Tinggalkan Neo-liberalisme!
Oleh : Umar Syarifudin – Syabab HTI (Praktisi Politik)
Musuh Indonesia tidak hanya korupsi, kemiskinan, komunisme dan disintegrasi, tetapi juga neoliberalisme. Liberalisme datang dari individualisme yang mengagung-agungkan kebebasan, liberalisme itulah menjadi jalan bagi kaum kapitalis untuk memanfaatkan semua sumber daya demi kepentingan pribadi. kapitalisme adalah musuh nyata karena telah menguasai aspek-aspek penting di dalam negeri demi kepentingannya sehingga menggerus rakyat kecil. Indonesia sesungguhnya telah mempunyai obat dari liberalisme yaitu Syariah Islam.
Neoliberalisme telah menjadi hantu yang menakutkan bagi negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam dan menjadi kambing hitam terjadinya kemiskinan yang tersistematis. Neoliberalisme sekarang telah menjadi jargon politik bagi kalangan politisi dan kajian yang sangat serius dikalangan akademisi dan kaum intelektual. Neoliberalisme dipahami sebagai paham kapitalisme global yang merupakan formulasi terbaru dari kapitalisme sebelumnya.
Sejarah munculnya paham neoliberalisme, tidak lepas dari gejolak ekonomi global pasca berakhirnya Perang Dunia I. Sistem ekonomi pasar liberal yang dianut oleh negara-negara Eropa dan Amerika tidak menuai sukses. Ketika itu, pasar diyakini memiliki kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Karena pasar dapat mengurus dirinya sendiri, maka membuat campur tangan negara dalam mengurus perekonomian tidak diperlukan lagi.
Tetapi setelah perekonomian dunia terjerembab ke dalam depresi besar di tahun 1930-an, kepercayaan terhadap sistem ekonomi pasar liberal merosot drastis. Anggapan publik kala itu, pasar bukan hanya tidak mampu mengurus dirinya sendiri, namun juga menjadi sumber malapetaka bagi kemanusiaan. Depresi terjadi di mana-mana karena banyak yang bangkrut dan menganggur..
Menyadari kelemahan ekonomi pasar liberal tersebut, pada September 1932, sejumlah ekonom Jerman yang dimotori oleh Rustow dan Eucken mengusulkan dilakukannya perbaikan terhadap sistem ekonomi pasar dunia, yaitu dengan memperkuat peran negara sebagai pembuat kebijakan.
Pada perkembangannya, gagasan Rostow dan Euken ini, kemudian dibawa oleh ekonom Amerika, yakni Ropke dan Simon ke Universitas Chicago untuk dikembangkan, yang menjadikan institusi pendidikan yang dinaunginya sontak terkenal dengan sebutan Chicago School. Pada akhirnya Chicago School menyempurnakan konsep ekonomi neoliberal, konsep sistem ekonomi yang dipercaya sebagai solusi menekan tingkat depresi suatu negara. Tapi, teori neoliberal yang telah siap diterapkan, ketika itu kalah pamor dari konsep negara kesejahteraan yang digagas oleh John Maynard Keynes.
Namun, kedigdayaan Keynesianisme berakhir di era tahun 1979/1980-an, menyusul terjadinya resesi global yang menghantam negara-negara Eropa dan Amerika. Terpilihnya Ronald Reagan sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dijadikan momentum bagi Margaret Thatcher (PM Inggris) untuk memproklamirkan konsep neoliberalisme bersama Ronald Reagan. Thatcher pun mengeluarkan sebuah pernyataan There Is No Alternative (TINA)!, yang maksudnya adalah tiada pilihan lain selain dari neoliberalisme. Thatcher sendiri menegaskan bahwa sesungguhnya neoliberalisme dapat memperkuat sistem ekonomi negara, yang menyangkut perbaikan format hubungan antara negara, warga-negara, dan perekonomian.
Propaganda neoliberalisme yang dilakukan Thatcher dan Reagan seperti menemukan momentumnya. Banyak pemimpin negara dengan segera menerapkan sistem ekonomi neoliberal, seperti Jerman, Perancis, dan negara-negara lainnya.
Kebijakan ekonomi neoliberalisme yang dibuat oleh Thatcher dan Reagan semakin nyata diterapkan melalui kebijakan yang berkaitan dengan pasar global, seperti liberalisasi dan privatisasi, Washington Consensus yang berperan dalam pembentukan kebijakan ekonomi yang dibuat oleh International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, serta adanya pemfokusan pada aspek materialistik.
Dominasi besar oleh perusahaan swasta yang bermodal besar akibat penambahan modal dan keuntungan melalui bursa saham yang merupakan salah satu instrumen pasar yang dikenal dalam kapitalisme, yaitu valas, saham, dan komoditas. Maka lahirlah MNC (Multi Nasional Corporation) dan TNC (Transnasional National Corp.) yang begitu sangat dahsyatnya ketika menguasai pasar dan perdagangan bebas saat ini. Disinilah titik balik yang mencengkram seluruh dunia oleh segelintir orang dan negara tertentu.
Menurut pengamat ekonomi UGM Revrisond Baswir, konsep ekonomi yang dikembangkan dari Chicago School, sebenarnya memiliki tujuan yang baik yaitu memberikan prinsip-prinsip dasar perekonomian serta menambah pengetahuan. Tetapi bagi masyarakat kebanyakan hal itu justru dianggap sebagai sesuatu yang konservatif dan semakin memiskinkan yang miskin.
Kenapa neoliberalisme memiskinkan yang miskin, karena sistem ekonomi neoliberalisme lebih mengutamakan kepentingan pemodal atau kapitalis atau juga investor sehingga menempatkannya diposisi sentral substansial. Sementara poisisi rakyat diletakkan pada posisi marginal residula atau pinggiran. Jelas, sistem ekonomi neoliberalisme akan menggusur rakyat miskin, pembangunan rakyat tidak inherent dengan pembangunan ekonomi. Rakyat atau kalangan kelas bawah selalu menjadi budak di negerinya sendiri. Rakyat akan berada dicengkraman kapitalisme neoliberalisme yang merupakan penghisapan dan penindasan struktural.
Neo liberalisme sarat dengan kepentingan asing dan memiliki tanda atau ciri melalui legitimasi MOU dengan IMF (LOI dan Structural Adjustment Program) , WTO, World Bank (ADB) yaitu :
1. Liberalisasi perdagangan dan pasar bebas
2. Mekanisme campur tangan pemerintah tidak ada lagi
3. Privatisasi sektor publik
4. Mencabut Subsidi (termasuk sektor publik)
5. Mencabut Monopoli (termasuk sektor publik)
Hal yang sangat mendasar inilah yang akan memporak porandakan kita semua jika ketahanan tidak kita miliki, diantaranya ketahanan energi, pangan, dan lain-lain. Dan jangan lupa kita juga ikut terjebak dan menggelar pertemuan bilateral dan multilateral pada tahun 1995 lewat APEC di Bogor, ikut serta GATT (Tarif bea impor 0%), Putaran Uruguay, AFTA, G7/G8/G9, ACFTA, TRIMs, TRIPs, dan lain-lain.
Menjerat Indonesia
penelitian dari Dana Moneter Internasional mengeluarkan laporan yang mengakui bahwa neoliberalisme telah gagal. Laporan yang berjudul, “Neoliberalism: Oversold? ” sepertinya adalah tanda-tanda kematian ideologi ini. Hal itu mulai terjadi sekitar 40 tahun terakhir. Seperti yang di-tweet oleh Naomi Klein tentang laporan itu, “Jadi semua miliarder yang diciptakan ideologi ini akan mengembalikan uang mereka, bukan?”
Banyak temuan dari laporan ini yang menyerang inti dari ideologi ini, menggaungkan apa yang telah dikatakan oleh para kritikus dan para korban neoliberalisme dalam beberapa dekade. “Alih-alih memberikan pertumbuhan,” laporan itu menjelaskan bahwa kebijakan penghematan neoliberal dan regulasi yang dipermudah untuk pergerakan modal sebenarnya telah “meningkatkan ketimpangan.” Ketimpangan ini “mungkin itu memotong pertumbuhan itu sendiri…” Akibatnya, laporan itu menyatakan bahwa “para pembuat kebijakan harus lebih terbuka untuk melakukan redistribusi daripada pada saat ini. ”
Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998. Sejumlah kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi tampaknya juga masih cenderung menganut paham neoliberalisme. Hal ini terindikasi pada kebijakannya yang tidak berpihak pada rakyat, seperti mengharuskan PT Pertamina bersaing dengan perusahaan minyak asing dengan standar harga yang tinggi, memberi ruang bebas kepada pihak asing untuk mengisi posisi strategis di BUMN serta akan dicabutnya subsidi listrik terhadap pemakai listrik untuk kalangan kelas bawah yaitu 450 watt dan 900 watt.
Di Indonesia sebagian besar produksi migas sektor hulu dimiliki dan dikelola pihak asing, yang menjadi masalah apakah mereka mematuhi perjanjjian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri kita. Jika tidak, tentu ini akan menjadi masalah besar bagi negara kita. Nasionalisasi oleh Pertamina sebagai jawaban tentu kita harapkan dan BPH Migas harusnya memahami hal tersebut.
Sedangkan masalah Bank Sentral Indonesia, setelah diprivatisasi sehingga lepas dari pemerintah terintervensi lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank yang didominasi oleh Yahudi. Dengan demikian Yahudi melalui IMF dan World Bank serta Perbankan dan Sekuritas mereka memiliki pengaruh terhadap Bank Indonesia (http://syiarislam.wordpress.com/2010/02/10/yahudi-kuasai-ekonomi-indonesia/).
Pemerintahan yang menerapkan sistem neoliberalisme, hanya memikirkan bagaimana respon pasar dan tidak mempedulikan kondisi rakyatnya. Hal ini dapat terlihat bagaimana kebijakan pemerintahannya mencabut berbagai subsidi tanpa diberikan solusi untuk menunjang kelangsungan hidup rakyatnya.
Self Destructive
Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas, berhasil menekan intervensi pemerintah dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi pada kekuatan tertentu saja.
Neoliberalisme bertolak belakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip dengan proteksionisme, tetapi terkadang sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi perdagangan adil dan gerakan lainnya yang mendukung hak-hak buruh dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas terbesar dari sebuah negara.
Tapi setelah masuk dalam era globalisasi saat ini, sistem ekonomi neoliberalisme kini sedang menuju titik jenuh yang tak lain akan kembalinya dunia mengalami resesi. Neoliberalisasi dalam globalisasi dunia menuntut akses pasar yang semakin terbuka, hal tersebut justru menciptakan bentuk-bentuk perlawanan terhadap neoliberalisme ekonomi itu sendiri dalam bentuk regionalisme ekonomi. Regionalisme ekonomi membuat semakin sulitnya terjadi integrasi pasar secara global, dan masing-masing negara akan sibuk dengan kelompoknya dan urusan negaranya masing-masing. Konsekuensinya dapat membawa perubahan negatif bagi aktivitas pasar global.
Anjloknya Bursa Saham Cina bisa saja akibat dari perilaku pasar global yang kini sudah dengan mudahnya digoyang oleh pihak tertentu. Bila kondisi ini terus terjadi pada kondisi pasar saham di Cina, maka banyak perusahaan AS yang terkena imbasnya. Kita ketahui, bahwa sejumlah perusahaan raksasa di AS memiliki pasar cukup besar di China. Menurut data FactSet yang dilansir CNN, setidaknya ada 10 perusahaan AS yang 30% konsumen di Cina.
Lebih mengerikannya lagi, Cina saat ini merupakan negara kreditur AS terbesar. Data yang dikeluarkan pemerintah AS Mei lalu menunjukkan surat utang AS yang dibeli oleh Beijing mencapai US$ 1,2 triliun. Posisi ini membuat pemerintah AS ketar ketir dalam masalah terpuruknya Bursa Saham Cina.
Bursa saham AS pun diperkirakan ikut jatuh karena kekhawatiran akan kondisi Cina tersebut. Bakal ada banyak perusahaan AS yang bangkrut karena turunnya perekonomian Cina. Bahkan perusahaan seperti Apple juga bakal terkena dampaknya, karena 16% penjualannya adalah ke Cina. Merembet pula ke perusahaan kasino di AS, yaitu MGM Resort, Las Vegas Sand, dan Wynn, karena mereka memiliki kasino di Macau, China.
Sejatinya, neoliberalisme adalah perkembangan mutakhir ideologi kapitalisme yang meminimalkan peran negara dalam perekonomian dan menyerahkan perekonomian pada mekanisme pasar. Namun, apa yang terjadi setelah sekitar tiga dasawarsa ini? Konsep neoliberalisme dipertanyakan. Apalagi dengan kejatuhan perekonomian Cina saat ini, yang diperkirakan akan merembet ke AS dan Eropa. Ibarat pepatah, neoliberalisme yang digagas AS dan Inggris kini telah siap memangsa tuannya sendiri.
Mempertahankan sistem ekonomi kapitalis sama dengan mempertahankan dan meningkatkan kerusakan, kemiskinan dan penderitaan rakyat. Sudah saatnya kita campakkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini harus diganti sistem ekonomi Islam yang ditegakkan dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. [VM]
Posting Komentar untuk "Tinggalkan Neo-liberalisme!"