Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Donald Trump Takut Khilafah Tegak


Pertama dalam sejarah, calon presiden AS Donald Trump menyatakan dengan vulgar, bahwa dia akan melarang muslim datang ke Amerika. Pernyataan ini jelas provokasi luar biasa, menunjukan sebuah ‘kebrutalan’ dan tekanan terhadap umat Islam khususnya sebagai minoritas di Amerika.

Kita tentu bertanya, mengapa Trump begitu bernafsu melarang umat Islam datang ke Amerika, padahal presiden AS sebelumnya, semisal Obama dan Bush sendiri tidak pernah berani terang-terangan mengucapkan perkataan permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin, mereka masih menjaga citranya. Obama dan Bush sendiri menyerang Islam dan kaum muslim tidak dengan kata-kata, namun dengan kebijakan luar negeri gaya imperialisme Barat, dengan melakukan invasi ke seluruh negeri muslim, baik agresi militer maupun soft power, berupa penjajahan politik dan ekonomi.

Di beberapa media disebutkan, latar belakang Trump melarang muslim datang ke AS merujuk pada jajak pendapat Center for Security Policy yang menuduh kaum muslim memiliki ‘kebencian’ terhadap warga Amerika yang bisa membahayakan negara.

Padahal faktanya, justru warga AS sendiri sudah lebih dulu membenci umat Islam. Survei yang dilakukan YouGov di awal tahun ini mengungkapkan kebencian warga AS kepada muslim. Data menunjukkan 55 persen responden memiliki sentimen yang tidak mendukung perkembangan Islam di amerika Serikat (republika.co.id, 10/12/2015).

David Sterman dari asosiasi program senior di New America Foundation, menjelaskan bahwa terdapat pemahaman konvensional seolah terorisme di AS dilakukan oleh asing dan dipandang sebagai masalah infiltrasi. Persepsi tersebut berdasarkan kasus 11 September semata. Namun “dalam 330 kasus yang kami teliti sejak 11 September, kami menemukan 80 persen pelakunya adalah warga AS” (tribune.com.pk, 1/12/2015).

Para peneliti University of North Carolina dan Duke University, belum lama ini pernah melakukan survei terhadap 382 departemen polisi AS, mengenai ancaman sebenarnya, hasilnya 74 persen mengatakan kekerasan oleh kelompok anti-pemerintah. “Lembaga-lembaga penegak hukum di seluruh negeri telah mengatakan kepada kami bahwa ancaman dari ekstremis muslim tidak sebesar ancaman dari kelompok ekstrimis sayap kanan,” Charles Kurzman, seorang peneliti UNC, mengatakan kepada Times (independent.co.uk, 24/6/2015).

Berdasarkan hal tersebut, Trump sebenarnya hanya mencari-cari alasan. Fakta yang terlihat, Trump sangat ketakutan dengan perkembangan muslim di AS, terlebih jika para pengungsi dari Timur Tengah terus membanjiri AS, yang secara otomatis tentu akan meningkatkan jumlah populasi muslim di Amerika. Sebagaimana isu sempat mengemuka, bahwa AS berencana menerima 200.000 pengungsi Suriah.

Dalam kampanye Rabu (30/9) malam di Keene High School, Trump berkata, “Saya mendengar kita akan menerima 200.000 (pengungsi) Suriah, dan bisa saja mereka itu -perhatikan, bisa saja mereka itu adalah (orang) ISIS.” Trump menyebut para pengungsi Suriah itu sebagai “pasukan berkekuatan 200.000 orang.” Disebutkannya, “Saya memperingatkan mereka yang datang ke sini dari Suriah sebagai bagian dari migrasi besar-besaran ini. Bahwa andaikan saya menang (pilpres), -andaikan saya menang- mereka akan dipulangkan.” (bbc.com, 1/10/2015).

Sebagaimana diketahui, Barat melakukan penyesatan politik dengan isu organisasi ISIS, untuk menutup seruan penegakkan Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah yang semakin meluas di negeri muslim, isu tersebut pada gilirannya -dengan izin Allah- tentu akan gagal.

Arab Spring di Suriah sangat berbeda dengan revolusi di Timur Tengah secara umum. Sebab semangat Islam sangat tinggi disana. Berdasarkan kesaksian Juru Bicara Hizbut Tahrir Suriah Hisham Albaba menyatakan hampir seluruh rakyat Suriah mendukung tegaknya Khilafah. “Meski media-media yang anda baca, dengar dan tahu bahwa pejuang Suriah itu jumlahnya sedikit dan lain-lain, tapi faktanya adalah yang menginginkan Khilafah tegak adalah 99% dari jumlah penduduk Suriah, bahkan termasuk di dalamnya non muslim,” ungkapnya, Senin (3/6/2013) di Masjid Raya Bogor, Jawa Barat. (mediaumat.com).

Menteri luar negeri Rusia Sergei Lavrov, tahu persis seruan Khilafah demikian menguat di Suriah. Tidak mengherankan kalau Lavrov mengingatkan rakyat Suriah, apakah Khilafah atau Federasi sekular? Seperti yang diberitakan raialyoum.com (14/12) Lavrov dalam wawancara dengan TV Channel “Rusia 24” menjelaskan tentang kondisi Suriah. Menurutnya, ada kondisi yang mengkristal, kondisi yang harus disadari oleh semua rakyat Suriah, apakah mereka berjuang di pihak orang-orang yang ingin mengubah Suriah menjadi negara Khilafah, atau negara federasi sekular. Ia menambahkan bahwa masalah Khilafah atau sekular menjadi topik paling penting yang dibahas dalam konferensi di Jenewa. (hizbut-tahrir.or.id, 18/12/2013).

Berdasarkan hal itu semua, Trump melihat sesuatu yang kurang diperhatikan Obama, yakni dampak kegagalan kebijakan Obama di Suriah untuk menghalangi Khilafah. Kegagalan Obama di Suriah, akan menjadi serangan balik bagi Barat. Sebab kegagalan Barat artinya keberhasilan kaum muslim menegakkan Khilafah.

Trump pun menyadari potensi umat Islam yang semakin membanjiri negeri-negeri Barat, jika suatu ketika Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah tegak dan menyeru umat Islam di Barat agar membantu Islam dan kaum muslim, maka seketika itu pula potensi futuhat yang dilakukan Khilafah semakin besar peluang keberhasilannya, sebab dibantu warga muslim di Barat. Karena itu, semenjak dini Trump berusaha menghilangkan potensi tersebut, dengan melarang muslim datang ke AS. Sebab sebagai seorang politisi, Trump tahu betul dan mampu menghitung, jika seandainya Khilafah tegak, maka target futuhat terhadap negeri kafir harbi fi’lan seperti Amerika, akan mendapat perhatian serius Khilafah kelak. Sebab Khilafah adalah negara yang sangat melindungi umat Islam dan akan memerangi segala penjajahan Barat. Sedangkan AS bersama peradaban Kapitalismenya telah menyengsarakan dunia Islam dan menjajah seluruh dunia secara umum. Dari aspek historis, sudah tidak terhitung futuhat yang dilakukan Khilafah Islam yang tentunya dicatat dan diingat oleh Barat, dan menjadi memori buruk mereka. Barat tentu tidak akan pernah lupa hal tersebut.

Dengan demikian dominasi dan perang antar peradaban bukan perkara yang tersembunyi. Siapa pun presiden AS, selama ideologi mereka adalah Kapitalisme-Sekular, tentu akan berupaya menghalangi potensi apapun yang menjadi peluang kebangkitan peradaban Islam dalam naungan Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah. Wallahu a’lam. [Yan S. Prasetiadi, M.Ag (@yansprasetiadi)] [www.visimuslim.com]

Posting Komentar untuk "Donald Trump Takut Khilafah Tegak"

close