Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

INDEPENDENCE DAY, Benarkah Wujud dari Kemerdekaan Hakiki?


Oleh: Viki Nurbaiti Muswahida, S.Pd

Dirgahayu Indonesia yang ke-71, tak jarang ekspresi kecintaan dalam menyambut hari kemerdekaan Indonesia sangat meriah digaungkan, mulai dari pusat kota hingga pelosok negeri. Banyak sekali kegiatan yang dilakukan dalam mengisi bulan agustus, mulai dari lomba dalam bidang olahraga, kesenian, lomba mata pelajaran, hingga ziarah pada makam pahlawan.

Semua kenampakan yang lahir dari kegiatan masyarakat Indonesia dalam menyambut hari kemerdekaan adalah sebagai wujud kecintaan masyarakat pada tanah air tercinta, tempat ia tinggal, tempat lahir dan tempat ia dibesarkan hingga sekarang. Jika kita menengok kembali sejarah kemerdekaan bangsa kita, sejarah peradaban yang tak pernah sepi dari perjuangan dalam memperoleh kemerdekaan hingga tercapailah kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dimana makna kemerdekaan saat itu adalah terbebasnya bangsa Indonesia dari penjajahan fisik oleh bangsa asing. Memang benar, pada saat ini, penjajahan fisik sudah tidak lagi terjadi pada bangsa kita, tapi penjajahan gaya baru (neoimperialisme) mulai didominasi oleh pihak asing. Neoimperialisme telah menjajah pemikiran, ekonomi, politik, bahkan sosial budaya bangsa Indonesia. 

Bangsa Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya yang begitu melimpah, berpotensi untuk menjadi bidikan asing. Betapa tidak, tanah air termahsyur ini memiliki kekayaan alam didaratan dengan areal hutan  terluas di dunia, tanahnya subur, alamnya indah. Di darat terkandung barang tambang berupa gunung emas, nikel, timah, tembaga, batubara dsb. Potensi kekayaan laut yang begitu luar biasa, dengan jutaan ton ikan yang dihasilkan, mutiara, minyak, dan mineral. Di bawah perut bumi tersimpan gas dan minyak yang cukup besar. Pantas saja, sejarah mencatat Belanda sangat krasan menjajah Indonesia hingga 350 tahun dan kekayaan alam ini tetap tak pernah habis, dan hingga sekarang pun Indonesia tetap dalam cengkeraman negara-negara imperialis tersebut, karena sangat mudah bagi Indonesia untuk menarik investor asing untuk menanamkan modal. 

Tapi, sangat disayangkan, di negeri yang memiliki SDA melimpah, saat ini masih terdapat 22,77 juta perempuan Indonesia di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 2,5 juta perempuan menjadi buruh migran. Mereka meninggalkan anak dan keluarganya akibat kemiskinan. Jumlah mereka bertambah ribuan setiap tahunnya meski banyak kasus-kasus perkosaan dan ketidakmanusiaan menimpa. Utang ke luar negeri yang semakin membelit, persoalan kemiskinan, kerusakan moral, korupsi, darurat pergaulan bebas, vaksin palsu, kriminalitas yang merajalela akibat pendidikan moral rendah, eksploitasi SDA oleh korporasi asing, dsb. Lantas, mengapa potret kehidupan yang semakin terpuruk terus terjadi meskipun sudah 71 tahun telah merdeka?

Andaikan kita mau telisik lagi, seharusnya dengan jumlah intelektual muslim yang besar, mereka justru sangat mampu untuk mengolah dan memanfatkan SDA bangsa untuk kepentingan masyarakat. Tapi sayangnya, SDA yang kita miliki sekarang telah banyak dikuasai oleh pihak asing, SDA yang dikomersialkan untuk kepentingan segelintir orang kalangan elite dan pemilik modal. Akibatnya lihatlah, kemiskinan merajalela, korupsi untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri semakin marak dikalangan pejabat, perempuan yang harus rela banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga rela meninggalkan anak dan keluarga, harga bahan pokok menjulang tinggi, biaya pendidikan dan kesehatan mahal.

Sebagai muslim yang menjadikan al-Qur’an dan as-sunah sebagai rujukan, seharusnya pengelolaan SDA harus sesuai dengan syariat islam. SDA merupakan sumber daya alam yang masuk dalam kategori fasilitas umum yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan barang milik publik. Pengelolaan seharusnya diberikan kepada negara secara professional, bebas korupsi dan sesuai tuntunan islam, bukan pada pihak swasta maupun pihak asing. Agar seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik, sehingga biaya kesehatan & pendidikan bisa gratis, bahan pokok murah, perempuan fokus menjadi ummu warobbatul bait tanpa bersusah payah mencari uang.

Hal ini dapat terjadi jika umat islam dan tokoh umat secara bersama-sama berjuang untuk menerapkan kembali syariat islam di seluruh bidang, aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, agar tercipta kesejateraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai cita-cita bangsa. Sehingga, Indonesia benar-benar merasakan makna kemerdekaan hakiki tanpa bergantung pada pihak asing dan dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri, tidak terikat atau bergantung pada pihak tertentu. Karena hanya pada Allah dan menerapkan hukum Allah dalam realitas kehidupan bermasyarakan dan bernegara, dapat melepaskan negeri ini dari persoalan yang membelit negeri. [VM]

Posting Komentar untuk "INDEPENDENCE DAY, Benarkah Wujud dari Kemerdekaan Hakiki?"

close