Adakah yang Lebih Elegan Membela Negeri Ini Selain HTI?
Oleh : Hasyim Bisri
(Direktur Centra Politica)
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasar spektrum penulis, adalah organisasi ‘aneh’. Didiamkan malah agresif. Semakin dicegah malah membesar. Semakin dicaci malah semakin dirindu. Semakin difitnah malah semakin bersinar. Semakin dipressure malah semakin semakin kuat. Semakin dipersempit ruang geraknya justru semakin tangkas. Semakin dimonitor ketat malah opini idenya makin meluas. Dibentur-benturkan dengan NU, malah banyak internal NU yang membela. Ini ajaib.
Jelas, HTI secara sistematis sedang mengintensifkan proses menjelaskan dan memahamkan sistem Islam kepada segenap komponen masyarakat, terutama para tokoh, ulama dan seluruh elemennya. Dalam satu kesempatan saat ada demo HTI –seingat penulis- menolak kenaikan harga BBM, penulis ingin memuaskan naluri kepo in the point mendekat dan mengajak obrol santai dengan salah satu aktivis muda, katakanlah sebagai test case-lah apakah ini masa bayaran or not. Ketemu dengan aktivis mudanya perkiraan seumuran anak seusia SMA, dibalik (maaf) face-nya yang culun, anak kemarin sore banget. Dalam sebuah diskusi ringan, dan yang sangat berkesan bagi penulis dia berujar “Perubahan rezim saja tidak cukup Pak, tetapi harus disertai perubahan sistem. Sistem ideologi kapitalisme dengan sistem politik demokrasi dan sistem ekonominya telah sama-sama kita lihat dan rasakan kegagalannya dan penuh kebobrokan. Saatnya kita ganti dengan sistem Islam yang berasal Allah yang Mahaadil dan Bijaksana”. So what? Kalimat yang teratur dan politis mengucur luwes dari lidah anak yang seharusnya masih sukak galau ini. Mantap.
Menarik dan penulis excited dengan gaya HTI yang tampilan para aktivisnya slow, tapi kalau sudah ngomong politik argumentasinya sulit dipatahkan. Ibarat kita akan membangun bangunan baru, HTI pantas menggantikan bangunan lama yang sudah berkarat, maka desain bangunan baru itu harus dirancang dan digambarkan. Begitu pula mewujudkan perubahan, maka sistemnya harus digambarkan desainnya. Ini sangat penting, karena tanpa gambar desain itu bisa jadi akan salah bangun dan tak akan terwujud bangunan yang diidamkan.
Hingga sekarang, penulis mengamati bahwa HTI berupaya mati-matian menggambarkan kepada masyarakat tentang desain sistem Islam itu baik Sistem Pemerintahannya, Struktur Pemerintahan dan Admistrasi, Sistem Ekonomi Islam, Sistem Pergaulan Islam, Keuangan di Negara Khilafah, Sistem Pidana dan Sanksi, Hukum-hukum Pembuktian, dsb, sehingga siap pakai dan siap bangun melalui berbagai media-media dakwahnya. Para aktivisnya cukup smart dalam publikasi berbagai tulisan di berbagai sosmed untuk sosialisasi ide-idenya.
Memang, demokrasi liberal dan demokrasi multi partai di Indonesia memberi kebebasan bersuara sebenar dan sesesat apapun. Setelah menelaah bahwa makin kesini, slogan sistem demokrasi sebagai pilar pembangunan politik dan kemajuan ekonomi bagi Indonesia sangat mudah dipatahkan oleh berbagai argumentasi HTI baik secara face to face maupun lewat tulisan. Dan fakta unik, dalam diamnya ternyata masyarakat tak lagi sungkan mengharapkan bangkitnya Islam politik, dan jelas didalamnya ada kiprah yang sentral dari HTI dalam keberhasilannya mentransfer konsepnya yang original kepada khalayak.
Berdasarkan Survey SETARA Institute yang diumumkan pada 29 November 2010, respon yang mengingingkan syariah Islam dijadikan sebagai dasar negara (35,3%) dan penegakan Khilafah (34,6 %) cukup besar. Meskipun yang menolak syariah menjadi dasar negara lebih besar (50,2% ), demikian pula yang menolak Khilafah lebih besar (49,2%) . Angka-angka yang cukup tinggi ini sejalan dengan berbagai hasil survey dari lembaga-lembaga lain yang menunjukkan ada keinginan besar dari masyarakat untuk menegakkan syariah Islam. Secara fantastis, survey SEM Institute (2014) menyebut angka 72 % masyarakat Muslim Indonesia menginginkan syariat Islam sebagai sistem negara. Perkembangan bangkitnya Islam politik yang terus meningkat membuktikan bahwa media-media mainstream tidak mampu membalikkan dan membelokkan pikiran masyarakat. Ternyata masyarakat muslim sedang menyimpan ‘sesuatu’ keinginan yang ditahan-tahan. Membendung HTI jelas sia-sia, malah bisa jadi blunder bagi negeri ini.
Dalam perspektif warna-warni kondisi, hampir semua dari kita harus bekerja keras untuk mendapatkan sebungkus makanan, sementara para politisi memakan gaji dan tunjangan yang fantastik. Banyak orang menderita kelaparan di negeri yang memiliki sumber daya luar biasa ini. Dan pada saat yang sama, mungkin sebagian dari Anda tidak dapat tidur tenang dengan setumpuk masalah ekonomi. Lebih buruk lagi, kita dipaksa membayar beban pajak untuk kepentingan para politisi yang malah membangkang untuk membayar pajak! Setiap hari Anda melihat komisi baru dibentuk menghambur-hamburkan uang rakyat dengan dalih memerangi korupsi, untuk bisa menyentuh dasar skandal Panama Papers, menjamin pemilu yang bersih, dan lain sebagainya, bla..bla..bla..
Secara reality dan baper juga, kita sudah lelah dengan problem-problem itu. Telinga kita sudah tertutup hampir meledak mendengar kebohongan para politisi. Mata kita telah lelah menyaksikan darah yang tertumpah demi kepentingan para politisi itu. Adalah jelas bahwa kita memerlukan jalan keluar secara radikal dan komprehensif. Sudah jelas bahwa Anda memerlukan konstitusi baru yang memberikan panduan yang benar untuk menyelesaikan krisis-krisis itu. Di tataran praktis demokrasi memang selalu deadlock.
Tentu saja kita memerlukan pemerintahan yang lebih baik yang memenuhi kebutuhan semua orang dari pada pemerintahan yang bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan sekelompok kecil kaum elit. Dan lebih penting lagi, kita perlu mengadopsi ideologi yang smart untuk merealisasi kehidupan yang jauh dari pragmatisme dan modernisme yang dipaksakan oleh asing kepada kita. Bisa jadi HTI sudah tahu kunci jawaban lengkapnya untuk kita contek segera! [VM]
Posting Komentar untuk "Adakah yang Lebih Elegan Membela Negeri Ini Selain HTI?"