Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Homoseksual Merajalela, Islam Solusinya


Sebuah situs khusus gay mencatat, jumlah gay di kota Jakarta (tahun 2008) sebanyak 3.000 orang (tentu) di tahun 2015 jumlahnya jauh lebih banyak. Sedangkan hasil survey YPKN (Yayasan Pelangi Kasih Nusantara) menunjukkan, ada 4.000-5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta.

Secara kalkulasi, pakar seksualitas Dr. Boyke Dian Nugraha, sempat mencatat bahwa frekuensi kaum homoseks yang murni adalah satu dari 10 pria. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo.

Dr. Dede Oetomo, pegiat Homo, memperkirakan, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. Sebuah angka yang mencengangkan. Jika keadaan ini tidak ada pencegahan, maka bukan hanya kota-kota elit yang menjadi korban homoseksual ini, melainkan juga akan terjadi pada kota-kota kecil. Fakta juga menunjukkan, bagaimana pergaulan remaja masa kini yang serba bebas.

Dalam terminologi Islam homoseksual disebut dengan Al-Liwath. Kata tersebut dinisbatkan kepada para kaumnya Nabi Luth as. Mereka adalah para penduduk kota Sodom dan Gomurah.

Definisi homoseksual sendiri adalah kelainan terhadap orientasi seksual yang ditandai dengan timbulnya rasa suka terhadap orang lain yang mempunyai kelamin sejenis atau identitas gender yang sama. Sebutan homoseksual adalah gay untuk lelaki dan lesbian untuk perempuan.

Ciri-ciri Umum Homoseksual

Ingin tahu ciri-ciri umum homoseksual? Ini dia Mereka memiliki sikap pemurung, mudah tersinggung dan gampang marah. Kehidupan sosial mereka cenderung tertutup dari masyarakat pada umumnya.

Apalagi? penampilan mereka selalu necis dan suka dengan parfum yang menyengat. Gerak-gerik mereka lemah gemulai, lebih mencintai pada sesama jenis, bukan lawan jenis.

Kemudian, mereka merasa mendapatkan kelezatan dan kebahagiaan apabila dapat melampiaskan nafsu birahinya pada tempat-tempat yang tidak wajar, bahkan pada tempat yang najis dan kotor yang bukan semestinya. Pikiran dan ambisi mereka setiap saat selalu terfokus pada seksual sejenis, pada anak kecil  atau yang telah berumur sekalipun.

Apa Solusinya ?

Cara melampiaskan hasrat seksual bermacam cara, ada yang halal seperti lewat pernikahan; ada juga yang diharamkan seperti homoseksualitas dan lesbianisme. Terlepas dari hal tersebut, semuanya lahir dari gejolak seksualitas. Padahal, seksualitas tersebut dorongannya bersifat instingtif (gharizah) yang berbeda dengan kebutuhan fisik (hajatul ’udhawiyah). Kebutuhan fisik akan muncul dengan sendirinya. Siapapun yang tidak minum lama kelamaan akan haus, orang yang lama tidak istirahat akan merasakan lelah, dan sebagainya. Sedangkan, gharizah akan muncul bila ada rangsangan. Gejolak seksual muncul apabila ada rangsangan.

Demikian juga hasrat untuk homoseks atau lesbian akan muncul bila terdapat rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk mencoba atau melakukannya. Ada dua rangsangan yang umumnya merangsang manusia, yaitu pikiran dan realitas yang nampak. Untuk itu, cara untuk mencegah aktivitas seksual menyimpang tersebut adalah dengan cara menghilangkan rangsangan-rangsangan terkait dengannya.

Pertama, terkait pemikiran. Pemikiran yang mendorong orang mencoba melakukan homoseks atau lesbi adalah pemikiran serba bebas, yakni liberalisme materialisme. Dalam liberalisme, orang dipahamkan bahwa hidup itu terserah mau melakukan apa saja. Tolok ukurnya pun bersifat materialistik. Karenanya, aktivitas liwath didudukkan sebatas cara memuaskan hasrat seksual yang mereka sebut dengan orientasi seksual. Yang penting sama-sama enjoy. Padahal, dalam Islam, seksualitas merupakan nikmat Allah SWT untuk melanjutkan keturunan.

Selain itu, alasan hak asasi manusia (HAM) sering kali ditanamkan sebagai dalih untuk melakukan perbuatan kaum Sodom. Bahkan, ada juga pemikiran gender yang justru menimbulkan kebencian kepada laki-laki hingga dianggapnya saingan dan musuh bagi perempuan. Muaranya ada perempuan yang menjadi lesbi dengan dalih tersebut. Selama pemikiran-pemikiran ini terus dikembangkan di tengah masyarakat maka atas nama kebebasan pribadi dan berekspresi penyimpangan seksual tersebut tetap mendapat tempat. Oleh sebab itu, pemikiran liberalisme tidak boleh dikembangkan di masyarakat.

Kedua, secara individual menjauhi hal-hal yang dapat mengundang hasrat melakukan liwath. Islam sangat memperhatikan fitrah manusia. Terkait masalah ini, Rasulullah SAW bersabda: ”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut, begitu juga janganlah perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut” (HR. Muslim). Laki-laki yang melihat aurat laki-laki ataupun perempuan yang melihat aurat sesama perempuan akan terangsang. Ini adalah bibit penyimpangan seksual. Apalagi kalau tidur dalam satu selimut. Islam sangat ketat memerintahkan hal tersebut. Bahkan, dimulai sejak anak baligh. Bahkan, adik dan kakak yang sudah sama-sama balig tidak boleh melakukannya.

Ketiga, secara sistemik hilangkan berbagai hal di tengah masyarakat yang dapat merangsang orang untuk mencoba-coba. Misalnya, hentikan pornografi terkait homo dan lesbi. Kini, di dunia maya berkeliaran promosi tentang itu. VCD liwath pun dijual laksana kacang goreng. Bahkan, promosi homo dan lesbi di media termasuk TV terus gencar dilakukan. Penampilan laki-laki meniru perempuan atau perempuan meniru lak-laki semakin menggila, padahal Islam melarangnya. ”Rasulullah SAW melarang laki-laki yang meniru perempuan, dan perempuan yang meniru laki-laki” (HR. Bukhari). Ujungnya, laki-laki merasa sebagai perempuan yang karenanya lebih melampiaskannya dengan sesama laki-laki. Pemerintah dalam aturan Islam harus mengeluarkan kebijakan tentang tegas terkait hal ini.

Keempat, permudah pernikahan. Terkadang ada rasa takut menikah. Orang tua tidak setuju nikah usia muda dengan alasan belum mapan. Biaya pernikahan pun tinggi. Sementara itu, gejolak seksual besar akibat berbagai rangsangan yang ada. Pada sisi lain, ada kekhawatiran hamil di luar nikah. Jalan keluarnya, ada yang mengambil jalan menjadi homo dan lesbi. Untuk itu orang tua dan pemerintah perlu mempermudah pernikahan. Dorong untuk nikah dini. Negara harus memfasilitasi. Bukan malah menghalang-halangi nikah usia muda. Rasulullah SAW memerintahkan menikah pada saat usia masih muda (HR. Muttafaq ’Alaihi).

Kelima, terapkan hukuman. Bila berbagai pencegahan telah dilakukan tetapi tetap juga terjadi aktivitas homo dan lesbi, maka pengadilan dalam pemerintahan Islam menerapkan hukuman sesuai syara terhadap mereka. Perbuatan tersebut terkategori perbuatan kriminal. Bila pengadilan menemukan bukti dan diputuskan di pengadilan, hukuman bagi para pelakunya adalah hukuman mati. Hal ini didasarkan kepada sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda: ”Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik yang melakukan maupun yang diperlakukannya” (HR. Al-Khomsah kecuali an-Nasa’i). Selain itu, para sahabat telah berijma’ bahwa hukuman bagi mereka adalah hukuman mati. Imam Baihaki meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang terkait seorang laki-laki yang menggauli sesama lelaki sebagaimana menggauli perempuan. Beliau bertanya kepada para sahabat Rasulullah SAW. Semuanya sepakat pelakunya dijatuhi hukuman mati (Lihat, Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-’Uqubat, hal. 80-82).

Jelas, syariat Islam memiliki cara untuk mencegah menyebarnya penyakit liwath ini. Begitu juga, Islam memiliki cara jitu untuk menghentikan pelakunya. Karenanya, siapapun yang menghendaki masyarakat bersih, akan menuntut penerapan syariat. Jadi Islam lah Solusinya. Saatnya kembali pada sistem islam, dan sistem islam hanya bisa di terapkan oleh negara islam yaitu dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. (**) [Siti Soleha (Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia/MHTI DPD I Bengkulu )] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Homoseksual Merajalela, Islam Solusinya"

close