengan pembagian kondom secara gratis. Ini nyata-nyata menyerukan seks bebas alias zina. Pasalnya, distribusi kondom itu menyasar remaja yang tentu saja belum menikah.

Seruan-seruan ke arah pacaran bahkan pernah menyusup ke dalam buku pelajaran sekolah meski dengan tema ‘pacaran sehat’. Seruan-seruan yang sama juga banyak bertebaran di berbagai sinetron remaja yang sebagian besar temanya adalah pacaran; juga di berbagai media, melalui internet, dan lainnya.
Zina Mengundang Bencana
Seruan-seruan itu jelas makin memperparah perilaku seks bebas di kalangan remaja. Padahal tanpa itu pun seks bebas alias zina sudah sedemikian banyak terjadi di kalangan remaja. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Dr. Julianto Witjaksono SpOG, KFER, MGO, pada 10/8/2014 mengatakan, 46 persen remaja berusia 15-19 tahun belum menikah sudah berhubungan seks (Tribunnews.com, 10/8/2014).

Akibatnya, banyak remaja yang hamil di luar nikah. Menurut data yang diperoleh BKKBN, sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah (Okezone.com, 13/2/2013).

Kehamilan di luar nikah itu banyak yang akhirnya diaborsi. Menurut seksolog dan androlog Prof. Dr. Wimpie Pangkahila (18/4/2012), jumlah kasus aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia diperkirakan mencapai 2,5 juta kasus pertahun. Menurut dia, kasus aborsi ini tersebar secara merata di perkotaan maupun di pedesaan (Suaramerdeka.com, 18/4/2012).

Dari jumlah aborsi itu, sekitar 30 persennya atau sekitar 800 ribu dilakukan oleh remaja. Jumlah kasus aborsi yang terungkap itu merupakan fenomena puncak gunung es. Jumlah sebenarnya bisa jauh lebih besar lagi. Apalagi, aborsi itu tak sedikit yang dilakukan sendiri dengan mengkonsumsi obat-obatan aborsi. Di internet dengan mudah bisa ditemukan nama obat untuk aborsi, di mana obat itu bisa dibeli dan bagaimana cara melakukan aborsi sendiri dengan obat itu.

Pelaku seks bebas alias zina juga berisiko terkena berbagai penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS. Faktanya, seks bebas (zina) yang makin marak meningkatkan jumlah penderita HIV-AIDS di negeri ini. Laporan Joint of United Nations programme tahun 2013 menyatakan bahwa angka orang dengan HIV di Indonesia meningkat hampir 50 persen dari tahun 2008 ke 2013. Sebagian besar penularannya melalui hubungan seks bebas.

Menurut surat Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dr. H.M. Subuh tertanggal 17 Oktober 2014, berdasarkan data dari Sistem Informasi HIV-AIDS & IMS (SIHA), HIV-AIDS tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Sejak 1 Januari 1987 secara kumulatif jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2014 sebanyak 150.296 dan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 55.799 orang. Jadi total jumlah HIV-AIDS sampai September 2014 mencapai 206.095 kasus. Prosentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,9%), lalu kelompok umur 30-39 tahun (28,5%), 40-49 tahun (10,7%), 50-59 tahun (3,4%) dan 15-19 (3,1%). Orang dideteksi positif AIDS biasanya setelah 5-10 tahun sejak pertama kali tertular virus HIV. Itu artinya, penularan HIV paling banyak terjadi ketika penderita itu berusia remaja sampai usia 30 tahun, yang sebagian besarnya adalah melalui hubungan seks bebas.


Hamil di luar nikah, aborsi dan terjangkit penyakit seperti HIV-AIDS, semua itu merupakan bencana akibat seks bebas alais zina. Semua itu masih ditambah bencana sosial lainnya semisal rusaknya keluarga, ancaman terhadap generasi, timbulnya rasa khawatir di tengah masyarakat atas penyebaran petaka itu, lunturnya nilai-nilai luhur dan bencana-bencana lainnya.

Rasul saw. sudah memperingatkan bencana yang muncul akibat maraknya perzinaan melalui sabdanya:

«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ»
Jika zina dan riba telah marak di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan sendiri azab Allah (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Karena itu berbagai seruan seks bebas alias zina pada dasarnya adalah seruan-seruan untuk mengundang bencana datang. Jika berbagai seruan itu dibiarkan, maka sama saja dengan membiarkan petaka dan azab datang menimpa negeri ini.

Solusi Menyesatkan

Banyak pihak sepakat bahwa semua kasus di atas mesti segera dihentikan. Sayangnya, kebanyakan solusi yang ditawarkan berpijak pada ide kebebasan dan ide hak reproduksi. Ide ini menuntun siapa saja untuk memandang bahwa aktivitas seksual adalah hak yang tidak bisa dilarang. Selama dilakukan dengan kemauan dan kesadaran sendiri, tanpa paksaan, hubungan seks, termasuk seks bebas (zina), tak bisa disalahkan. Akibatnya, seks di luar nikah alias zina lantas tidak dianggap salah. Pandangan seperti itu akhirnya melahirkan solusi yang menyesatkan seperti: ‘pacaran sehat’, ‘pekan kondom nasional’, ‘setia pada pasangan’ (termauk pasangan zina), dll.

Dasar pemikiran itu pula yang diadopsi di dalam hukum yang berlaku di negeri ini. Hukum yang berlaku di negeri ini memandang zina bukan tindakan kriminal yang bisa diperkarakan selama dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan dan selama tidak ada yang mengadukan.

Karena itu berbagai program dan solusi yang dijalankan selama ini tidak bisa menghentikan zina di masyarakat, khususnya kalangan remaja. Artinya, semua bencana yang menjadi akibatnya juga tak akan pernah bisa dihentikan.

Selesai Hanya dengan Islam

Islam memandang seks tanpa ikatan pernikahan alias zina sebagai tindakan maksiat dan kriminal. Seks bebas alias zina juga berbahaya dan mengancam masyarakat. Karena itu Islam tegas menyatakan bahwa seks bebas alias zina adalah haram dan termasuk perbuatan keji yang harus dijauhi. Allah SWT berfirman:

]وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً[
Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan yang buruk (TQS al-Isra’ [17]: 32).

Larangan mendekati zina berarti juga larangan atas segala perkara yang bisa mendorong, mengarahkan dan menyerukan ke arah perzinaan di masyarakat. Karena itu berbagai materi cetak, audio, visual dan bentuk apapun yang memuat unsur pornografi haram beredar dan harus dijauhkan dari masyarakat. Pelakunya harus ditindak tegas. Sebelum semua itu, Islam mewajibkan negara untuk menanamkan dan memupuk keimanan dan ketakwaan pada diri rakyat sejak dini.

Palang pintu terakhir adalah penerapan sanksi yang tegas dan keras terhadap para pezina. Pezina yang ghayr muhshan (belum menikah) dicambuk seratus kali. Pezina yang muhshan (sudah pernah menikah) dirajam hingga mati. Tentu semua itu dilakukan setelah perzinaan terbukti dengan pembuktian yang syar’i. Pelaksanaan hukuman itu pun harus disaksikan oleh masyarakat (QS an-Nur [24]: 2). Para pelaku yang mempropagandakan kebebasan seks alias zina juga wajib ditindak tegas. Dengan hukuman yang tegas, efek jeranya benar-benar efektif mencegah orang melakukan perzinaan ataupun mepropagandakan perzinaan.

Dengan semua itu dan dengan pelaksanaan sistem Islam lainnya, umat bisa terlindungi dari perilaku seks bebas alias zina dan berbagai bencana yang menjadi akibatnya. Semua itu hanya mungkin terwujud jika syariah Islam diterapkan secara total. Ini hanya bisa diwujudkan di bawah naungan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Inilah yang segera harus diwujudkan di tengah-tengah umat saat ini.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Islam edisi 743, 23 Rabiuts Tsani 1436 H – 13 Februari 2015 M] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Indonesia: Negeri Darurat Zina"